Suatu hari aku menyampaikan tugas salah satu guru kepada para
siswa:
“Anak-anak, karena hari ini Bapak A sedang sakit dan tidak
bisa hadir, maka beliau meminta kalian untuk mengerjakan tugas di LKS,” kataku
“Alhmadulillah,” jawab mereka
Beberapa hari yang lalu, aku juga mengumumkan:
“Anak-anak, saya sampaikan kabar duka. Innalillahi wainna
ilaihi roji’uun. Telah meninggal dunia suami dari Ibu N. Rencana pemakaman pada pagi
hari ini pukul 10.00. Karena Bapak Ibu guru akan takziyah, maka kalian
diperbolehkan pulang dan belajar di rumah.”
“Alhamdulillah,” jawab mereka
Aku mengelus dada. Betapa sedihnya menjadi seorang guru.
Sakitnya dan dukanya selalu menjadi kegembiraan dan syukuran bagi siswa. Siapa yang salah? Apakah mereka tak pernah diajari untuk mengucapkan kalimat
selain kalimat hamdalah? Atau memang mereka yang senantiasa menjadi manusia
yang bersyukur?
Maka, kutanamkan dalam tekadku, seandainya aku sakit dan
berhalangan untuk mengajar maka aku tak akan memberitahukan bahwa aku sakit.
Aku akan membuat surat ijin dengan alasan pergi piknik dan wisata. Kemudian aku akan memberikan tugas kepada
para siswa yaitu:
- Mengerjakan tugas untuk 2 hari yang harus dikerjakan selama 2 x 45 menit.
- Tidak boleh mencontek dan akan dipantau melalui CCTV
- Bagi siapa yang mencontek dipastikan tidak naik kelas
- Tugas ini dianggap ulangan dan nilainya menentukan kenaikan kelas.
- Ditulis rapi dan tidak boleh ada coretan /bekas tip-ex sedikit pun.
Pasti mereka akan belajar mengucapkan: “Inalillahi wainna ilaihi roji’un.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar