alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Senin, 30 November 2015

TERUSIR

Langkahku dicegat siswa-siswaku di depan kelas. Mereka bergerombol menolakku masuk kelas.

“Pak, jangan masuk sih. Lihatlah semua kelas tak ada yang masuk,” seru salah satu siswa.
“Beri kami kesempatan seperti yang lain Pak, refresing, santai. Sebentar lagi kan test”, kata yang lain.

Dari lantai 2 ini memang terlihat jelas, semua siswa ada di luar kelas. Mereka duduk-duduk di depan kelas. Nampak tak ada guru yang masuk kelas. Padahal sudah 15 menit yang lalu jam istirahat selesai. Aku saja sudah merasa sangat terlambat. Di sebelah utara, tepatnya di aula terbuka sedang ada rapat komite untuk wali siswa kelas XI dan XII. Nampaknya rapat komite ini belum dimulai karena lagu "Aku Memilih Setia"nya Fathin Shidqia yang dinyanyikan oleh seorang siswa jelas terdengar sampai di depan kelas ini. Wali kelas XI dan kelas XII dan guru-guru yang menjadi panitia wajib menghadiri kegiatan tersebut. Aku sendiri karena bukan wali kelas XI atau XII dan juga bukan panitia, tak ada kewajiban untuk menghadiri kegiatan tersebut. Jadi aku tetap melaksanakan kewajibanku: mengajar. Oh, tapi kenapa aku sendirian yang mengajar? Kemana yang lain? Aku merasa dibiarkan terlunta-lunta. Oh nasib.

“Ya sudah, kita cerita-cerita saja di dalam kelas,” rayuku
“Nggak mau,” jawab siswa yang lain. Agaknya mereka bisa membaca pikiranku. Mereka tak mau terkena jebakan betmen. Disuruh masuk, katanya bercerita, ternyata pelajaran.

Aku tak berkutik. Aku benar-benar tak bisa masuk kelas. Tertahan oleh tubuh-tubuh siswaku yang kebetulan banyak yang overweight. Kondisi seperti ini sama sekali tak kondusif untuk mengajar. Sekali lagi, kupandang setiap kelas satu per satu, siapa tahu ada salah satu guru yang masuk kelas sehingga aku dapat berkomplot dengannya untuk memajukan pendidikan Indonesia. Aku punya alasan untuk menyuruh anak-anak ini masuk kelas. Mataku berputar. Nah, ada satu kelas yang pintunya tertutup. Nampaknya siswa-siswanya sudah masuk kelas dan tenang belajar di dalam. Ini bisa menjadi alasanku untuk merayu mereka masuk kelas.

“Lihat, kelas itu, yang di pojok itu, sangat rajin. Mereka sudah masuk kelas. Mereka tak terpengaruh dengan yang lain. Masa kalian tak mau mencontoh kelas itu, ayo masuk!” bujukku
“Yang mana Pak?” tanya mereka
“Itu yang di pojok kanan bawah, yang pintunya ditutup,” tunjukku.
“Itu lab komputer Pak, bukan kelas,” jawab mereka
“Ah iya, kenapa aku jadi pelupa seperti ini” kataku dalam hati. Aku semakin bingung.

“Ya sudah tugas saja,” kataku menyerah.

Aku yakin seyakin-yakinnya mereka mau diberi tugas, tapi aku juga yakin seyakin-yakinnya pasti tak dikerjakan.

“Iya Pak, horreee,” jawab mereka. Keyakinanku benar tho? Mereka gembira bukan karena tugasku tapi karena mereka akan segera melihatku enyah dari hadapan mereka.

“Buatlah presentasi dalam Bahasa Prancis tentang wisata lokal Gunung Bromo seperti kemarin,” kataku
“Siap Pak!” jawab mereka serempak

“Alaaaahh siap preeeet,” kataku dalam hati.


Aku melangkah lunglai kembali ke ruang guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar