Matahari berdiri tegak tepat di atas ubun-ubunku. Hari ini
aku bersama teman-temanku akan belajar bersama di rumah Ano. Dari SMA-ku, aku berjalan kaki menyusuri trotoar melintasi pertokoan dan alun-alun. Akhirnya sampailah
aku di rumah Ano yang berada di sebelah selatan alun-alun. Teman-temanku telah
sampai duluan karena mereka naik sepeda motor. Nafasku tersengal, ubun-ubunku terbakar,
tenggorokanku kering. Aku memilih duduk di teras dekat pintu. Selain ada angin yang
semilir dari luar, shofa di ruang tamu sudah penuh.
“Ayo Bas, sudah dimulai dari tadi. Kamu sudah ketinggalan,”
kata Awin kepadaku
Aku mengeluarkan buku matematikaku, ada PR yang rencananya
dikerjakan bersama. Kulihat teman-temanku masih duduk-duduk sambil menikmati hidangan.
Setoples kacang dan sepiring kue serta beberapa botol yang berisi minuman.
“Katanya sudah mulai. Mana buku kalian?” tanyaku.
“Lha ini sudah mulai. Ayo lah ambil gelasnya nih,” kata Adi
sambil menyodorkan sebuah gelas besar kepadaku. Kemudian menuangkan minuman
hitam ke dalamnya.
“Wah, enak nih, hebat sekali minuman kalian anggur,” kataku
sambil hirup dalam-dalam aromanya. Tanpa basi-basi aku tenggak habis satu
gelas. Hausku berkurang. Kemudian aku kembali membuka-buka PR-ku. Kulihat tak
ada satupun teman-temanku yang mulai membuka buku. Mereka malah asyik ngobrol
sambil cekikikan.
“Hei, kapan mulainya? Ayo keluarin buku kalian!” ajakku
“Kamu kerjain aja dulu Bas, nanti kalau ada kesulitan kami
bantu,” jawab Eko
Aku sibuk mengerjakan PRku. Kubiarkan teman-temanku ngobrol.
“Biar saja mereka nggak jadi belajar bersama. Apa urusanku,
yang penting PRku selesai” kataku dalam hati. Aku takut tak mengerjakan PR, soalnya guru matematikaku terkenal killer.
Satu jam kemudian, aku sudah selesai mengerjakan 10 soal
yang harus dikumpulkan besok.
Kutengok teman-temanku. Mereka malah pada tiduran sambil
ketawa-ketawa, bergumam dan berdendang tak jelas.
“Mau ngerjakan PR nggak nih?” tanyaku.
Tak ada yang menyahut, tubuh mereka tak tegak lagi. Ada yang
sudah rebah di sofa dan terkapar di lantai sambil tertawa-tawa dan bergumam.
Aneh. Daripada seperti ini, lebih baik aku pulang. Kurapikan buku dan pulpenku.
Kulihat di meja masih ada minuman yang tersisa. Kuambil sebuah botol yang masih
tampak penuh. Kutuang lagi ke dalam gelasku. Kutenggak sampai habis.
“Aku pulang dulu ya,” teriakku. Tak ada yang menyahut. Kugendong
tasku. Kuberjalan kaki menuju tempat pemberhentian bus, sekitar 10 menit jalan
kaki dari rumah Ano.
#
Esok harinya di sekolah, teman-temanku bercerita tentang acara
kemarin siang di rumah Ano.
“Wih, asyik. Kamu sih nggak ikut, kita minum sampai fly,”
kata Eko kepada Rendra.
Ternyata acara kemarin adalah acara minum-minum alias
mabok-mabokan. Aku hanya bertanya-tanya, kenapa mabok-mabokan pakai jamu?
Yach, aku akrab sekali dengan minuman yang mereka gunakan
untuk mabok-mabokan. Anggur cap OT yang sering disebut AO adalah jamu. Ada
tulisan “jamu” di labelnya. Sejak 6 tahun yang lalu, tepatnya sejak kelas 5 SD, kakekku menyuruhku minum
minuman tersebut sebelum berangkat sekolah dan sebelum tidur.
“Untuk penghangat badan,” kata kakekku waktu itu.
Awalnya, hanya satu tutup botol atau se-sloki setiap minum.
Menginjak kelas 6 SD, meningkat 2 sloki. Sampai sekarang, satu gelas setiap
minum. Rasanya manis agak mint di lidah dan hangat di badan.
Ah, kere.... ternyata AO buat mabok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar