alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Sabtu, 07 November 2015

SHOLAT ISTISQO

Hari Selasa 3 Nopember 2015 pukul 06.00 aku sudah berada di alun-alun Batang. Shaf depan telah penuh sehingga aku memilih shaf di belakang, persis di sebelah barat pohon beringin yang belum lama ambruk tapi dahannya telah dipotong dan batangnya yang masih menjuntai ke empat arah hanya ditopang dengan beberapa potong bambu. Kugelar dua lembar koran bekas. Di atasnya kugelar sajadah merah maron. Walaupun sudah terang namun matahari belum juga nampak. Langit terlihat cerah dengan beberapa onggok awan putih di sebelah utara. Orang-orang yang baru datang lalu lalang di depanku. Kakinya menyapu debu musim kemarau yang masih belum berlalu. Aku menutup hidungku untuk menghindari debu yang beterbangan.

“Mbok kalau pada jalan, kakinya diangkat dan pelan-pelan,” kataku dalam hati. Hanya dalam hati karena tak mungkin aku mengatakan kepada puluhan orang yang tak henti-hentinya lewat di depanku. Tentu saja, kata hatiku menjadi  sia-sia karena hidungku tetap kemasukan debu. Aku terbatuk dan bersin-bersin.

Lima puluh menit berlalu. Matahari mulai menampakkan batang hidungnya. Punggung para jama’ah yang berada di shaf depan mulai mendapatkan vitamin B. Punggungku terhalangi oleh pohon beringin untuk mendapatkan vitamin yang sangat bermanfaat ini. Dari speaker yang dipasang di beberapa sudut mengalun sholawat dan istighfar tak henti-henti. Para jama’ah masih larut mengikutinya. Acara sholat istisqo berjamaah belum juga dimulai (Kalau aku sudah berkata seperti ini artinya “lama sekali sih!”)

Pukul 07.00 datanglah Bapak Bupati beserta rombongan, sebagian berjubah. Mungkin ini para ulama dari Syiria itu. Mereka menempati shaf paling depan. Tak berlaku kalimat yang mengatakan bahwa yang datang belakang harus menempati shaf belakang. Soalnya, alun-alun kan tak ada pintunya. Jadi masuk dari mana saja, bebas. Termasuk dari depan (barat). Iya kan?

Diawali pidato oleh Bupati Batang Bp. Yoyok Riyo Sudibyo. Beliau berterima kasih kepada para jama’ah yang telah berkenan mengikuti sholat istisqo ini. Beliau juga bercerita panjang lebar tentang kondisi bangsa yang sedang dilanda kebakaran di mana-mana. Hampir setengah jam beliau berpidato dengan ditutup pesan untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat, jangan sampai terpecah oleh gerakan-gerakan yang megatasnamakan Islam.

Sholat istisqo dilaksanakan 2 raka’at dengan diawali takbir 7 kali pada rakaat pertama dan 5 kali pada rakaat kedua. Seperti tertulis di MMT besar di beberapa perempatan dan undangan yang disampaikan ke sekolah-sekolah dan masjid-masjid, sholat istisqo ini diimami oleh Sheikh Al Alamah Prof Dr. Rajab Deeb ulama dari Syiria.

Dilanjutkan dengan khotbah berbahasa Arab oleh ulama dari Syiria lainnya. Tentu saja aku paham dengan pembuka khotbahnya: salam, hamdalah dan sholawat. Tapi pada menit ke-5, aku sudah kehilangan makna. Tak ada satu pun kata-kata yang aku pahami. Setelah 20 menit berlalu, aku kembali paham: Istighafar, do’a yang biasa aku panjatkan juga, dan salam.

Jangan khawatir, khotbah ini diterjemahkan juga dalam Bahasa Indonesia oleh Usatdz Anang, pimpinan pondok pesantren Tazaka. Jadi, otakku tak perlu lagi berputar-putar pening. Inti dari khotbah adalah jangan saling membenci, jangan korupsi, jangan merusak, sabar, saling mengasihi dan menjaga persatuan agar Tuhan juga mengasihi manusia.

Kegiatan ini diakhiri dengan do’a. Tentu saja do’a minta hujan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar