alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Selasa, 01 Desember 2015

SEBUAH CERPEN: MABOK AO

Matahari berdiri tegak tepat di atas ubun-ubunku. Hari ini aku bersama teman-temanku akan belajar bersama di rumah Ano. Dari SMA-ku, aku berjalan kaki menyusuri trotoar melintasi pertokoan dan alun-alun. Akhirnya sampailah aku di rumah Ano yang berada di sebelah selatan alun-alun. Teman-temanku telah sampai duluan karena mereka naik sepeda motor. Nafasku tersengal, ubun-ubunku terbakar, tenggorokanku kering. Aku memilih duduk di teras dekat pintu. Selain ada angin yang semilir dari luar, shofa di ruang tamu sudah penuh.

“Ayo Bas, sudah dimulai dari tadi. Kamu sudah ketinggalan,” kata Awin kepadaku

Aku mengeluarkan buku matematikaku, ada PR yang rencananya dikerjakan bersama. Kulihat teman-temanku masih duduk-duduk sambil menikmati hidangan. Setoples kacang dan sepiring kue serta beberapa botol yang berisi minuman.

“Katanya sudah mulai. Mana buku kalian?” tanyaku.
“Lha ini sudah mulai. Ayo lah ambil gelasnya nih,” kata Adi sambil menyodorkan sebuah gelas besar kepadaku. Kemudian menuangkan minuman hitam ke dalamnya.

“Wah, enak nih, hebat sekali minuman kalian anggur,” kataku sambil hirup dalam-dalam aromanya. Tanpa basi-basi aku tenggak habis satu gelas. Hausku berkurang. Kemudian aku kembali membuka-buka PR-ku. Kulihat tak ada satupun teman-temanku yang mulai membuka buku. Mereka malah asyik ngobrol sambil cekikikan.

“Hei, kapan mulainya? Ayo keluarin buku kalian!” ajakku
“Kamu kerjain aja dulu Bas, nanti kalau ada kesulitan kami bantu,” jawab Eko

Aku sibuk mengerjakan PRku. Kubiarkan teman-temanku ngobrol.

“Biar saja mereka nggak jadi belajar bersama. Apa urusanku, yang penting PRku selesai” kataku dalam hati. Aku takut tak mengerjakan PR, soalnya guru matematikaku terkenal killer.

Satu jam kemudian, aku sudah selesai mengerjakan 10 soal yang harus dikumpulkan besok.
Kutengok teman-temanku. Mereka malah pada tiduran sambil ketawa-ketawa, bergumam dan berdendang tak jelas.

“Mau ngerjakan PR nggak nih?” tanyaku.

Tak ada yang menyahut, tubuh mereka tak tegak lagi. Ada yang sudah rebah di sofa dan terkapar di lantai sambil tertawa-tawa dan bergumam. Aneh. Daripada seperti ini, lebih baik aku pulang. Kurapikan buku dan pulpenku. Kulihat di meja masih ada minuman yang tersisa. Kuambil sebuah botol yang masih tampak penuh. Kutuang lagi ke dalam gelasku. Kutenggak sampai habis.

“Aku pulang dulu ya,” teriakku. Tak ada yang menyahut. Kugendong tasku. Kuberjalan kaki menuju tempat pemberhentian bus, sekitar 10 menit jalan kaki dari rumah Ano.

#

Esok harinya di sekolah, teman-temanku bercerita tentang acara kemarin siang di rumah Ano.

“Wih, asyik. Kamu sih nggak ikut, kita minum sampai fly,” kata Eko kepada Rendra.

Ternyata acara kemarin adalah acara minum-minum alias mabok-mabokan. Aku hanya bertanya-tanya, kenapa mabok-mabokan pakai jamu?

Yach, aku akrab sekali dengan minuman yang mereka gunakan untuk mabok-mabokan. Anggur cap OT yang sering disebut AO adalah jamu. Ada tulisan “jamu” di labelnya. Sejak 6 tahun yang lalu, tepatnya sejak kelas 5 SD, kakekku menyuruhku minum minuman tersebut sebelum berangkat sekolah dan sebelum tidur.

“Untuk penghangat badan,” kata kakekku waktu itu.

Awalnya, hanya satu tutup botol atau se-sloki setiap minum. Menginjak kelas 6 SD, meningkat 2 sloki. Sampai sekarang, satu gelas setiap minum. Rasanya manis agak mint di lidah dan hangat di badan.


Ah, kere.... ternyata AO buat mabok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar