“Seandainya kita sudah memakai
seragam dan atribut begini rapi setiap hari, ndilalah suatu hari ada
sidak dan kita lupa memakai atribut ini. Apa yang kita lakukan?” tanya salah
satu rekanku diruang guru, “terus kita dipanggil oleh kepala dinas, diberi
peringatan, disuruh menandatangani surat pernyataan, diberi sanksi dan
dimutasi,” lanjutnya
“Apes itu namanya,” jawab salah
satu rekanku yang lain.
Pembicaraan ini mencuat di ruang
guru karena minggu-minggu ini adalah musim sidak (inspeksi mendadak). Sudah ada
beberapa sekolah yang disidak. Siapa yang menyidak? Siapa lagi kalau bukan kepala
dinas pendidikan kabupaten. Minggu kemarin pengawas sekolah memerlukan diri
untuk mem-briefing seluruh guru. Tentu, bapak pengawas tidak mau kehilangan
muka, ketika anak buahnya (yang berada di bawah pengawasannya) disidak ternyata
banyak kekurangan dan pelanggaran. Hal yang menjadi perhatian utama dalam
briefing tersebut adalah pakaian seragam beserta atribut dan kedisiplinan guru.
Sehari pasca briefing, kami
memakai seragam sesuai dengan ketentuan yang berlaku disertai atribut lengkap
di dada. Hari Senin dan Selasa memakai PSH biru, hari Rabu memakai lurik, hari
Kamis memakai Batik yang sekolah, hari Jum’at memakai batik bebas dan hari
Sabtu memakai pakaian PGRI. Setiap pakaian ini harus digantungi atribut berupa
lambang korpri di dada kiri, papan nama di dada kanan, serta ID card alias kartu
identitas dengan foto menggantung di leher.
Kami juga lebih disiplin. Pukul
07.00 ruang guru telah ramai. Obrolan pagi hari sebelum bel masuk, masih
seputar sidak. Kami berdebar-debar dan harap-harap cemas. Setiap ada mobil
asing singgah di halaman sekolah, debar jantung kami semakin kerap. Jangan-jangan
ada inspeksi. Padahal mobil wali siswa yang mengantar anaknya ke sekolah.
Kegiatan dari
hari ke hari dipenuhi dengan hati-hati. Setiap saat, kami meneliti pakaian dan atribut
kami. Jangan sampai salah kostum atau tanpa atribut. Kami tidak mau tertimpa
kemungkinan yang paling buruk: dipanggil, diberi surat peringatan, diberi
sanksi dan dimutasi. Oh..no.
Seminggu dua minggu kami memakai
pakaian dan atribut lengkap. Yang ditunggu-tunggu tak datang juga. Minggu
ketiga bahkan telah berlalu, tak ada tanda-tanda akan ada sidak. Berita sidak dari
sekolah lain pun mulai menurun. Rupanya sekolah kami tak perlu disidak. Atau
terlewati. Kami mulai tenang. Detak jantung kembali teratur. Aktifitas kembali
seperti semula. Kehidupan kembali normal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar