Hari Jum’at tanggal 14 Nopember 2015
ini tidak ada Kegiatan Belajar Mengajar karena akan diadakan acara pelepasan
mahasiswa PPL dari Unikal (Universitas Pekalongan). Kami, para guru, mengenakan
seragam olahraga kaos hijau dan celana training hitam. Sedangkan para siswa
mengenakan seragam olahraga biru tua.
Kegiatan pertama adalah jalan
sehat mengitari dusun Krengseng, Rowobelang, dusun dimana sekolah kami berada. Jarak
yang ditempuh sekitar 2 km. Melalui jalan desa yang sejuk dan hijau, kami
berjalan santai sambil ngobrol dan bercanda. Satu jam kemudian kami telah
sampai kembali di sekolah. Walaupun tak terlalu melelahkan, kegiatan ini
lumayan telah membuat kami berkeringat.
Sebelum acara dilanjutkan, para
siswa diberi kesempatan untuk beistirahat. Sedangkan para guru melakukan sarapan bersama.
Sekardus nasi telor telah diletakkan di meja masing-masing. Aku belum berselera
untuk memakannya karena sebelum berangkat tadi aku sudah sarapan. Sementara yang
lain nampak menikmati nasi kardusnya. Aku memilih untuk melanjutkan pemberkasan
pupns.
“Aku minta bu...aku minta,”
teriak ibu-ibu di belakangku
Aku menengok. Ternyata mereka
sedang memperebutkan sesuatu.
“Apa bu?” tanyaku kepada bu Wid.
“jengkol Pak, Bu Erni membawa semur
jengkol, masak sendiri,” kata Bu Wid menerangkan.
“Wah, jadi pingin nih,” kataku
Segera kusambar kardus berukuran 20
x 20 yang masih teronggok di mejaku. Aku segera mengantri jengkol.
“Aku minta ya Bu,” kataku kepada
Bu Erni sambil membuka kardusku. Sebuah toples segi empat warna kuning berukuran
30 x 15 penuh dengan semur jengkol yang baunya sudah sampai ke hidungku sejak tadi.
Kuambil empat buah. Karena perutku masih terasa kenyang, untuk sementara kardus
itu kututup kembali dan kuletakkan lagi di atas meja. Aku melanjutkan kembali
pekerjaanku.
Bau semur jengkol yang menelusup
lewat tutup kardus di depanku benar-benar mengganggu hidungku. Untuk
menenangkan hidungku, kubuka kembali kardus itu. Kuambil satu dan kugigit
pelan-pelan. Rasanya kenyal dan empuk. Aromanya semakin menyeruak, menggantung ke
langit-langit. Antara mau lengket dan terjatuh. Bumbu coklat kekuning-kuningan meleleh
di tepi lidahku. Menyengat.
“Enak tenan,” kataku dalam hati. Kutengok
lagi kardusku. Tiga jengkol yang masih terkapar di atas nasi memanggil-manggil.
Tanpa ba bi bu, kuabaikan rasa kenyang di perutku. Agar tak mengurangi
orisinilitas rasa jengkol, telor mata sapi, krupuk dan peyek ikan asin terpaksa
kusingkirkan.
Tak ada lima menit, 3 jengkol
ludes. Sementara, nasinya masih setengah. Kutengok ke belakang. Sudah sepi. Aku
intip masih ada toples kuning itu. Aku menuju sasaran. Kuambil 3 buah lagi.
“Luar biasa pagi ini,” kataku
sambil meneguk segelas air putih, kemudian bersendawa.
Eits, tapi hati-hati. Efek
jengkol juga luar biasa. Kutiup-tiup telapak tanganku dan kucium. Sudah terasa. Dengan demikian, aku harus menjaga jarak ketika berbicara dengan orang lain.
Selain itu, aroma toilet akan semakin “semerbak”. Maka aku harus hati-hati
ketika buang air kecil maupun besar. Banyak air yang harus kubuang untuk
menyiram. Dan WC sekolah, pastilah tak bisa terhindar dari efek ini.
Di hall, lanjutan acara perpisahan
PPL baru saja dimulai. Diawali acara pembuka berupa pertunjukan silat. Kemudian
beberapa lagu mulai terdengar. Aku penasaran, betapa serunya acara tersebut.
Untuk sementara pemberkasan kututup. Aku keluar dari ruang guru.
Belum lagi, pintu kubuka dengan
sempurna, seorang siswa sudah berada di depanku.
“Maaf Pak, Bu Sri ada?” tanya dia
“Oh, tidak ada. Tadi keluar
sebentar mau fotocopy,” jawabku tepat di depan wajahnya.
Mendapat jawabanku, wajahnya
nampak menyeringai. Kemudian agak melengos seperti menghindari tamparan tapi
agak tertahan. Setelah kembali ke posisi sedia kala, wajahnya agak pucat
seperti terkena semburan ular kobra.
Aku tersadar. Efek jengkol telah
memakan korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar