alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Kamis, 31 Desember 2015

LHA WONG SAYA NDAK BISA BOSO LONDO

Antrian sudah mengular panjang di depan loket 1 pembelian tiket masuk Candi Prambanan tapi antrian ini tak bergerak maju. Banyak orang yang menunggu dengan kesal. Satu per satu orang di loket 1 mulai mengundurkan diri pindah ke loket 2. Ada apa rupanya? Ternyata sejak tadi ada 2 orang turis asing (laki-laki & perempuan) berdiri di depan loket dan belum selesai urusannya membeli tiket. Tinggal seorang ibu muda yang bertahan dan mendesak ke samping 2 orang turis tersebut. Aku mencoba antri di belakang 2 turis dan ibu muda tersebut. Siapa tahu, giliran aku berdiri, urusan mereka sudah selesai.

“Tolong Pak. Nih turis ngeyel sekali. Sudah dibilangin turis asing bukan di sini tempatnya. Nggak mau juga,” kata ibu muda yang berdiri di sebelah kedua turis tersebut.

Turis (laki-laki) tersebut juga masih ngomel-ngomel masalah tiket.

“Excuse me sir,” sapaku

Eh..dia langsung balik badan menghadapku dan nyerocos masalah tiket. Sambil menunjukkan struk pembelian tiket masuk Candi Borobudur. Dia protes harus membayar lagi di loket ini. Dia bilang pembelian tiket di Candi Borobudur dan di Candi prambanan adalah satu paket. Jadi, dia tidak harus membayar lagi dan langsung menerima tiket masuk. Aku tak tahu apakah benar yang dia katakan. Aku dengarkan omongannya sampai selesai. Sementara ibu penjaga loket berumur sekitar 50-an hanya bisa menunjukkan angka yang harus dibayar oleh turis tersebut menggunakan sebuah kalkulator.

“Do you understand? Do you understand?” kata turis tersebut kepadaku seakan-akan memaksa aku harus paham.
“Yes, I understand but I don’t know the solution. This is a ticket window for local tourist. You must inform your problem at the ticket window for foreign tourist at the other side of this building, over there,” kataku sambil menunjukkan tempat loket khusus untuk turis asing.

Dua orang turist itu langsung ngluyur pergi menuju loket khusus turis asing. Rupanya dia tidak tahu ada loket khusus untuk turis asing.

“Sudah saya tunjukkan harga tiket untuk turis asing dan saya suruh bayar di loket khusus turis asing. Nggak mau,” kata ibu penjaga tiket
“Padahal saya juga menunjukkan tempat loket khusus turis asing lho Pak. Kok ya ndak mudeng,” imbuh ibu muda itu kepadaku
“Pasti pakai bahasa Indonesia ya Bu?” tanyaku
“Ya iya, lha wong saya ndak bisa Boso Londo,” jawab ibu muda tersebut

Kamis, 17 Desember 2015

KECERDASAN VISUAL SPASIAL

Pagi ini aku sibuk menjelaskan tentang kata benda.

“Dalam bahasa Prancis kata benda mempunyai jenis kelamin, ada kata benda masculin ada kata benda feminin”, jelasku

Lalu kusebutkan benda-benda yang ada di sekitarku dan kutulis di papan tulis. Ada 10 kata benda yang kutemukan :
  1. Meja                          : une table (feminin)
  2. Kursi                          : une chaise (feminin)
  3. buku tulis                    : un cahier (masculin)
  4. buku cetak                  : un livre (masculin)
  5. pulpen                        : un stylo (masculin)
  6. pensil                          : un crayon (masculin)
  7. tas                              : un sac (masculin)
  8. penggaris                    : une regle (feminin)
  9. penghapus                  : une gomme (feminin)
  10. sepatu.                       : une chaussure (feminin)

“Regardez au tableau, Ecoutez et repetez!” perintahku untuk melihat di papan tulis dan menirukan apa yang aku baca.
“Sekarang, salin di buku kalian!”

Sepuluh menit adalah waktu yang cukup longgar untuk menyalin kata-kata tersebut ke dalam buku.

“Ça finit?” aku menanyakan apakah sudah selesai. Semuanya serempak menjawab “sudah” kecuali Dini (nama tak sebenarnya) yang menjawab “belum”.
“Baik, kita tunggu”

Tiga menit kemudian, aku bertanya kepada Dini, “Ça finit, Dini?”.

“Belum Pak!” jawabnya.

Aku penasaran, waktu 13 menit tidak cukup baginya. Kudatangi dia.

“O la la, qu’est-ce que tu fait madmoiselle?” aku kaget. Ternyata kata-kata yang beraada di papan tulis tidak hanya ditulis tapi digambar.
“Pantas, lama sekali kamu. Lain kali, kamu menggambarnya di rumah. Di kelas cukup dicatat saja,”
“Tapi saya lebih mudah belajar kalau ada gambarnya Pak”

Aku terdiam sejenak mendengar jawabannya. Aku teringat bahwa salah satu kecerdasan manusia adalah kecerdasan visual spasial (kecerdasan gambar dan visualisasi). Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang atau mencitrakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Itulah yang dimiliki oleh Dini. Dia lebih mudah belajar dengan gambar. Buku tulisnya juga penuh dengan gambar serta coretan warna-warni.

Kemampuan visual spasial ini menurut Gardrer dibagi menjadi tiga komponen dalam bukunya Frames of mind: The Theory of Multiple Intelligences.
  1. Kemampuan untuk mengenali identitas sebuah objek yang ada didepannya dari sudut pandang yang berbeda
  2. Kemampuan untuk membayangkan perubahan sebuah konfigurasi  ketika komponen konfigurasi itu dirubah atau dipindah. Misal saat bermain balok, anak dapat membayangkan apabila sebuah balok dipindah nantinya akan terbentuk sebuah bangunan seperti yang ia inginkan
  3. Kemampuan untuk memahami hubungan spasial antara dirinya dengan benda lain. Misalnya saat naik sepeda, seorang anak dapat memperkirakan jarak dirinya dengan sebuah pohon.

Ciri-ciri anak dengan potensi kecerdasan ini:
  1. Mampu/mudah tertarik dengan melihat gambar, bentuk, warna, ruang, benda dengan mudah
  2. Mudah mengingat letak benda dan lokasi  (objek dengan ruang)
  3. Memiliki daya imajinasi yang tinggi, mampu membayangkan sesuatu yang tidak dilihat
  4. Memiliki kelebihan dalam menyesuaikan sesuatu menjadi serasi
  5. Senang mendesain sesuatu/menggambar dan melakukan permainan dengan komputer
  6. Hasil gambarnya biasanya cukup bagus dan senang membaca peta

Terhenyak dari lamunanku, aku masih menatapi gambar warna-warni di buku tulisnya.

“Iya, saya tahu tapi menggambarnya di rumah saja. Kasihan tuh teman-temanmu menunggu,” kataku
“Iya Pak. Maaf,” jawabnya


Selasa, 15 Desember 2015

MEMBUAT NILAI RAPORT

Penilaian terhadap peserta didik seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Memiliki Validitas yaitu penilaian harus benar-benar mengukur apa yang hendak diukur.
  2. Memiliki Reabilitas yaitu menunjukkan ketetapan hasilnya.
  3. Objektivitas yaitu suatu alat evaluasi harus benar-benar mengukur apa yang diukur, tanpa adanya interpretasi yang tidak ada hubungannya dengan alat evaluasi itu.
  4. Efisiensi yaitu tidak membuang waktu dan uang yang banyak.
  5. Kegunaan/kepraktisan yaitu usefulness (berguna untuk memperoleh keterangan tentang siswa sehingga dapat memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi para siswanya


Untuk memenuhi syarat tersebut, kita harus melalui langkah-langkah yang penuh perjuangan dan tak ringan :
  1. Koreksi: koreksilah hasil ulangan akhir semester (UAS) dengan teliti dan hati-hati. Luangkan waktu 2-4 hari penuh untuk mengoreksi hasil UAS. Kalau perlu pagi, siang, sore, malam jangan berhenti menatapi hasil pekerjaan siswa ini. Ambil kopi secukupnya untuk menemani. Setelah koreksi selesai, masukkan nilai ke daftar nilai dan secepatnya disetorkan ke panitia UAS. Siapa tahu ada bonus untuk korektor tercepat: misalnya, voucer gratis nonton balap karung se-kecamatan.
  2. Konsentrasi: khusus untuk membuat nilai raport, jangan nonton bola atau sinetron, apalagi main game. Hentikan semuanya. Buatlah suasana yang tenang di sekitar kita. Settinglah kamar kedap suara. Kondisikan anak-anak agar tidak berisik atau ramai. Suruh mereka diam atau tidur. Banyak-banyak sedia CTM (obat tidur) untuk mereka. Dengan suasana sepi dan lengang, konsentrasi kita akan lebih baik.
  3. Kontemplasi: Renungi semua jawaban siswa sebelum dinilai. Siapa tahu ada makna tersirat dibalik jawaban mereka. Seandainya menemukan tulisan-tulisan yang tak bisa dibaca, jangan berburuk sangka. Renungi sekali lagi tulisan tersebut: sebuah jawaban, kode rahasia, resep obat atau anaknya memang belum bisa menulis?
  4. Meditasi: seandainya makna tulisan-tulisan yang tak bisa dibaca tersebut belum terpecahkan, perlu dilakukan meditasi. Siapa tahu ada wangsit atau petunjuk turun dari langit dan ternyata tulisan tersebut adalah sebuah kode rahasia tentang harta karun. Wooow.
  5. Refleksi: dipikirkan kembali makna nilai kognitif, ketrampilan & sikap. Untuk menilai 3 ranah tersebut kita harus melihat kembali catatan nilai kognitif (lihat nilai ulangan, UTS dan UAS), catatan ketrampilannya (lihat bakatnya: trampil memanjat pohon, berenang, menjahit, atau trampil dalam bidang lainnya), catatan sikapnya (sopan, santun, jujur, suka menolong, rajin menabung, tidak suka PHP, dan tidak lebay). Untuk itu silahkan croshceck dengan catatan amal baik dan buruk yang dimiliki oleh guru lain.
  6. Diversifikasi: Tolong membuat nilai itu dibedakan antara siswa yang satu dengan yang lain. Jangan membuat nilai yang sama untuk siswa sekelas. Walaupun terkesan adil tapi pasti diprotes siswa. Masih banyak di antara mereka yang menyamakan jawaban dengan temannya alias mencontek, tapi mereka tak suka disama-samakan. Mereka menjunjung tinggi falsafah Bhineka Tunggal Ika.
  7. Sentralisasi: kitalah yang membuat nilai. Jangan mencontek atau copas nilai dari pelajaran lain apalagi minta tolong orang lain untuk membuatkan nilai.
  8. Spekulasi: kadang dibutuhkan spekulasi untuk menilai anak-anak suka berspekulasi. Misalnya, siswa menjawab E padahal pilihan jawabannya hanya A, B, C, D. Walaupun sifatnya spekulasi, buatlah nilai spekulasi yang paling kecil efek negatifnya. Setidaknya itu menyelamatkan kita dari kemungkinan-kemungkinan buruk.
  9. Toleransi: Membuat nilai dengan sistem KKM (Kriteria Ketuntasan minimal), kita harus menumbuhkan rasa toleransi yang tinggi. Kita harus bisa menahan emosi dan bersabar sesabar-sabarnya untuk menoleransi angkat 3 berubah menjadi angka 7. Ingat, Alloh bersama orang-orang yang sabar.

Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, mudah-mudahan kita bisa memenuhi syarat-syarat untuk membuat penilaian yang baik.

Mari membuat nilai !

Selasa, 08 Desember 2015

PAK SUPBECHAN JADI MANTEN

10 Oktober 2015 (Catatan untuk Kenangan)

Temanku Pak Supbechan jadi manten. Ia menikahi seorang putri bernama Nana (sebut saja demikian). Akad nikah sudah dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 7 Oktober 2015 di rumah mempelai perempuan di Batang. Sedangkan resepsi diselenggarakan pada hari Sabtu, 10 Oktober 2015 pukul 10.00 di rumah mempelai putra di Pageruyung, Kendal.

Karena itu, Ulangan Tengah Semester (UTS) 1 yang sedianya diselenggarakan untuk 2 mata pelajaran sampai jam 12.00, hari ini diselenggarakan hanya 1 mata pelajaran. Mata pelajaran ke-2 dialihkan ke hari Senin.

Pukul 09.30 UTS telah usai, para siswa sudah pulang. Dua armada bus telah menunggu di depan sekolah. Dua bus dengan kapasitas 35 tempat duduk ini cukup untuk mengangkut sekitar 49 orang guru dan karyawan yang mau ikut. Bus dipilih karena perjalanan yang akan ditempuh lumayan jauh, sekitar 2 jam perjalanan.

Bapak dan ibu guru dan staf TU satu per satu masuk ke dalam bus. Sebagai koordinator bus 2, aku menghitung dan mengabsen peserta. Lengkap 24 orang yang terdaftar di busku. Semuanya telah masuk dan duduk di kursinya masing-masing. Tentu saja, mereka memilih kursi sendiri sesuai kehendak hati dan kenyamanan. Tak ada tiket dan nomor kursi tapi tak berebut.

Tepat pukul 10.00 WIB bus berangkat. Perjalanan yang mengasyikkan tentunya karena melewati kota Bandar dan Blado yang bergunung-gunung dan jalannya berliku-liku. Sawah, ladang, sungai, dan hutan kami lalui. Angin sejuk menerobos jendela bus tanpa AC ini. Kami betul-betul menikmati perjalanan.

Di dalam undangan tertera acara resepsi mulai pukul 10.00. Dengan perjalanan yang begitu jauh dan lama, aku yakin kami pasti terlambat. Acara pasti sudah dimulai. Organ tunggal beserta penyanyi dangdutnya pasti sedang tampil.Tamu undangan pasti sudah berdatangan. Stand berbagai jenis makanan dan minuman pasti sedang diserbu oleh para tamu undangan. Celaka, aku pasti tak kebagian.

Pukul 11.50, sesuai denah yang disertakan di undangan, bus telah memasuki desa tempat tinggal Pak Supbechan. Jalan sedikit sempit. Masih 3 km lagi untuk menuju dusun lokasi resepsi, melewati beberapa dusun. Banyak tikungan, banyak perempatan. Tentu saja, aku harus turun naik bus untuk bertanya arah kepada orang di pinggir jalan. Suatu saat bus berhenti di pertigaan jalan di tengah sawah. Ada 2 belokan jalan. Tak ada yang tahu, ke kanan atau ke kiri. Aku kembali turun untuk menanyakan arah. Tapi ini di tengah sawah, tak ada orang. Ah, di belakang bus ada sebuah mobil Honda City warna krem. Barangkali itu mobilnya orang sini. Pasti tahu arah ke dusun yang sedang kami tuju atau bahkan mengenal nama Supbechan. Aku mendekati mobil yang ikut terjebak macet di belakang bus-ku. Sebelum kuketuk kacanya untuk menanyakan arah, kaca telah terbuka lebih dahulu.

“Lho kok Ibu?” tanyaku kaget. Ternyata bu Herry, istri Kepala Sekolahku.

Dan kemudian kaca belakang juga dibuka.

“Lho kok mantennya di sini?” tanyaku lebih kaget melihat Pak Supbechan dan istrinya ada di jok belakang. Masih dalam keterkejutanku dan tak mungkin membahas rasa penasaranku labih lanjut, aku langsung bertanya:

“Ke kanan apa ke kiri nih?”
“Kanan,” jawab Pak Supbechan

Sampai di rumahnya, kami turun. Para tamu yang sudah hadir berdiri menyambut kami. Pengantinnya juga turun dari mobil. Dengan diapit kedua orang tua mempelai putri dan diringi gending (dari kaset), sang pranoto coro menyampaikan pengantar untuk mengantarkan sang pengantin menuju singgasananya.

“Ini sih bukan menghadiri resepsi pernikahan tapi jujug manten,” kataku dalam hati


Acara dimulai. Para tamu dipersilahkan duduk. Alhamdulillah, ternyata kami belum terlambat dan stand makanan dan minuman masih penuh.

Minggu, 06 Desember 2015

FATWA MBAH MAIMUN



Firman Allah dalam surat al Baqarah ayat 174:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyi-kan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.

Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW.yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah SWT.

Bahkan, salah satu perbuatan mencuri yang halal adalah mencuri ilmu. Maka bagaimana mungkin, sesuatu yang dicuri saja halal, apalagi diminta, ya logikanya, harus diberikan. Tanpa Imbalan.  Ingat....tanpa imbalan.

Bagimana caranya? Aku sudah mendapat gaji bulanan dan tunjangan sertifikasi dan itu aku harapkan setiap bulannya. Aku mencoba membayangkan seandainya aku tak digaji sebulan saja atau tunjangan sertifikasiku tak keluar. Maukah aku? Ikhlaskah aku? Berat. Ikhlas menjadi guru tanpa mengharapkan gaji? Haruskah aku mengikuti saran dari Mbah Maimun?

“Kalau ada usaha sampingan, walaupun ada gaji bulanan, kan sudah bukan menjadi tuntutan, bukan menjadi harapan. Besok kalau usahamu sudah besar, gaji gurumu bisa diberikan kepada orang yang membutuhkan, biar barokah,” jawab kyaiku ketika aku bertanya kepada beliau.

Mulai sekarang, dengan niat bulat aku buka usaha sampingan : jualan sprei dan tupperware.

Ayo.. dipilih dipilih.

Kamis, 03 Desember 2015

HALAL BIHALAL DAN BINTEK

Pada tanggal 29 Juli 2015, pasca lebaran Idul Fitri, sekolah kami mengadakan acara halal bihalal keluarga besar SMA Negeri 2 Batang. Seluruh guru dan karyawan beserta keluarga menghadiri acara tersebut. Aku pun harus melaksanakaan tugas sebagai seksi perlengkapan acara halal bihalal. Tugasnya adalah mempersiapkan segala perlengkapan (meja, kursi, sound system, panggung, MMT) dan merapikan perlengkapan setelah acara selesai. Aku merapikan tempat kegiatan, menumpuk kursi plastik, menurunkan MMT, dan mengembalikan sound system ke sekolah. Dengan tergopoh-gopoh, aku pulang mengganti baju koko dengan baju batik karena pada pukul 13.00 aku harus sudah mengikuti bintek bersama Bapak Kepala Sekolah di Pagilaran. Aku ditunjuk sebagai bendahara bantuan DAK Kabupaten. Menurut Ibu Siti Habibah, S.Pd., Waka Sarana Prasarana, acara ini hanya satu hari.

“Paling-paling jam delapan malam selesai,” kata beliau

Tepat pukul 13.00 aku menjemput Bapak Kepala Sekolah, Pak Herry di rumahnya. Beliau membawa sebuah tas besar, entah apa isinya. Kuangkat ke jok belakang. Selanjutnya kukebut mobilku menuju Pagilaran karena undangannya adalah jam 13.00. Tepat pukul 14.00, aku sampai di lokasi. Huft dinginnya. Pagilaran adalah tempat wisata perkebunan teh yang berada di lereng gunung kemulan /kamulyan dengan ketinggian 740-1600 mdpl tepatnya di,Kecamatan Blado, Kabupaten Batang. Ternyata belum telat. Masih banyak peserta yang baru datang. Selanjutnya, kami melakukan registrasi. Kami ditempatkan di Wisma Azalea kamar 6. Kami dipersilahkan untuk istirahat sebentar sebelum acara pembukaan. Aku tengok kamar berukuran 3 x 5 meter dengan 3 buah dipan bertingkat untuk ditempati 6 orang.

“Kok pakai kamar dan tempat tidur Pak?” tanyaku kepada Pak Herry.
“Kan 2 hari, nanti kita nginap di sini,” jelas beliau.
“Oh Mon Dieu !” kataku dalam hati. Ternyata, kegiatannya berlangsung 2 hari. Padahal aku tidak membawa sabun, sampo, handuk, sikat gigi, odol, sandal jepit dan baju ganti. Aku terpaku di depan kamar sambil menyeruput teh panas yang disediakan oleh panitia.

Acara pembukaan dimulai tepat pukul 14.00. Acara ini dibuka oleh plt Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kab. Batang, Bapak Arbak Yhoga Widodo, SE, MM. Acara pembukaan ini selesai pukul 16.30.

Setelah sholat maghrib dan makan malam, acara dilanjutkan dengan bimbingan pembuatan proposal dan laporan. Karena tak mandi, badanku terasa lengket. Sisa-sisa tenaga tadi siang pun tak bisa kuandalkan untuk menahan rasa kantuk. Antara tidur dan bangun, antara sadar dan terjaga, antara ada dan tiada, aku mengikuti slide demi slide tentang pembuatan proposal dan laporan DAK sampai pukul 22.00.

Setelah acara selesai, aku matur (bilang) ke Pak Herry bahwa malam ini aku harus pulang dan tak bisa menginap di wisma karena tak membawa selimut dan bekal apapun untuk besok pagi.

“Kalau begitu saya juga ikut pulang,” kata beliau
“Lho, Bapak menginap saja biar tidak capek,” bujukku
“Nggak ah, kamarnya nggak enak. Masa satu kamar buat berenam begitu. Tumpuk-tumpukan,” jawab beliau.

Malam itu, kami memutuskan pulang. Pukul 22.00 sampai pukul 23.00 kami menyusuri jalan yang sepi yang berliku-liku. Dan kami janjian besok akan berangkat pukul 07.00 karena kegiatan dimulai pada pukul 08.00.
Esoknya, aku kembali menjemput Pak Herry di rumah beliau. Kali ini beliau hanya membawa tas kecil. Pada pukul 08.00 kami sampai di Pagilaran dan acara belum dimulai.

Pukul 09.00 acara baru dimulai. Rupanya, istirahat semalam juga masih kurang. Udara dingin dan angin semilir yang bertiup melalui celah-celah jendela membelai-belai kelopak mataku. Aku ngantuk berat. Maka, kuikuti presentasi pagi ini dengan keadaan setengah sadar, dari pasal-pasal korupsi yang dipaparkan oleh petugas kejaksaan sampai tata cara membuat laporan keuangan. Lamat-lamat ada seseorang yang bertanya kepada nara sumber:

“Kenapa bendahara DAK harus guru, bukankah tugas guru sudah banyak sekali?”
“Ketentuan dari pusat seperti itu,” jawab narasumber
(pertanyaan dan jawaban inilah nanti yang akan merubah nasibku)
Acara ini selesai pada pukul 13.00. Untung ada CD tentang presentasi kegiatan yang dibagikan untuk dipelajari lebih lanjut.

Dalam perjalanan pulang, Pak Herry bertanya kepadaku, “Kenapa bendahara DAK tidak boleh guru ya?”

“Mungkin sudah ketentuannya seperti itu Pak,” jawabku. Aku hanya berkata dalam hati, “Yes, Pak Herry mengantuk. Kesimpulan beliau adalah guru tidak boleh  jadi bendahara DAK”.

Aku pulang. Sampai rumah, tanpa malu-malu kulemparkan tubuhku ke atas kasur dan kupeluk guling sejadi-jadinya.

Esok harinya, aku melaporkan hasil bintek kepada Bu Habibah. Juga menyampaikan bahwa guru tidak boleh jadi bendahara. Maka saat itu juga, posisiku sebagai bendahara digantikan oleh Bu Sri Wati, salah satu staff TU dan aku menempati posisi baru sebagai Sekretaris 2. Lumayan, pekerjaan yang lebih ringan.

Selasa, 01 Desember 2015

SEBUAH CERPEN: MABOK AO

Matahari berdiri tegak tepat di atas ubun-ubunku. Hari ini aku bersama teman-temanku akan belajar bersama di rumah Ano. Dari SMA-ku, aku berjalan kaki menyusuri trotoar melintasi pertokoan dan alun-alun. Akhirnya sampailah aku di rumah Ano yang berada di sebelah selatan alun-alun. Teman-temanku telah sampai duluan karena mereka naik sepeda motor. Nafasku tersengal, ubun-ubunku terbakar, tenggorokanku kering. Aku memilih duduk di teras dekat pintu. Selain ada angin yang semilir dari luar, shofa di ruang tamu sudah penuh.

“Ayo Bas, sudah dimulai dari tadi. Kamu sudah ketinggalan,” kata Awin kepadaku

Aku mengeluarkan buku matematikaku, ada PR yang rencananya dikerjakan bersama. Kulihat teman-temanku masih duduk-duduk sambil menikmati hidangan. Setoples kacang dan sepiring kue serta beberapa botol yang berisi minuman.

“Katanya sudah mulai. Mana buku kalian?” tanyaku.
“Lha ini sudah mulai. Ayo lah ambil gelasnya nih,” kata Adi sambil menyodorkan sebuah gelas besar kepadaku. Kemudian menuangkan minuman hitam ke dalamnya.

“Wah, enak nih, hebat sekali minuman kalian anggur,” kataku sambil hirup dalam-dalam aromanya. Tanpa basi-basi aku tenggak habis satu gelas. Hausku berkurang. Kemudian aku kembali membuka-buka PR-ku. Kulihat tak ada satupun teman-temanku yang mulai membuka buku. Mereka malah asyik ngobrol sambil cekikikan.

“Hei, kapan mulainya? Ayo keluarin buku kalian!” ajakku
“Kamu kerjain aja dulu Bas, nanti kalau ada kesulitan kami bantu,” jawab Eko

Aku sibuk mengerjakan PRku. Kubiarkan teman-temanku ngobrol.

“Biar saja mereka nggak jadi belajar bersama. Apa urusanku, yang penting PRku selesai” kataku dalam hati. Aku takut tak mengerjakan PR, soalnya guru matematikaku terkenal killer.

Satu jam kemudian, aku sudah selesai mengerjakan 10 soal yang harus dikumpulkan besok.
Kutengok teman-temanku. Mereka malah pada tiduran sambil ketawa-ketawa, bergumam dan berdendang tak jelas.

“Mau ngerjakan PR nggak nih?” tanyaku.

Tak ada yang menyahut, tubuh mereka tak tegak lagi. Ada yang sudah rebah di sofa dan terkapar di lantai sambil tertawa-tawa dan bergumam. Aneh. Daripada seperti ini, lebih baik aku pulang. Kurapikan buku dan pulpenku. Kulihat di meja masih ada minuman yang tersisa. Kuambil sebuah botol yang masih tampak penuh. Kutuang lagi ke dalam gelasku. Kutenggak sampai habis.

“Aku pulang dulu ya,” teriakku. Tak ada yang menyahut. Kugendong tasku. Kuberjalan kaki menuju tempat pemberhentian bus, sekitar 10 menit jalan kaki dari rumah Ano.

#

Esok harinya di sekolah, teman-temanku bercerita tentang acara kemarin siang di rumah Ano.

“Wih, asyik. Kamu sih nggak ikut, kita minum sampai fly,” kata Eko kepada Rendra.

Ternyata acara kemarin adalah acara minum-minum alias mabok-mabokan. Aku hanya bertanya-tanya, kenapa mabok-mabokan pakai jamu?

Yach, aku akrab sekali dengan minuman yang mereka gunakan untuk mabok-mabokan. Anggur cap OT yang sering disebut AO adalah jamu. Ada tulisan “jamu” di labelnya. Sejak 6 tahun yang lalu, tepatnya sejak kelas 5 SD, kakekku menyuruhku minum minuman tersebut sebelum berangkat sekolah dan sebelum tidur.

“Untuk penghangat badan,” kata kakekku waktu itu.

Awalnya, hanya satu tutup botol atau se-sloki setiap minum. Menginjak kelas 6 SD, meningkat 2 sloki. Sampai sekarang, satu gelas setiap minum. Rasanya manis agak mint di lidah dan hangat di badan.


Ah, kere.... ternyata AO buat mabok.

TUGAS OVER DOSIS

Semester 1 sudah hampir selesai. Dengan demikian, tugasku pada semester ini juga akan segera berakhir. Perlu kusampaikan, bahwa menjadi guru tidak bisa melulu menjadi guru. Tugas sekolah lain juga menunggu. Pada semester ini aku telah mendapat tugas selain guru yaitu :

1.    Seksi perlengkapan kegiatan Halal bi halal
2.    Pembina ekstra rebana
3.    Asisten Kurikulum
4.    Sekretaris Tim pengembang Kurikulum
5.    Verifikator level 1 PUPNS
6.    Operator dapodik
7.    Sekretaris bantuan sarana prasaran DAK.
8.    Bedahara Bansos RKB pusat
9.    Panitia bidang pencetak LCK UTS 1
10.  Sekretaris RSKM (Rencana Sekolah Kategori Mandiri)
11.  Koordiantor Sekretariat UTS 1.
12.  Pengepul berkas sertifikasi.
13.  Koordinator Bus 2 acara pernikahan Pak Subechen


Begitu sibuknya dengan pekerjaan ini, aku kehilangan asyiknya mengajar, senangnya bertemu dengan siswa-siswaku. Aku bahkan kehilangan hobiku. Aku tak sempat menulis tentang suasana kelasku lagi. Suatu saat, kalau sudah bebas dari tugas ini, mungkin aku mempunyai kesempatan untuk menulis tentang kelasku lagi juga tentang seluk beluk pekerjaan ini satu per satu.

DAPODIK

Monggo siapa lagi?” tanyaku
“Saya Pak,” jawab bu Tri
“Saya setelah Bu Tri,” teriak bu Nita
“Bu Nita, saya setelah Bu Tri,” protes Pak Agus
“Ya sudah, saya setelah Pak Agus,” sambung bu Nita

Seperti itulah model antrian untuk mengisi Dapodik di sekolahku. Tak ada nomor urut, tak ada mesin pemanggil antrian tapi mereka dengan tetib mengantri untuk dikoreksi dan dimasukkan datanya di dapodik. Mereka hanya modal nge-cup antrian sebelumnya.

Aku sebagai operator Dapodik yang menangani Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) duduk dengan tenang di kursiku. Bu Tri sudah siap dengan segepok file berisi data. Selanjutnya aku bacakan satu per satu data yang tersedia. Sementara Bu Tri yang duduk di sebelahku membuka berkas untuk mencocokkan data dengan berkas yang ada. Data yang harus dimasukkan adalah data diri, keluarga, diklat, riwayat jabatan, riwayat gaji berkala, diklat dan sebagainya. KTP, NPWP, sertifikat pendidik, data keluarga, Ijazah, transkrip nilai, SK jabatan, SK gaji berkala dibuka satu per satu. Persis seperti PUPNS. Bedanya, dalam PUPNS, setiap PNS harus mengisi sendiri-sendiri, sementara dapodik operator lah yang mengisinya. Jadi, aku mengerjakan pekerjaan yang sama dua kali.

Kadang aku bertanya-tanya: Kenapa dapodik ini tidak mengambil dari data PUPNS? Kan kemdikbud bisa pinjam ke BKN, kan sama-sama milik negara. Kenapa tidak dikerjakan bersama? Ah.. mungkin yang menangani beda, proyeknya beda dan anunya juga beda. Wallohu a’lam.

Data Pokok Pendidikan atau Dapodik adalah sistem pendataan skala nasional yang terpadu, dan merupakan sumber data utama pendidikan nasional, yang merupakan bagian dari Program perancanaan pendidikan nasional dalam mewujudkan insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif. Data Pokok Pendidikan tidak hanya data Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) tapi juga data siswa yang ditangani oleh Bu Ema dan sarana prasarana serta kurikulum ditangani oleh Mas Eko. 

Tepat pukul 24.00 tanggal 30 Nopember 2015 program dapodik ditutup. Tugasku juga selesai.  Walaupun masih ada beberapa data PTK yang belum dikoreksi, setidaknya data guru penerima tunjangan sertifikasi telah ter-input dan telah dikoreksi semua. Hal ini karena tunjangan sertifikasi tahap ke-4 (bulan Oktober, Nopember dan Desember 2015) direncanakan dicairkan berdasarkan pada data dapodikmen. Selanjutnya untuk mengecek hasil input, setiap PTK dapat membuka http://dapo.dikmen.kemdikbud.go.id


Sebagaimana PUPNS, sebagai operator dapodikmen aku juga sangat berharap beberapa hari ke depan ada penandatanganan penerimaan honor. Wallohu a’lam juga.

Senin, 30 November 2015

TERUSIR

Langkahku dicegat siswa-siswaku di depan kelas. Mereka bergerombol menolakku masuk kelas.

“Pak, jangan masuk sih. Lihatlah semua kelas tak ada yang masuk,” seru salah satu siswa.
“Beri kami kesempatan seperti yang lain Pak, refresing, santai. Sebentar lagi kan test”, kata yang lain.

Dari lantai 2 ini memang terlihat jelas, semua siswa ada di luar kelas. Mereka duduk-duduk di depan kelas. Nampak tak ada guru yang masuk kelas. Padahal sudah 15 menit yang lalu jam istirahat selesai. Aku saja sudah merasa sangat terlambat. Di sebelah utara, tepatnya di aula terbuka sedang ada rapat komite untuk wali siswa kelas XI dan XII. Nampaknya rapat komite ini belum dimulai karena lagu "Aku Memilih Setia"nya Fathin Shidqia yang dinyanyikan oleh seorang siswa jelas terdengar sampai di depan kelas ini. Wali kelas XI dan kelas XII dan guru-guru yang menjadi panitia wajib menghadiri kegiatan tersebut. Aku sendiri karena bukan wali kelas XI atau XII dan juga bukan panitia, tak ada kewajiban untuk menghadiri kegiatan tersebut. Jadi aku tetap melaksanakan kewajibanku: mengajar. Oh, tapi kenapa aku sendirian yang mengajar? Kemana yang lain? Aku merasa dibiarkan terlunta-lunta. Oh nasib.

“Ya sudah, kita cerita-cerita saja di dalam kelas,” rayuku
“Nggak mau,” jawab siswa yang lain. Agaknya mereka bisa membaca pikiranku. Mereka tak mau terkena jebakan betmen. Disuruh masuk, katanya bercerita, ternyata pelajaran.

Aku tak berkutik. Aku benar-benar tak bisa masuk kelas. Tertahan oleh tubuh-tubuh siswaku yang kebetulan banyak yang overweight. Kondisi seperti ini sama sekali tak kondusif untuk mengajar. Sekali lagi, kupandang setiap kelas satu per satu, siapa tahu ada salah satu guru yang masuk kelas sehingga aku dapat berkomplot dengannya untuk memajukan pendidikan Indonesia. Aku punya alasan untuk menyuruh anak-anak ini masuk kelas. Mataku berputar. Nah, ada satu kelas yang pintunya tertutup. Nampaknya siswa-siswanya sudah masuk kelas dan tenang belajar di dalam. Ini bisa menjadi alasanku untuk merayu mereka masuk kelas.

“Lihat, kelas itu, yang di pojok itu, sangat rajin. Mereka sudah masuk kelas. Mereka tak terpengaruh dengan yang lain. Masa kalian tak mau mencontoh kelas itu, ayo masuk!” bujukku
“Yang mana Pak?” tanya mereka
“Itu yang di pojok kanan bawah, yang pintunya ditutup,” tunjukku.
“Itu lab komputer Pak, bukan kelas,” jawab mereka
“Ah iya, kenapa aku jadi pelupa seperti ini” kataku dalam hati. Aku semakin bingung.

“Ya sudah tugas saja,” kataku menyerah.

Aku yakin seyakin-yakinnya mereka mau diberi tugas, tapi aku juga yakin seyakin-yakinnya pasti tak dikerjakan.

“Iya Pak, horreee,” jawab mereka. Keyakinanku benar tho? Mereka gembira bukan karena tugasku tapi karena mereka akan segera melihatku enyah dari hadapan mereka.

“Buatlah presentasi dalam Bahasa Prancis tentang wisata lokal Gunung Bromo seperti kemarin,” kataku
“Siap Pak!” jawab mereka serempak

“Alaaaahh siap preeeet,” kataku dalam hati.


Aku melangkah lunglai kembali ke ruang guru.

Minggu, 29 November 2015

MUSIM SIDAK

“Seandainya kita sudah memakai seragam dan atribut begini rapi setiap hari, ndilalah suatu hari ada sidak dan kita lupa memakai atribut ini. Apa yang kita lakukan?” tanya salah satu rekanku diruang guru, “terus kita dipanggil oleh kepala dinas, diberi peringatan, disuruh menandatangani surat pernyataan, diberi sanksi dan dimutasi,” lanjutnya

“Apes itu namanya,” jawab salah satu rekanku yang lain.

Pembicaraan ini mencuat di ruang guru karena minggu-minggu ini adalah musim sidak (inspeksi mendadak). Sudah ada beberapa sekolah yang disidak. Siapa yang menyidak? Siapa lagi kalau bukan kepala dinas pendidikan kabupaten. Minggu kemarin pengawas sekolah memerlukan diri untuk mem-briefing seluruh guru. Tentu, bapak pengawas tidak mau kehilangan muka, ketika anak buahnya (yang berada di bawah pengawasannya) disidak ternyata banyak kekurangan dan pelanggaran. Hal yang menjadi perhatian utama dalam briefing tersebut adalah pakaian seragam beserta atribut dan kedisiplinan guru.

Sehari pasca briefing, kami memakai seragam sesuai dengan ketentuan yang berlaku disertai atribut lengkap di dada. Hari Senin dan Selasa memakai PSH biru, hari Rabu memakai lurik, hari Kamis memakai Batik yang sekolah, hari Jum’at memakai batik bebas dan hari Sabtu memakai pakaian PGRI. Setiap pakaian ini harus digantungi atribut berupa lambang korpri di dada kiri, papan nama di dada kanan, serta ID card alias kartu identitas dengan foto menggantung di leher.

Kami juga lebih disiplin. Pukul 07.00 ruang guru telah ramai. Obrolan pagi hari sebelum bel masuk, masih seputar sidak. Kami berdebar-debar dan harap-harap cemas. Setiap ada mobil asing singgah di halaman sekolah, debar jantung kami semakin kerap. Jangan-jangan ada inspeksi. Padahal mobil wali siswa yang mengantar anaknya ke sekolah.

Kegiatan dari hari ke hari dipenuhi dengan hati-hati. Setiap saat, kami meneliti pakaian dan atribut kami. Jangan sampai salah kostum atau tanpa atribut. Kami tidak mau tertimpa kemungkinan yang paling buruk: dipanggil, diberi surat peringatan, diberi sanksi dan dimutasi. Oh..no.

Seminggu dua minggu kami memakai pakaian dan atribut lengkap. Yang ditunggu-tunggu tak datang juga. Minggu ketiga bahkan telah berlalu, tak ada tanda-tanda akan ada sidak. Berita sidak dari sekolah lain pun mulai menurun. Rupanya sekolah kami tak perlu disidak. Atau terlewati. Kami mulai tenang. Detak jantung kembali teratur. Aktifitas kembali seperti semula. Kehidupan kembali normal.

Jumat, 27 November 2015

PUPNS

Pendataan ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS) adalah upaya pemerintah untuk pemutakhiran data PNS yang dilakukan secara online. Kegiatan ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Desember 2015. Untuk itu, setiap PNS dituntut untuk melakukan pemeriksaan data yang tersedia dalam database kepegawaian BKN melalui satu alamat website: pupns.bkd.go.id dan selanjutnya melakukan perbaikan data yang tidak sesuai serta menambahkan atau melengkapi data yang belum lengkap.

Tujuan PUPNS 2015 adalah untuk memperoleh data yang akurat, terpercaya, sebagai dasar kebutuhan dalam mengembangkan sistem informasi kepegawaian Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mendukung pengelolaan manajemen ASN yang rasional sebagai sumber daya aparatur negara dan untuk membangun kepedulian dan kepemilikan PNS terhadap data kepegawaiannya. Setiap PNS harus mengisi dan memperbaiki sendiri data yang ada di PUPNS. Dengan cara registrasi, PNS memperoleh nomor registrasi serta password untuk melakukan log-in. Setelah log-in,  PNS bisa membuka data PUPNS-nya sendiri : data utama, data posisi, data riwayat golongan, riwayat pendidikan, riwayat diklat struktural, riwayat diklat fungsional, riwayat jabatan, riwayat keluarga, data guru, data dokter dan steakholder . Data yang salah harus diperbaiki dan data yang masih kosong harus diisi. Setelah yakin bahwa datanya benar maka klik “kirim”. Data ini selanjutnya akan diverifikasi.

Ada beberapa tingkat verifikator yang ditugaskan untuk memverifikasi data PNS ini: verifikator level 1,  verifikator level 2, verifikator BKN dan verifikator BKN pusat. Verifikator level 1 adalah petugas verifikasi di tingkat instansi dan verifikator level 2 adalah petugas verifikator di tingkat kabupaten (BKD). verifikator BKN melakukan verifikasi sesuai dengan wilayah kerja masing-masing, dimana Verifikator dengan Satuan Kerja BKN Pusat akan memverifikasi PNS instansi pusat dan Verifikator dengan satuan kerja BKN Kantor Regional akan memverifikasi PNS yang berada di wilayah Kantor Regional.

Dan aku ditunjuk sebagai verifikator level 1. Seharusnya verifikator adalah dari Tata Usaha. Bukan karena aku staf TU tapi karena syarat sebagai verifikator adalah PNS dan bisa TIK (Teknologi Informasi dan Komputer). Sedangkan staf Tata Usaha di sekolah kami tidak ada yang memenuhi syarat tersebut. Tata Usaha yang PNS kurang menguasai TIK dan yang menguasai TIK bukan PNS. Aku sih tidak pintar-pintar amat dalam TIK, hanya bisa bikin e-mail, bikin blog dan facebook-an. Itu sudah lumayan dan dianggap meguasai TIK. Jadi, apa boleh buat. Mulai bulan September 2015 aku harus bertugas untuk memverifikasi data semua PNS di sekolahku. Seharusnya hanya itu tugasku. Ketika pembekalan di hall BKD kabupaten pun hanya cara-cara untuk memverifikasi yang diberikan. Tak ada tugas selain memverifikasi. Tapi dalam kenyataannya tak hanya bertugas memverifikasi. Aku juga dituntut untuk membimbing teman-teman cara mengisi data dalam pupns. Padahal verifikator tak dibekali hal semacam itu. Aku sendiri masih harus belajar bagaimana cara mengisi data dalam PUPNS tersebut. Demi memenuhi pertanyaan-pertanyaan yang semakin gencar dari teman-temanku, akhirnya aku terpaksa belajar melalui berbagai cara. Mulai dari bertanya kepada verifikator level 2, sharing dengan teman sendiri sampai belajar melalui website, blog, youtube dan facebook yang semuanya mendadak ada di internet.

Mengisi dan memperbaiki data bukan perkara mudah. Website PUPNS mengalami low loading. Berminggu-minggu: siang, malam, pagi dan sore kami berusaha login. Hanya yang berdo’a, beramal dan bernasib baik yang bisa membukanya. Bahkan akhir bulan September 2015 pengisian PUPNS ditentukan jadwalnya. Jadwal untuk kami yaitu Wilayah Kerja Kanreg I BKN Yogyakarta adalah hari Minggu, Senin dan Kamis. Tetap saja, portal PUPNS susah sekali dibuka. Stress dan depresi  mulai menghantui kami karena sanksi bagi PNS yang tidak mengikuti E-PUPNS adalah PNS tersebut dinyatakan berhenti bekerja atau pensiun serta tidak akan mendapatkan layanan kepegawaian. Hihh.. ngeri kan? Namun sedikit demi sedikit tapi pasti, tentu saja dibantu dengan do’a, akhirnya aku bersama teman-teman berhasil mengisi pupns dengan selamat.

Tugasku sebagai verifikator level 1 juga berhasil kulaksanakan dengan lancar.

Belum selesai sampai disini karena setiap PNS juga harus melakukan pemberkasan yaitu mengumpulkan data-data pendukung PUPNS. Sebenarnya pemberkasan ini hanya dibuat rangkap 2: satu untuk BKD (tanpa legalisir) dan satu untuk BKN (legalisir atasan langsung). Tapi untuk arsip sekolah, aku minta dibuat satu lagi (tanpa legalisir). Jadi, rangkap 3. Berkas-berkas ini harus dikirim ke BKD kabupaten pada hari Rabu 18 Nopember 2015. Untuk tugas terakhir ini, beberapa hari sebelumnya teman-temanku sibuk mengumpulkan dan menyusun berkas. Pekerjaan ini rupanya juga mengundang stress. Kewajiban mengajar siswa agak terbengkalai atau agak terganggu.

Alhamdulillah, pada tanggal 17 Nopember 2015, 38 berkas PNS teman-temanku telah ditumpuk rapi di atas mejaku. Esoknya, aku bawa ke BKD dan menerima tanda terima berkas.

Pada tanggal 25 Nopember 2015 2015 aku menerima sms untuk mengambil honor verifikator level 1 di kantor BKD pada tanggal 26 Nopember 2015 pukul 08.00-15.00.

Takut hangus, sepulang sekolah aku tergopoh-gopoh menuju kantor BKD. Di depan ibu bendahara BKD, aku torehkan 3 kali tanda tangan di lembar penerimaan honor. Kuterima amplop putih polos yang nampak tebal dan berat. Keluar dari kantor BKD, amplop putih itu kuterawang ke langit. Tak lupa kucium juga. Hmmmuach.


Alhamdulillah, ternyata ada imbalan untuk kerja kerasku.


Kamis, 19 November 2015

PENDAMPINGAN PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013

Sebagai tindak lanjut dari In House Training (IHT) tentang Kurikulum 2013, pada hari Rabu, 18 Nopember 2015 dimulai kegiatan Pendampingan Pembelajaran Kurikulum 2013. Kegiatan ini berfungsi untuk melihat apakah Kurikulum 2013 telah benar-benar dipraktekkan dalam pembelajaran di kelas. Siapakah pendampingnya? Mereka adalah guru-guru yang telah dilatih untuk menjadi pendamping bagi sekolah-sekolah yang telah melaksanakan Kurikulum 2013. Tidak semua guru. Dalam satu Kabupaten hanya 2 atau 3 orang guru dan mereka tergabung dalam satu tim dengan guru-guru dari kabupaten lain yang terdekat. Guru pendamping ini pun tidak mewakili setiap pelajaran. Hanya terbagi dalam bidang umum, IPA, IPS, Bahasa, dan peminatan.

Sekolahku merupakan sekolah yang telah melaksanakan Kurikulum 2013 sejak 2 tahun yang lalu. Untuk itu, sekolahku menjadi sasaran pendampingan pembelajaran Kurikulum 2103 untuk kelas XII. Kegiatan pendampingan dilaksanakan selama 2 hari. Guru-guru pendamping berasal dari SMAN 1 Batang dan SMAN 1 Pekalongan. Bagiku kegiatan pendampingan ini seperti kegiatan PK (Penilaian Kegiatan) guru, sebuah kegiatan untuk menilai kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru. Bedanya PK guru dilakukan oleh rekan guru yang lebih senior di satu sekolah. Ini saja sudah membuatku dag dig dug. Apalagi, pendampingnya adalah guru dari sekolah lain. Tidak bisa tidak, pendampingan ini juga pasti ada unsur penilaian di dalamnya. Hufft...

Jadwal pendampingan untuk mata pelajaran lintas minat Bahasa Prancis adalah hari Rabu, 18 Nopember 2015 jam ke 7 dan 8 di Kelas XII IIS 3. Aku sebenarnya agak keberatan dengan jadwal tersebut tapi aku tak bisa berbuat apapun karena tak ada jam pagi selama dua hari ini. Jam 7 dan 8 adalah jam puncak kelelahan bagi siswa. Pada jam ini, aku harus ekstra energi untuk memperhatikan setiap tingkah siswaku. Selain itu, kelas XII IIS 3 terkenal dengan kelas “trouble-fête”(pembuat gaduh). Anak-anak di kelas ini terkenal over aktif. Ada anak yang hobinya pergi ke toilet langsung ke kantin, ada anak yang hobinya tidur di dalam kelas, ada anak yang mengikuti cara berpakaian gurunya, tak pernah dimasukkan. Walaupun tentu saja masih ada anak yang cool and actif.

Aku persiapkan secara matang kegiatan ini. Jangan sampai memalukan. Aku persiapkan RPP dan media pembelajaran berupa film serta program powerpoint. Aku juga berkonsultasi dengan Waka Kurikulum.

“Untuk pendampingan, apa harus materi baru atau boleh melanjutkan kegiatan pembelajaran minggu lalu? Soalnya, anak-anak minggu lalu melakukan presentasi  dan sekarang belum selesai” tanyaku kepada Bu Yeni, Waka Kurikulum.
“Lanjutkan saja Pak. Apa adanya saja,” jawab beliau.

Pada pukul 12.30, aku melangkahkan kakiku ke kelas XII IIS 3. Sebenarnya sudah molor seperempat jam karena seharusnya istirahat selesai pada pukul 12.15. Ini karena ada kegiatan sholat dluhur berjamaah di mushola pada waktu istirahat. Jadi, sudah dimaklumi dan menjadi adat kebiasaan, masuk kelasnya molor sampai jam 12.30. Tentu saja aku juga ikut sholat berjamaah dan berdoa dengan khusyuk demi kelancaran pendampingan ini. Dengan berdo’a aku menjadi mantap. Sampai di depan kelas, masih banyak siswa yang di luar kelas. Aku suruh mereka masuk. Aku persiapkan laptopku. Kunyalakan LCD yang sudah lama tergantung di tengah ruang kelas. Kutarik layar sampai menutupi whiteboard. Tepat sebelum kumulai, guru pendampingku datang. Beliau adalah Ibu Endah, guru Bahasa Inggris dari SMAN 1 Pekalongan. Aku tak perlu menyiapkan kursi untuk beliau sebelumnya. Aku sangat yakin, pasti ada kursi kosong. Dan benar, hari ini bahkan ada 2 kursi kosong.Kupersilahkan beliau duduk di depan. Tapi beliau memilih duduk di kursi paling belakang. Mungkin supaya tak mengganggu siswa atau mungkin supaya aku tak grogi. Entahlah.

Kumulai pelajaran. Seperti biasanya, salam sampai apersepsi kusampaikan dalam Bahasa Prancis. Sub tema pembelajaraanku saat ini adalah le touristique en Indonesie. Kemudian kulanjutkan dengan memutar ulang film yang minggu lalu telah kutanyangkan yaitu tentang Candi Prambanan. Kemudian kuulang pembacaan teks presentasi tentang Candi Prambanan.

Bonjour...
Bienvenu en Indonesie
Je m’appelle Basuki
Je veux vous presente la place touristique en Indonesia.
C’est Le temple Prambanan .
Il se trouve à Java Centre.
Il est construit a neufième siécle sous la dynastie Sanjaya.
Il est un magnifique temple.
C’est le temple Prambanan.
Merci beaucoup.

Suara merduku mendayu-dayu melafalkan kata demi kata Bahasa Prancis ini. Setelah itu, aku langsung melanjutkan dengan presntasi yang minggu kemarin telah dimulai. Sama sekali aku lupa menyampaikan “tujuan pembelajaran, Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar” dan lupa mengabsen siswa. Tuh kan, grogi.

Tanpa keributan seperti biasanya, satu per satu para siswa maju ke depan kelas untuk presentasi tentang Candi Prambanan menggunakan Bahasa Prancis. Aku heran, kali ini para siswa melakukan presentasi dengan semangat. Suaranya maksimal. Sementara yang menunggu giliran, tidak gaduh. Tak ada yang ke toilet, tak ada yang tidur, tak ada yang bajunya keluar. Semuanya rapi. Pasti sungkan dengan Bu Endah yang duduk di belakang. Situasi ini membuatku lega, sekaligus aku juga bisa dengan leluasa memberikan koreksi dan masukan terhadap presentasi yang mereka lakukan. Jadi, pradugaku selama ini salah. Ternyata mereka bisa menjadi anak-anak yang manis dan bersemangat dalam belajar.

Setelah selesai presentasi dan sebelum berpamitan, Bu Endah memberikan sepatah dua patah kata:

“Sangat sulit. Saya betul-betul tidak paham Bahasa Prancis yang terkenal indah ini. Beruntunglah kalian yang bisa mempelajarinya. Saya mau bertanya, sulit mana Bahasa Prancis dengan Bahasa Inggris?” tanya beliau
“Bahasa Inggriiiiissss.....,” jawab para siswa

Aku kaget dengan jawaban itu. Bu Endah lebih kaget. Beliau tidak siap dengan jawaban tersebut. Beliau juga aku sebenarnya menduga jawaban yang mereka berikan adalah bahwa Bahasa Inggris lebih mudah.

“Oh ya?” tanya bu Endah penasaran
“Iya bu, soalnya Bahasa Inggris tensesnya banyak banget dan susaaaahh,” jawab salah satu siswa

Aku hanya meringis dalam hati sambil menggumam, “Kamu tidak tahu nak kalau tenses Bahasa Prancis lebih rumit”. Metode pengajaran Bahasa Prancis yang tidak boleh mengajarkan grammaire ternyata membawa dampak Bahasa Prancis terasa lebih mudah dan lebih indah pastinya.


Nah kan?

Jumat, 13 November 2015

JENGKOL

Hari Jum’at tanggal 14 Nopember 2015 ini tidak ada Kegiatan Belajar Mengajar karena akan diadakan acara pelepasan mahasiswa PPL dari Unikal (Universitas Pekalongan). Kami, para guru, mengenakan seragam olahraga kaos hijau dan celana training hitam. Sedangkan para siswa mengenakan seragam olahraga biru tua.

Kegiatan pertama adalah jalan sehat mengitari dusun Krengseng, Rowobelang, dusun dimana sekolah kami berada. Jarak yang ditempuh sekitar 2 km. Melalui jalan desa yang sejuk dan hijau, kami berjalan santai sambil ngobrol dan bercanda. Satu jam kemudian kami telah sampai kembali di sekolah. Walaupun tak terlalu melelahkan, kegiatan ini lumayan telah membuat kami berkeringat.

Sebelum acara dilanjutkan, para siswa diberi kesempatan untuk beistirahat. Sedangkan para guru melakukan sarapan bersama. Sekardus nasi telor telah diletakkan di meja masing-masing. Aku belum berselera untuk memakannya karena sebelum berangkat tadi aku sudah sarapan. Sementara yang lain nampak menikmati nasi kardusnya. Aku memilih untuk melanjutkan pemberkasan pupns.

“Aku minta bu...aku minta,” teriak ibu-ibu di belakangku

Aku menengok. Ternyata mereka sedang memperebutkan sesuatu.

“Apa bu?” tanyaku kepada bu Wid.
“jengkol Pak, Bu Erni membawa semur jengkol, masak sendiri,” kata Bu Wid menerangkan.
“Wah, jadi pingin nih,” kataku

Segera kusambar kardus berukuran 20 x 20 yang masih teronggok di mejaku. Aku segera mengantri jengkol.

“Aku minta ya Bu,” kataku kepada Bu Erni sambil membuka kardusku. Sebuah toples segi empat warna kuning berukuran 30 x 15 penuh dengan semur jengkol yang baunya sudah sampai ke hidungku sejak tadi. Kuambil empat buah. Karena perutku masih terasa kenyang, untuk sementara kardus itu kututup kembali dan kuletakkan lagi di atas meja. Aku melanjutkan kembali pekerjaanku.

Bau semur jengkol yang menelusup lewat tutup kardus di depanku benar-benar mengganggu hidungku. Untuk menenangkan hidungku, kubuka kembali kardus itu. Kuambil satu dan kugigit pelan-pelan. Rasanya kenyal dan empuk. Aromanya semakin menyeruak, menggantung ke langit-langit. Antara mau lengket dan terjatuh. Bumbu coklat kekuning-kuningan meleleh di tepi lidahku. Menyengat.

“Enak tenan,” kataku dalam hati. Kutengok lagi kardusku. Tiga jengkol yang masih terkapar di atas nasi memanggil-manggil. Tanpa ba bi bu, kuabaikan rasa kenyang di perutku. Agar tak mengurangi orisinilitas rasa jengkol, telor mata sapi, krupuk dan peyek ikan asin terpaksa kusingkirkan.

Tak ada lima menit, 3 jengkol ludes. Sementara, nasinya masih setengah. Kutengok ke belakang. Sudah sepi. Aku intip masih ada toples kuning itu. Aku menuju sasaran. Kuambil 3 buah lagi.

“Luar biasa pagi ini,” kataku sambil meneguk segelas air putih, kemudian bersendawa.

Eits, tapi hati-hati. Efek jengkol juga luar biasa. Kutiup-tiup telapak tanganku dan kucium. Sudah terasa. Dengan demikian, aku harus menjaga jarak ketika berbicara dengan orang lain. Selain itu, aroma toilet akan semakin “semerbak”. Maka aku harus hati-hati ketika buang air kecil maupun besar. Banyak air yang harus kubuang untuk menyiram. Dan WC sekolah, pastilah tak bisa terhindar dari efek ini.

Di hall, lanjutan acara perpisahan PPL baru saja dimulai. Diawali acara pembuka berupa pertunjukan silat. Kemudian beberapa lagu mulai terdengar. Aku penasaran, betapa serunya acara tersebut. Untuk sementara pemberkasan kututup. Aku keluar dari ruang guru.

Belum lagi, pintu kubuka dengan sempurna, seorang siswa sudah berada di depanku.

“Maaf Pak, Bu Sri ada?” tanya dia
“Oh, tidak ada. Tadi keluar sebentar mau fotocopy,” jawabku tepat di depan wajahnya.

Mendapat jawabanku, wajahnya nampak menyeringai. Kemudian agak melengos seperti menghindari tamparan tapi agak tertahan. Setelah kembali ke posisi sedia kala, wajahnya agak pucat seperti terkena semburan ular kobra.


Aku tersadar. Efek jengkol telah memakan korban.

Senin, 09 November 2015

UKG

Jadwal Uji Kompetensi Guru (UKG) sudah keluar. Jadwalku adalah hari ini Senin, 9 Nopember 2010,gelombang 3 dari pukul 14.30 sampai pukul 16.30 di SMAN 1 Subah. Kartu peserta UKG juga sudah dibagikan. Ada 3 orang yang harus mengikuti UKG di sana: aku, Pak Agus dan Pak Rosidi.

Aku bersiap-siap. Kebetulan para siswa dipulangkan pukul 10.30. Jadi aku bisa membaca ulang materi UKG walaupun semalam aku sudah belajar sampai pukul 01.00. Kusiapkan juga kartuku jangan sampai ketinggalan. Motorku, bensinnya kupenuhi. Maklum, SMAN 1 Subah berjarak sekitar 40 km dari rumahku. Pasti butuh bahan bakar lumayan banyak. Sebenarnya aku ingin naik mobil. Tapi tahu sendiri kondisi jalan pantura yang sedang dalam perbaikan. Macetnya na’udzubillah.

Takut terjebak macet, aku berencana berangkat pukul 12.30. Setelah sholat dhuhur dan makan siang, aku siap meluncur. Aku siapkan PSHku (PSH: Pakaian Seragam Harian). Pakaian berwarna biru ini terbuat dari bahan yang tebal dan jahitannya dibuat semi jas. So... biarpun kelihatan gagah, pakaian ini menjadi berat dan panas.

Ah, tapi barangkali boleh memakai pakaian yang tidak sepanas PSH ini, maka pada pukul 12.34, aku kirimkan sebuah sms kepada Ibu Yeni, Waka Kurikulum, untuk menanyakan pakaian UKG.

“Maaf Bu Boss, mau nanya. Untuk mengikuti UKG sore pakai seragam apa?”

Sms yang sangat halus tentu saja. Tidak langsung ke sasaran tembak tapi makna dan maksudnya sangat tepat mengena. maksudnya, apakah kegiatan UKG juga memakai seragam PSH biru ini? Atau boleh memakai yang lain? Bukankah UKGku sudah di luar jam dinas? Sambil kipas-kipas kepanasan, kutunggu balasannya. 

Sepuluh menit berlalu, belum juga ada balasan. Aku gelisah.

“Oh..pasti sedang dirapatkan bersama Kepala Sekolah dan Para Waka yang lain,” batinku bicara.

Daripada terlambat, aku segera mengambil baju PSH biruku dan meluncur menuju Subah.
Tepat pukul 13.45 aku sampai di SMAN 1 Subah. Kulihat Pak Agus dan Pak Rosidi sudah sampai duluan. Kubuka HP. Ada kiriman sms dari Bu Yeni, terkirim pada pukul 12.57. Isinya adalah “pakai pakaian PSH biru spt pagi td pak boss”.

Ternyata hasil rapat memutuskan kegiatan UKG tetap memakai PSH biru. Untung aku memakai PSH biru juga.

#

Di depan laboratorium komputer, aku tanda tangan di daftar hadir. Rangkap 6. Banyak sekali.

“Maaf Bapak-Bapak Ibu-Ibu, untuk UKG gelombang 3 dimulai sekitar pukul 16.00 karena internet trouble,” kata salah seorang panitia.
“Oh Mon Dieu, lama nian”

Menunggu lama, aku dan Pak Agus mencari bakso di Pasar Subah, sekalian nanti mencari masjid untuk sholat asar. Soalnya air di masjid SMAN 1 Subah habis. Kenyang dengan semangkok bakso, kami kembali dan saatnya mengerjakan UKG.

Pukul 15.45 aku memasuki ruangan laboratorium komputer. Ruangan ini tak ber-AC. Hanya ada 2 kipas angin di atas dan 1 kipas angin duduk di depan. Aku duduk di kursi nomor 05, sudut kanan depan. Komputer sudah menyala dan sudah siap diisi dengan nomor peserta dan nomor validasi untuk login. Sebelum mengerjakan soal utama, kami diberi kesempatan untuk mengerjakan soal latihan selama 15 menit. 10 soal kukerjakan hanya dalam waktu 5 menit. Hasilnya 9 benar dan 1 salah. Hebat kan? Iya lah. Wong, soal latihannya: Siapakah pencipta lagu Indonesia Raya?, Apa warna yang tak ada dalam lagu Balonku? Apa singkatan UKG?

Masuk pada soal ujian. 60 butir soal pilihan ganda harus dikerjakan selama 120 menit. 18 belas soal pedagogik dan 42 soal kognitif aku lahap pelan-pelan. Aku nerveus melihat soal-soal yang tak kuduga. Hampir semua soal belum pernah aku lihat, apalagi kupelajari. Layar komputer di depanku seperti menerorku. Hitungan detik mundur di sudut kanan atas monitor semakin membuatku deg-degan. Kipas angin yang diletakkan persis di depanku tak bisa mendinginkan pikiranku. Detik-detik akhir “klik kirim”, jantungku berdebar. Waktu tersisa 20 menit. Aku teliti kembali. Sudah mantap. Sepertinya sudah betul semua.

“Klik” bunyi mouseku tepat di sebuah gambar tangan di kanan atas yang artinya “kirim”.
“Apakah Anda yakin?” Masih tanya lagi.
“Klik” ya.

Pedagogik           benar : 11            salah :  7
Kognitif               benar : 24            salah : 18

Kuhitung dengan kalkulator di hpku. 35/60*100. hasilnya 58,333. Sebuah angka yang minimalis.

KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah 55

Alhamdulillah, aku lulus.

Minggu, 08 November 2015

SISWAKU TINGGAL SEPAROH

Selesai sholat istisqo, aku pulang ke rumah untuk ganti pakaian. Dan aku segera ke sekolah untuk melaksanakan tugas. Karena seluruh siswa mengikuti sholat istisqo di alun-alun maka jam sekolah dimulai pukul 08.30. Jam pelajaran hari ini dipola waktu artinya jam pelajaran tetap 8 jam dan setiap jamnya dikurangi menjadi 35 menit.

Dengan langkah mantap, aku menuju kelas XI IIS 4. Sesampai di kelas, aku disambut riuh oleh para siswa.

“Kosong aja Pak, banyak yang tak berangkat,” kata mereka.
“Lha kok?” tanyaku penasaran, “ayo berdo’a dulu”

Setelah berdo’a, aku absen siswaku satu per satu. Hanya 18 anak yang berangkat dari 36 siswa.

“Pada kemana nih? Bukannya tadi ikut sholat istisqo semua?” tanyaku
“Iya Pak tadi waktu di alun-alun sih lengkap, tapi setelah selesai sholat pada pergi entah kemana”

Ternyata kasus ini tidak hanya menimpa kelasku. Kelas-kelas yang lain juga sama. Yang paling parah adalah kelas XII. Yang berangkat hanya 10-15 %. Kelas XI masih lumayan hanya 50 %. Dan kelas X tentu saja lengkap 100 %. Soalnya mereka masih takut membolos dan semoga selalu takut untuk membolos.

Demi menghadapi kelasku yang tinggal separoh, aku tidak memberi materi pelajaran karena aku tak mau mengulangi materi yang sama pada pertemuan yang akan datang. Untuk itu, aku hanya bercerita tentang pengalaman hidupku. 

Tumben, siswa-siswaku diam. Mereka betul-betul mendengarkan ceritaku dengan seksama. Tak seperti ketika mereka mendengarkan pelajaran.

Sabtu, 07 November 2015

SHOLAT ISTISQO

Hari Selasa 3 Nopember 2015 pukul 06.00 aku sudah berada di alun-alun Batang. Shaf depan telah penuh sehingga aku memilih shaf di belakang, persis di sebelah barat pohon beringin yang belum lama ambruk tapi dahannya telah dipotong dan batangnya yang masih menjuntai ke empat arah hanya ditopang dengan beberapa potong bambu. Kugelar dua lembar koran bekas. Di atasnya kugelar sajadah merah maron. Walaupun sudah terang namun matahari belum juga nampak. Langit terlihat cerah dengan beberapa onggok awan putih di sebelah utara. Orang-orang yang baru datang lalu lalang di depanku. Kakinya menyapu debu musim kemarau yang masih belum berlalu. Aku menutup hidungku untuk menghindari debu yang beterbangan.

“Mbok kalau pada jalan, kakinya diangkat dan pelan-pelan,” kataku dalam hati. Hanya dalam hati karena tak mungkin aku mengatakan kepada puluhan orang yang tak henti-hentinya lewat di depanku. Tentu saja, kata hatiku menjadi  sia-sia karena hidungku tetap kemasukan debu. Aku terbatuk dan bersin-bersin.

Lima puluh menit berlalu. Matahari mulai menampakkan batang hidungnya. Punggung para jama’ah yang berada di shaf depan mulai mendapatkan vitamin B. Punggungku terhalangi oleh pohon beringin untuk mendapatkan vitamin yang sangat bermanfaat ini. Dari speaker yang dipasang di beberapa sudut mengalun sholawat dan istighfar tak henti-henti. Para jama’ah masih larut mengikutinya. Acara sholat istisqo berjamaah belum juga dimulai (Kalau aku sudah berkata seperti ini artinya “lama sekali sih!”)

Pukul 07.00 datanglah Bapak Bupati beserta rombongan, sebagian berjubah. Mungkin ini para ulama dari Syiria itu. Mereka menempati shaf paling depan. Tak berlaku kalimat yang mengatakan bahwa yang datang belakang harus menempati shaf belakang. Soalnya, alun-alun kan tak ada pintunya. Jadi masuk dari mana saja, bebas. Termasuk dari depan (barat). Iya kan?

Diawali pidato oleh Bupati Batang Bp. Yoyok Riyo Sudibyo. Beliau berterima kasih kepada para jama’ah yang telah berkenan mengikuti sholat istisqo ini. Beliau juga bercerita panjang lebar tentang kondisi bangsa yang sedang dilanda kebakaran di mana-mana. Hampir setengah jam beliau berpidato dengan ditutup pesan untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat, jangan sampai terpecah oleh gerakan-gerakan yang megatasnamakan Islam.

Sholat istisqo dilaksanakan 2 raka’at dengan diawali takbir 7 kali pada rakaat pertama dan 5 kali pada rakaat kedua. Seperti tertulis di MMT besar di beberapa perempatan dan undangan yang disampaikan ke sekolah-sekolah dan masjid-masjid, sholat istisqo ini diimami oleh Sheikh Al Alamah Prof Dr. Rajab Deeb ulama dari Syiria.

Dilanjutkan dengan khotbah berbahasa Arab oleh ulama dari Syiria lainnya. Tentu saja aku paham dengan pembuka khotbahnya: salam, hamdalah dan sholawat. Tapi pada menit ke-5, aku sudah kehilangan makna. Tak ada satu pun kata-kata yang aku pahami. Setelah 20 menit berlalu, aku kembali paham: Istighafar, do’a yang biasa aku panjatkan juga, dan salam.

Jangan khawatir, khotbah ini diterjemahkan juga dalam Bahasa Indonesia oleh Usatdz Anang, pimpinan pondok pesantren Tazaka. Jadi, otakku tak perlu lagi berputar-putar pening. Inti dari khotbah adalah jangan saling membenci, jangan korupsi, jangan merusak, sabar, saling mengasihi dan menjaga persatuan agar Tuhan juga mengasihi manusia.

Kegiatan ini diakhiri dengan do’a. Tentu saja do’a minta hujan.

KUNJUNGAN PAK YOYOK

Sabtu 07 Nopember 2015 pukul 09.00 pagi

Saat aku sedang mengajar di kelas, tiba-tiba ada kehebohan di ujung lapangan. Para siswa berhamburan menuju sudut barat laut lapangan. Dari sela-sela jendela, aku menengok sebentar. Ada seseorang memakai peci putih dan berjubah abu-abu. Jalannya cepat, gerakannya lincah. Sosok itu nampak melihat-lihat gedung sekolah. Aku tak asing dengan wajahnya. Ya...Pak Yoyok Riyo Sudibyo, bupati Batang.

Siswa-siswaku yang sejak tadi tenang menjadi heboh juga dan berlarian keluar kelas menuju Pak Yoyok yang sekarang sudah memegang microphone.

“Assalamu’alaikum.”
“Apa kabar semua?”
“Baik...” jawab para siswa serempak.

Aku hanya terbengong-bengong di depan kelas. Sementara siswaku di dalam kelas telah habis. Aku hanya bertanya dalam hati, ngapain beliau datang ke sini? Jangan-jangan mau sidak. Tapi kok di lapangan. Kenapa tidak langsung ke kelas atau ke ruang guru atau ke ruang TU?

Sekarang beliau telah dikerumuni oleh para siswa. Aku menduga pasti sebentar lagi pasti mau menanyakan kepada  para siswa: “Kemarin lihat Pak Yoyok di tivi nggak?” atau “Sudah tahu belum kalau Pak Yoyok baru saja menerima Bung Hatta Anti Corrupton Award?” Ya beliau memang baru saja menjadi bintang nasional, menerima Bung Hatta Anti Corruption Award, tampil di Mata Najwa dan muncul di koran-koran nasional.

Ternyata prediksiku salah. Yang pertama ditanyakan adalah :

“Kalian kenal saya tidak?” Waduh, masih saja beliau ini nggak pede. Merasa dirinya belum dikenal orang. Untung saja para siswa menjawab:
“Kenaaaalllll...,” jawab mereka serempak.

Didampingi beberapa orang berseragam dinas, beliau rupanya ingin mengundang para siswa untuk menghadiri acara Pagelaran Seni dan Budaya, Pelopor Anti Narkoba 2015 yang akan dilaksanakan nanti malam di depan pendopo bupati.

“Saya tunggu kalian nanti malam, ba’da Isya. Banyak artis ibukota yang akan datang”
“Kami tidak bisa datang, nanti malam ada persami Pak,” jawab salah satu siswa

Sejenak Pak Yoyok tercenung. Pandangannya ke langit kosong. Mungkin hatinya bingung. Undangannya sia-sia. Atau mungkin beliau sedang menimbang-nimbang untuk menggunakan kewenangannya membatalkan kegiatan persami di sekolah demi suksesnya kegiatan di depan pendopo. Aku juga menebak seperti itu.

“Tapi hanya kelas dua Pak,” celetuk salah satu siswa.
“Oh, hanya kelas dua. Kalau begitu, siswa kelas dua besok akan dapat ceritanya saja,” kata beliau.
“Ahhhh,” sambut siswa kelas dua kecewa.

Untuk merepromosikan kegiatan nanti malam, beliau mengajak para siswa menyanyikan sebuah lagu:

“langsung ref ya..
Orang kaya mati
Orang miskin mati
Raja-raja mati
Rakyat biasa mati
Semua pergi menghadap Ilahi
Dunia yang dicari
Tak ada yang berarti”
Lagu “Dunia Hanya Sementara Akhirat Selamanya” ini nanti malam akan dinyanyikan oleh penyanyi aslinya. Pak Yoyok memperkenalkan Derry Sulaiman (sang penyanyi juga pengisi acara Ngopi Trans 7) yang berada disampingnya.

Usai menyanyi bersama ternyata Pak Yoyok masih memberi kejutan lagi. Beliau memanggil seseorang untuk keluar dari mobilnya. Reyhan Githa Umara, vokalis baru Kangen Band. Tentu saja para siswa semakin histeris. Reyhan menyanyikan sepotong lagunya diikuti para siswa yang tentu saja sangat antusias.

"Suaranya mak nyus tenan," batinku

Tidak sampai setengah jam. Setelah bersalaman dan berfoto-foto riang dengan beberapa siswa, beliau minta pamit. Kijang Inova hitam mengantar beliau pulang.


Bel pergantian pelajaran berbunyi, tapi aku masih terbengong-bengong di pinggir lapangan. Pagi yang mengejutkan ini belum berlalu.

Rabu, 04 November 2015

PAK YOYOK DI MATA NAJWA

Sama sekali tak menyangka, orang yang sering aku lihat berjalan kaki ke Masjid Agung Batang untuk sholat berjamaah, orang yang menyapa warga dengan pakaian casual (jeans dan kemeja /kaos), penggemar burung berkicau (kicau maniak), orang yang sama sekali tak pernah menampakkan ke-jabatan-nya, tadi malam muncul di Mata Najwa, sebuah acara di Metro TV yang dipandu oleh Najwa Shihab dalam tema Teladan Bung Hatta.

Aku juga tak menyangka bahwa saat mulai menjabat tahun 2012, pria kelahiran 23 April 1972 asal Bawang, Batang, lulusan Akademi Militer 1994 dan Sekolah Lanjutan Perwira 2004 ini membuat Surat Pernyataan Bupati Batang tidak meminta proyek dengan mengatasnamakan pribadi, keluarga, atau kelompok; membuat Pakta Integritas Pelaksana Kegiatan SKPD dalam pencegahan dan pemberantasan KKN.

Aku juga tak menyangka bahwa Festival Anggaran untuk memamerkan perencanaan anggaran memang upaya Pak Yoyok agar masyarakat ikut mengawasi jalannya pemerintahan secara transparan. 

Aku juga tak menyangka ternyata Pak Yoyok menggandeng Transparency International Indonesia, ICW dan KPK guna mendorong terciptanya pemerintah yang bersih.

Aku juga tak menyangka ternyata Kabupaten Batang telah menghemat Rp. 5-6 miliar, telah meningkatkan pendapatan daerah Rp. 14,4 miliar, dan telah melakukan efisiensi belanja pegawai Rp. 42,4 miliar.

Aku juga tak menyangka ternyata Pendapatan asli daerah (PAD) Batang yang pada tahun 2012 hanya Rp 67 miliar, pada tahun 2014, naik menjadi Rp 186 miliar

Aku juga tak menyangka ternyata Batang menjadi daerah pertama di Jawa Tengah dalam pencanangan zona integritas bebas korupsi.

Aku juga tak menyangka ternyata Pak Yoyok sudah mengantarkan Pemerintah Kabupaten Batang meraih penghargaan ISO 27001:2013 dari lembaga ACS Registrars Indonesia untuk Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) lelang barang dan jasa

Pantas saja Bapak Yoyok Riyo Sudibyo menerima penghargaan Bung Hatta Anti Corruption award 2015.


Aku selalu respek dengan orang yang berani jujur.

Jumat, 23 Oktober 2015

HIDUP TANPA TELEVISI

Setiap hari anakku Azam (7 tahun) berada di depan televisi. Pagi hari, sebelum berangkat ke sekolah, dia sudah menyalakan televisi. Siang hari, setibanya di rumah, pertama yang dicari adalah remote control televisi. Dia lupa semuanya, lupa pada laparnya, lupa pada mainannya, lupa pada sepedanya, lupa pada ikan peliharaannya, lupa pada teman-temannya yang berteriak-teriak memanggilnya di depan rumah.  Dia hanya tertarik pada Ipin-Upin, Spongebob, Oscar's Oasis, Larva Cartoon, Boboboy, Sopo Jarwo, Madun, Go BMX, dan terakhir adalah Superdede yang selesai pada pukul 21.30. Dia baru tidur pada pukul 22.00. Paginya, susaaaah bangun. Akibatnya, terlambat sekolah. O la la....

Sudah satu minggu,  televisi di rumah kami rusak. Kabel antenanya putus. Aku katakan padanya bahwa tidak ada toko yang menjual kabel antena semacam itu. Dan dia percaya.

Sekarang, kami hidup tanpa televisi. Anakku mulai beraktivitas dengan kegiatan-kegiatan lainnya. Walaupun awalnya berat karena aku dan ibunya harus menemaninya menggambar, belajar, membaca cerita, menggambar, dan mendongeng. Tapi itu membuat kami lebih dekat. Sepulang sekolah, dia juga sudah bisa bermain dengan teman-temannya, mencari buah-buah liar di kebun, salam, karsen, mlandingan, pete cina, mencari ikan, katak, kepiting di selokan.

Sekarang, anakku hidup normal.

VIVRE SANS TELEVISION

Toute la journée, mon fils, Azam (7 ans) est devant la télévision. Le matin, avant d’aller a l’école, il regarde la télévision. À midi, dés qu’il arrive à la maison, il cherche la télécomande pour allumer la télévision. Il oublie sa faim, oublie son velo, oublie ses poissons d’élevages, et oublie ses amis qui l’appelle fort devant la maison. Il ne pense queI-Upin, boboboy, Sopo Jarwo, Madun, Go BMX, Superdede et les autres sinetrons. Ça finit à 21.30. Après cela, il se brosse les dents, il fait le prière de Isya et finalement  il se couche à 22h.  Le matin, c’est très difficile à le réveiller. Consequemment, il va à l’école en retard. O la la..

Il y a une semaine, la télé est cassée. Le cable d’antenne est rompu. Je lui dit qu’il n’y a pas de magasin qui vend le substitut. Et il croit.

Maintenant, nous vivons sans télévision. Mon fils fait les autres activités, peindre, jouer avec ses amis, lire le livre, écouter les  histoires, chercher les fruits sauvages, salam, karsen, mlandingan, pete cina avec son bâton de bois le long de jardin et chercher les petits poissons, des crapauds, des crabes terrestres dans la rivière . Oui, il joue parfois le game dans le tablet ou l’ordinateur, mais pas toute la journée.


Maintenant il vit normalement.

Selasa, 23 Juni 2015

NILAI UN TAK DICANTUMKAN DI IJAZAH

Pagi tadi blanko ijazah untuk SMA telah turun. Tugasku sebagai pengelola nilai adalah meneliti kembali nilai yang akan dimasukkan ke dalam ijazah. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya yang mencantumkan nilai UN, ijazah tahun ini tak ada kolom nilai Ujian Nasional. Yang ada hanya nilai Raport dan Ujian Sekolah.

Untuk itu, tak ada alasan lagi, para siswa takut nilai Ujian Nasional mereka jelek. Tak ada lagi alasan untuk berbuat curang (mencontek) dalam Ujian Nasional karena takut nilai Ujian Nasional mereka yang terpampang di ijazah kurang memuaskan.

Ini pemberitahuan untuk peserta Ujian Nasional tahun depan. Jangan takut nilai Ujian Nasionalnya buruk. Berbuat jujurlah. Tak ada lagi yang perlu ditakutkan untuk berbuat jujur.

Minggu, 14 Juni 2015

MENJADI PEGAWAI PROVINSI

UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah telah disahkan pada tanggal 2 Oktober 2014. Di dalamnya terdapat perincian pembagian urusan Pemerintahan bidang pendidikan. Salah satunya adalah sub urusan manajemen pendidikan yang berisi :

a.    penetapan standar nasional pendidikan dan pengelolaan pendidikan tinggi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat;
b.   pengelolaan pendidikan menengah dan pendidikan khusus menjadi kewenangan Daerah Provinsi; dan
c.    pengelolaan pendidikan dasar, pendidikan anak usia dini, dan pendidikan nonformal menjadi kewenangan daerah kabupaten kota.

Dengan berlakunya undang-undang tersebut, semua guru di sekolah menengah dan sekolah khusus di wilayah Jawa Tengah dikabarkan akan menjadi pegawai provinsi. Walaupun realisasi undang-undang ini masih dalam tahap proses tapi undang-undang ini disambut gembira oleh para guru sekolah menengah termasuk aku karena kami akan menjadi pegawai provinsi dan tidak lagi menjadi pegawai kabupaten/ kota. Dengan menjadi pegawai provinsi, kami berharap kesejahteraan kami akan lebih meningkat.

Sudah diketahui umum bahwa pegawai pemerintah provinsi Jawa Tengah mempunyai hak untuk memperoleh TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai).

Dasar hukum pemberian tambahan penghasilan Pemprov Jateng awalnya tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2013 tanggal 21 Agustus 2013 yang diperbaharui dengan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 43 Tahun 2014 tentang besarnya TPP Pemprov Jateng yang berlaku sejak bulan September 2014 yaitu sebagai berikut:


Menggiurkan bukan ?