alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Kamis, 19 November 2015

PENDAMPINGAN PEMBELAJARAN KURIKULUM 2013

Sebagai tindak lanjut dari In House Training (IHT) tentang Kurikulum 2013, pada hari Rabu, 18 Nopember 2015 dimulai kegiatan Pendampingan Pembelajaran Kurikulum 2013. Kegiatan ini berfungsi untuk melihat apakah Kurikulum 2013 telah benar-benar dipraktekkan dalam pembelajaran di kelas. Siapakah pendampingnya? Mereka adalah guru-guru yang telah dilatih untuk menjadi pendamping bagi sekolah-sekolah yang telah melaksanakan Kurikulum 2013. Tidak semua guru. Dalam satu Kabupaten hanya 2 atau 3 orang guru dan mereka tergabung dalam satu tim dengan guru-guru dari kabupaten lain yang terdekat. Guru pendamping ini pun tidak mewakili setiap pelajaran. Hanya terbagi dalam bidang umum, IPA, IPS, Bahasa, dan peminatan.

Sekolahku merupakan sekolah yang telah melaksanakan Kurikulum 2013 sejak 2 tahun yang lalu. Untuk itu, sekolahku menjadi sasaran pendampingan pembelajaran Kurikulum 2103 untuk kelas XII. Kegiatan pendampingan dilaksanakan selama 2 hari. Guru-guru pendamping berasal dari SMAN 1 Batang dan SMAN 1 Pekalongan. Bagiku kegiatan pendampingan ini seperti kegiatan PK (Penilaian Kegiatan) guru, sebuah kegiatan untuk menilai kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru. Bedanya PK guru dilakukan oleh rekan guru yang lebih senior di satu sekolah. Ini saja sudah membuatku dag dig dug. Apalagi, pendampingnya adalah guru dari sekolah lain. Tidak bisa tidak, pendampingan ini juga pasti ada unsur penilaian di dalamnya. Hufft...

Jadwal pendampingan untuk mata pelajaran lintas minat Bahasa Prancis adalah hari Rabu, 18 Nopember 2015 jam ke 7 dan 8 di Kelas XII IIS 3. Aku sebenarnya agak keberatan dengan jadwal tersebut tapi aku tak bisa berbuat apapun karena tak ada jam pagi selama dua hari ini. Jam 7 dan 8 adalah jam puncak kelelahan bagi siswa. Pada jam ini, aku harus ekstra energi untuk memperhatikan setiap tingkah siswaku. Selain itu, kelas XII IIS 3 terkenal dengan kelas “trouble-fête”(pembuat gaduh). Anak-anak di kelas ini terkenal over aktif. Ada anak yang hobinya pergi ke toilet langsung ke kantin, ada anak yang hobinya tidur di dalam kelas, ada anak yang mengikuti cara berpakaian gurunya, tak pernah dimasukkan. Walaupun tentu saja masih ada anak yang cool and actif.

Aku persiapkan secara matang kegiatan ini. Jangan sampai memalukan. Aku persiapkan RPP dan media pembelajaran berupa film serta program powerpoint. Aku juga berkonsultasi dengan Waka Kurikulum.

“Untuk pendampingan, apa harus materi baru atau boleh melanjutkan kegiatan pembelajaran minggu lalu? Soalnya, anak-anak minggu lalu melakukan presentasi  dan sekarang belum selesai” tanyaku kepada Bu Yeni, Waka Kurikulum.
“Lanjutkan saja Pak. Apa adanya saja,” jawab beliau.

Pada pukul 12.30, aku melangkahkan kakiku ke kelas XII IIS 3. Sebenarnya sudah molor seperempat jam karena seharusnya istirahat selesai pada pukul 12.15. Ini karena ada kegiatan sholat dluhur berjamaah di mushola pada waktu istirahat. Jadi, sudah dimaklumi dan menjadi adat kebiasaan, masuk kelasnya molor sampai jam 12.30. Tentu saja aku juga ikut sholat berjamaah dan berdoa dengan khusyuk demi kelancaran pendampingan ini. Dengan berdo’a aku menjadi mantap. Sampai di depan kelas, masih banyak siswa yang di luar kelas. Aku suruh mereka masuk. Aku persiapkan laptopku. Kunyalakan LCD yang sudah lama tergantung di tengah ruang kelas. Kutarik layar sampai menutupi whiteboard. Tepat sebelum kumulai, guru pendampingku datang. Beliau adalah Ibu Endah, guru Bahasa Inggris dari SMAN 1 Pekalongan. Aku tak perlu menyiapkan kursi untuk beliau sebelumnya. Aku sangat yakin, pasti ada kursi kosong. Dan benar, hari ini bahkan ada 2 kursi kosong.Kupersilahkan beliau duduk di depan. Tapi beliau memilih duduk di kursi paling belakang. Mungkin supaya tak mengganggu siswa atau mungkin supaya aku tak grogi. Entahlah.

Kumulai pelajaran. Seperti biasanya, salam sampai apersepsi kusampaikan dalam Bahasa Prancis. Sub tema pembelajaraanku saat ini adalah le touristique en Indonesie. Kemudian kulanjutkan dengan memutar ulang film yang minggu lalu telah kutanyangkan yaitu tentang Candi Prambanan. Kemudian kuulang pembacaan teks presentasi tentang Candi Prambanan.

Bonjour...
Bienvenu en Indonesie
Je m’appelle Basuki
Je veux vous presente la place touristique en Indonesia.
C’est Le temple Prambanan .
Il se trouve à Java Centre.
Il est construit a neufième siécle sous la dynastie Sanjaya.
Il est un magnifique temple.
C’est le temple Prambanan.
Merci beaucoup.

Suara merduku mendayu-dayu melafalkan kata demi kata Bahasa Prancis ini. Setelah itu, aku langsung melanjutkan dengan presntasi yang minggu kemarin telah dimulai. Sama sekali aku lupa menyampaikan “tujuan pembelajaran, Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar” dan lupa mengabsen siswa. Tuh kan, grogi.

Tanpa keributan seperti biasanya, satu per satu para siswa maju ke depan kelas untuk presentasi tentang Candi Prambanan menggunakan Bahasa Prancis. Aku heran, kali ini para siswa melakukan presentasi dengan semangat. Suaranya maksimal. Sementara yang menunggu giliran, tidak gaduh. Tak ada yang ke toilet, tak ada yang tidur, tak ada yang bajunya keluar. Semuanya rapi. Pasti sungkan dengan Bu Endah yang duduk di belakang. Situasi ini membuatku lega, sekaligus aku juga bisa dengan leluasa memberikan koreksi dan masukan terhadap presentasi yang mereka lakukan. Jadi, pradugaku selama ini salah. Ternyata mereka bisa menjadi anak-anak yang manis dan bersemangat dalam belajar.

Setelah selesai presentasi dan sebelum berpamitan, Bu Endah memberikan sepatah dua patah kata:

“Sangat sulit. Saya betul-betul tidak paham Bahasa Prancis yang terkenal indah ini. Beruntunglah kalian yang bisa mempelajarinya. Saya mau bertanya, sulit mana Bahasa Prancis dengan Bahasa Inggris?” tanya beliau
“Bahasa Inggriiiiissss.....,” jawab para siswa

Aku kaget dengan jawaban itu. Bu Endah lebih kaget. Beliau tidak siap dengan jawaban tersebut. Beliau juga aku sebenarnya menduga jawaban yang mereka berikan adalah bahwa Bahasa Inggris lebih mudah.

“Oh ya?” tanya bu Endah penasaran
“Iya bu, soalnya Bahasa Inggris tensesnya banyak banget dan susaaaahh,” jawab salah satu siswa

Aku hanya meringis dalam hati sambil menggumam, “Kamu tidak tahu nak kalau tenses Bahasa Prancis lebih rumit”. Metode pengajaran Bahasa Prancis yang tidak boleh mengajarkan grammaire ternyata membawa dampak Bahasa Prancis terasa lebih mudah dan lebih indah pastinya.


Nah kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar