alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Kamis, 12 Februari 2015

DEMI MERTUA

Demi mertuaku yang sakit-sakitan, motor yang dibawa istriku kukembalikan.
Mungkin awalnya sebagai tanda sayang orang tua kepada anaknya, motor satu-satunya di rumah diserahkan ke istriku setelah kami pindah ke kota lain. Satu tahun kami pindah, mertuaku mulai sakit-sakitan. Karena beliau hanya berdua di rumah, maka tak ada orang yang diandalkan untuk menolong kecuali para tetangga. Mengantar ke dokter, membelikan obat, memanggil tukang pijat, dan aktvitas kesehatan lainnya sangat tergantung kepada tetangga. Kendalanya, ketika tetangga dimintai tolong untuk mengantar ke dokter misalnya, mereka juga harus sekalian meminjam motor karena di rumah mertuaku sudah tak ada motor. Ketika mendengar kabar tersebut, aku langsung minta istriku untuk mengikhlaskan motornya. Alhamdulillah, dia ikhlas.

"Nanti biar aku beli sepeda saja Ma," kataku kepada istriku.

Untuk waktu cepat, kemungkinan yang paling realistis adalah beli sepeda. Selain tidak membutuhkan dana besar, juga anti polusi dan menyehatkan. Sekolahku juga tak terlalu jauh, hanya 2 km ke arah selatan.

Motor pun kuantar ke rumah mertua di Kebumen. Dan di rumahku sekarang hanya ada 1 motor. Aku harus siap antar jemput istri dan anak-anakku setiap hari. Tempat kerja istri sekitar 3 km dari rumah ke arah utara. Sekolah anak pertamaku sekitar 2 km ke arah timur. Sekolah anak keduaku sekitar 2 km ke arah selatan.

Beberapa hari kemudian aku mulai berprofesi ganda, selain menjadi guru juga menjadi tukang ojek istri dan anak-anakku. Setelah beberapa hari profesi ini aku jalankan dan aku mulai lelah, belum juga ada dana untuk membeli sepeda. Kelihatannya murah, cukup dengan uang 1 juta dapat beli sepeda tapi nyatanya uang satu juta pun belum ada.

"Ya Alloh, berilah hambamu rizki untuk membeli sepeda," itu do'aku setiap malam.

Pada hari ke-10, doaku dikabulkan. Ibuku meneleponku:

"Rumahmu yang depan dibongkar saja. Dibuat garasi. Soalnya Om-mu mau mengirim mobil ke rumahmu."

Bagai petir di siang bolong, aku terbengong-bengong.

"Ya Alloh, Engkau Maha Pemurah. Aku hanya minta sepeda, Engkau beri aku mobil. Masya Alloh, Allohu Akbar," kataku dalam hati

Mungkin Tuhan pun menjawab. "Enak saja kau minta sepeda. Kau egois. Kau mau enak sendiri. Lha yang mau ngantar anak-anakmu sekolah siapa? Istrimu kah? Terlalu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar