10 Oktober 2015 (Catatan untuk Kenangan)
Temanku Pak Supbechan jadi manten. Ia menikahi seorang putri
bernama Nana (sebut saja demikian). Akad nikah sudah dilaksanakan pada hari Rabu,
tanggal 7 Oktober 2015 di rumah mempelai perempuan di Batang. Sedangkan resepsi
diselenggarakan pada hari Sabtu, 10 Oktober 2015 pukul 10.00 di rumah mempelai
putra di Pageruyung, Kendal.
Karena itu, Ulangan Tengah Semester (UTS) 1 yang sedianya
diselenggarakan untuk 2 mata pelajaran sampai jam 12.00, hari ini
diselenggarakan hanya 1 mata pelajaran. Mata pelajaran ke-2 dialihkan ke hari
Senin.
Pukul 09.30 UTS telah usai, para siswa sudah pulang. Dua armada
bus telah menunggu di depan sekolah. Dua bus dengan kapasitas 35 tempat duduk ini
cukup untuk mengangkut sekitar 49 orang guru dan karyawan yang mau ikut. Bus
dipilih karena perjalanan yang akan ditempuh lumayan jauh, sekitar 2 jam
perjalanan.
Bapak dan ibu guru dan staf TU satu per satu masuk ke dalam
bus. Sebagai koordinator bus 2, aku menghitung dan mengabsen peserta. Lengkap 24
orang yang terdaftar di busku. Semuanya telah masuk dan duduk di kursinya
masing-masing. Tentu saja, mereka memilih kursi sendiri sesuai kehendak hati
dan kenyamanan. Tak ada tiket dan nomor kursi tapi tak berebut.
Tepat pukul 10.00 WIB bus berangkat. Perjalanan yang mengasyikkan tentunya karena melewati kota Bandar dan Blado yang bergunung-gunung dan jalannya berliku-liku. Sawah, ladang, sungai, dan hutan kami lalui. Angin sejuk menerobos jendela bus tanpa AC ini. Kami betul-betul menikmati perjalanan.
Tepat pukul 10.00 WIB bus berangkat. Perjalanan yang mengasyikkan tentunya karena melewati kota Bandar dan Blado yang bergunung-gunung dan jalannya berliku-liku. Sawah, ladang, sungai, dan hutan kami lalui. Angin sejuk menerobos jendela bus tanpa AC ini. Kami betul-betul menikmati perjalanan.
Di dalam undangan tertera acara resepsi mulai pukul 10.00. Dengan
perjalanan yang begitu jauh dan lama, aku yakin kami pasti terlambat. Acara pasti
sudah dimulai. Organ tunggal beserta penyanyi dangdutnya pasti sedang tampil.Tamu
undangan pasti sudah berdatangan. Stand berbagai jenis makanan dan minuman
pasti sedang diserbu oleh para tamu undangan. Celaka, aku pasti tak kebagian.
Pukul 11.50, sesuai denah yang disertakan di undangan, bus
telah memasuki desa tempat tinggal Pak Supbechan. Jalan sedikit sempit. Masih 3
km lagi untuk menuju dusun lokasi resepsi, melewati beberapa dusun. Banyak
tikungan, banyak perempatan. Tentu saja, aku harus turun naik bus untuk bertanya
arah kepada orang di pinggir jalan. Suatu saat bus berhenti di pertigaan jalan
di tengah sawah. Ada 2 belokan jalan. Tak ada yang tahu, ke kanan atau ke kiri.
Aku kembali turun untuk menanyakan arah. Tapi ini di tengah sawah, tak ada
orang. Ah, di belakang bus ada sebuah mobil Honda City warna krem. Barangkali
itu mobilnya orang sini. Pasti tahu arah ke dusun yang sedang kami tuju atau bahkan
mengenal nama Supbechan. Aku mendekati mobil yang ikut terjebak macet di
belakang bus-ku. Sebelum kuketuk kacanya untuk menanyakan arah, kaca telah
terbuka lebih dahulu.
“Lho kok Ibu?” tanyaku kaget. Ternyata bu Herry, istri
Kepala Sekolahku.
Dan kemudian kaca belakang juga dibuka.
“Lho kok mantennya di sini?” tanyaku lebih kaget melihat Pak
Supbechan dan istrinya ada di jok belakang. Masih dalam keterkejutanku dan tak
mungkin membahas rasa penasaranku labih lanjut, aku langsung bertanya:
“Ke kanan apa ke kiri nih?”
“Kanan,” jawab Pak Supbechan
Sampai di rumahnya, kami turun. Para tamu yang sudah hadir
berdiri menyambut kami. Pengantinnya juga turun dari mobil. Dengan diapit kedua
orang tua mempelai putri dan diringi gending (dari kaset), sang pranoto coro menyampaikan
pengantar untuk mengantarkan sang pengantin menuju singgasananya.
“Ini sih bukan menghadiri resepsi pernikahan tapi jujug
manten,” kataku dalam hati
Acara dimulai. Para tamu dipersilahkan duduk. Alhamdulillah,
ternyata kami belum terlambat dan stand makanan dan minuman masih penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar