Pada tanggal tahun 2009, aku mengikuti pendaftaran tes CPNS. Umurku saat itu 34, batas terakhir untuk mendaftar tes karena tahun 2010 umurku sudah lebih dari 35. Formasi yang aku daftar adalah guru Bahasa Perancis di Kabupaten Batang. Dibutuhkan hanya 1 orang.
Sebenarnya pada saat pendaftaran aku dalam keadaan sakit tipus. Istriku yang berperan untuk mengisi formulir pendaftaran lewat internet dengan alamat www.cpns.jatengprov.go.id yang dibuka dari tanggal 30 Oktober sampai dengan 9 Nopember 2009 pukul 24.00. Setelah berhasil mendaftar dan menge-print formulir pendaftaran, kemudian formulir tersebut dikirim bersama dengan surat lamaran, pas foto 4 x 6 dan fotocopy ijazah S1 + Akta IV legalisir. Dan istriku sempat kesal juga karena menulis surat lamarannya sampai 5 kali. Dan itu pun terbalik. Kertas folio berisi 2 lembar atau 4 halaman. Istriku menulis di halaman 1. Karena suratnya panjang dan tidak cukup satu halaman maka dilanjutkan ke halaman berikutnya. Seharusnya dilanjutkan ke halaman ke 3 agar tidak bolak-balik dalam 1 lembar kertas. Tapi istriku menulis di halaman ke 4. Jadi, ketika kulipat, aku bingung. Akhirnya kertas folio itu kulipat dengan semua tulisan berada di tengah. Artinya, halaman ke-1 berubah menjadi halaman ke-3 dan halaman ke-4 berubah menjadi halaman ke-2. Bingung kan? di praktikkan saja pakai kertas folio sebenarnya, nanti paham. Dan yang terjadi adalah surat tersebut menjadi ditulis dari halaman ke-3 berlanjut ke halaman ke-2. Kayak Al-Qur'an persis. Ketika kusuruh mengganti lagi, dia bilang:
"Ganti saja sendiri. Tanganku sudah capek"
Dalam keadaan badan masih menggigil, aku mencoba menulis, ternyata tanganku gemetar, pulpenku bergoyang-goyang. Sama sekali gagal. Akhirnya tulisan terakhir istriku itulah yang kutempeli materai 6.000 dan kububuhkan tanda tangan di atasnya. Ini juga salah. Aku baru tahu aku telah melakukan kesalahan setelah berkas itu dikirim via pos. Ternyata dalam aturan baku, surat lamaran tak perlu memakai materai.
"Biar diterima lah," kataku dalam hati membela diri.
Sebulan kemudian aku mendapatkan surat panggilan bersama kartu ujian untuk mengikuti tes seleksi. Aku membeli contoh-contoh soal tes CPNS, UUD 45, UU tentang partai politik, UU tentang pemilu, UU tentang guru dan dosen, UU tentang otonomi daerah, UU Sisdiknas, berbagai peraturan pemerintah, buku tetang susunan pemerintahan. Aku menghabiskan Rp. 315.000,- untuk berbelanja buku. Aku hapalkan pasal-pasal UUD 1945 beserta ayat-ayatnya. Kuhapalkan nama-nama menteri. Aku pelajari semua buku tersebut.
Walaupun demikian aku tidak berharap banyak dengan pendaftaran ini. Pendaftar yang berhasil lolos administrasi sebanyak 80 orang terdiri dari lulusan Pendidikan Bahasa Perancis sebanyak 74 orang dan Sastra Perancis + akta IV sebanyak 6 orang. Aku termasuk di antara 6 orang tersebut. Aku menyadari umur sangat berpengaruh dalam metabolisme otak. Daya serap otakku sudah terbatas. Aku hanya bisa berusaha dan berdo'a.
Pada tanggal 6 Desember 2009 aku akan mengikuti tes yang diselenggarakan di SMP Negeri 4 Batang. Aku sengaja datang sehari sebelumnya karena aku belum tahu daerah Batang. Perjalanan dari Kebumen pukul 9 pagi menggunakan bus sampai Batang pukul 17.00. Sore itu juga aku langsung menuju lokasi tes untuk memastikan aku tidak tersesat ke tempat lain. Setelah mengetahui lokasi SMP N 4 Batang, aku mencari hotel untuk menginap. Beberapa hotel yang aku datangi ternyata penuh. Ada satu hotel yang masih tersisa satu kamar VIP yaitu hotel Yudistira, di jalan Jenderal Sudirman atau jalan Pantura, sekitar 5 km dari SMP N 4 Batang. Kamar berisi 2 bed, televisi layar cembung 29' dan AC itu harus aku bayar dengan 350 ribu di muka. Begitu lelahnya, jam 20.00 malam aku sudah tertidur.
Pagi jam 07.00 aku berangkat menuju lokasi. Benar saja, para peserta tesnya masih muda-muda, cantik-cantik dan tampan-tampan. Pasti banyak yang baru lulus kuliah. Aku merasa minder dan grogi melihat mereka. Otak mereka pasti masih encer. Aku berusaha rileks sambil membaca ulang soal-soal tes CPNS. Pada pukul 07.45 bel masuk berbunyi. Mungkin sudah adatnya orang bingung, nerveus, capek, KTP asliku sebagai syarat mengikuti tes ternyata masih ditahan di resepsionist hotel sebagai syarat ceck-in. Aku benar-benar gugup. Aku segera minta tolong ke tukang parkir untuk mengantarku ke hotel mengambil KTP. Dengan kecepatan tinggi, Pak Tukang Parkir yang ternyata adalah salah satu staf TU SMP N 4 Batang mengantarku ke hotel Yudistira. Jadilah beliau menjadi tukang ojek dadakan. Sampai di hotel KTPku tak boleh diminta sebelum ceck out, akhirnya aku ceck out saat itu juga. Tas yang ada di kamar hotel aku bawa sekalian ke SMP N 4. Aku terlambat 10 menit dan bersyukur karena masih diperbolehkan mengikuti tes. Tasku kutitipkan di Ruang TU.
Oh..iya. Pak Ojek dadakan tadi aku beri ongkos Rp. 50.000. Menurutku terlalu banyak. Wah, ternyata bakhil juga diriku ini. Tapi karena di dompetku hanya ada uang pecahan 50 ribuan, bismillah aku berikan juga dengan niat sekalian shodaqoh.
Masih dengan nafas ngos-ngosan aku buka soal tes. Oh My God. Soal berjumlah 200 sebagian besar adalah masalah fiskal dan moneter. Otakku benar-benar blank. Tak ada yang aku ketahui tentang makhluk bernama fiskal dan moneter ini. Aku kerjakan soal-soal tersebut dengan lebih banyak menggunakan instink. Pada pukul 09.00 sudah mulai ada yang selesai. Satu per satu peserta mulai keluar. Aku bertambah gugup. Keringatku mengucur deras karena masih banyak soal yang belum aku kerjakan. Pukul 09.30 benar-benar tinggal aku sendiri bersama Pak Pengawas. Untung saja, Pak Pengawas berkata: "Selesaikan saja sampai waktuya habis. Saya tunggu" Oh..benar-benar bagai oase di gurun sahara. Hatiku terasa "nyes" dan otakku kembali normal. Aku kerjakan soal yang belum sempat aku kerjakan. Sampai waktu berakhir, aku berhasil mengerjakan semua soal.
Saat aku keluar, Pak Ojek dadakan tadi sudah menunggu di depan pintu sambil membawa tasku.
"Bapak saya antar ke hotel lagi?"
"Tidak Pak, saya langsung pulang ke Kebumen," jawabku
"Kalau begitu, saya antar ke terminal langsung Pak," kata beliau
"Terima kasih Pak, tak usah repot-repot. Saya ke terminal naik angkot saja. Saya sudah tidak tergesa-gesa lagi kok," jawabku
"Nggak apa-apa Pak. Saya antar saja Pak. Monggo," kata beliau sambil menaikkan tasku di depan dan men-starter motornya. Aku tak kuasa menolak. Aku berpikir dalam hati, mungkin benar ongkos tadi terlalu banyak. Tapi aku kan sudah ikhlas. Mungkin beliau tidak enak hati dengan ongkos yang begitu banyak sehingga beliau harus menggantinya dengan cara mengantarku kembali.
Dalam perjalanan naik ojek dadakan ini, kami mengobrol dan berkenalan. Beliau bernama Aliyasa. Umurnya sekitar 50-an. Beliau menjadi staf TU di SMP N 4 batang sudah 15 tahun. Beliau bahkan mendo'akanku mudah-mudahan 1 orang yang diterima sebagai guru Bahasa Perancis adalah aku.
"Amiiiiin," kataku.Tak kusangka ada orang yang bersedia mendoakanku dengan begitu tulus. Bukan karena uang 50 ribu. Aku yakin itu.
Pada suatu hari Rabu tanggal 23 Desember 2009 pukul 09.00, saat aku sedang mengajar di kelas, tiba-tiba Bu Yani masuk kelasku tanpa permisi dan langsung menarik tanganku ke luar kelas. Aku dan para siswaku kaget. Aku ditarik sampai ruang guru. Ternyata di salah satu meja di ruang guru sudah dibuka koran "Suara Merdeka" dan ada sebuah nama yang sudah distabilo warna kuning dan itu adalah namaku.
"Alhamdulillaaaah," aku langsung sujud syukur. Aku diterima menjadi guru Bahasa Perancis SMA di Kabupaten Batang. Tak terasa air mataku meleleh.
"Selamat ya Pak," kata teman-temanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar