Pagi ini kulihat meja komputer di ruang guru berantakan. Cover printer
pecah. Kertas berserakan. Jejak kecil nampak jelas di atas meja. Saat kulihat,
ternyata plafon jebol. Kata Pak Tris, staf Tata Usaha bagian bersih-bersih, itu adalah ulah
luwak.
“Tadi pagi saya menyapu, ada luwak lari keluar lewat pintu,”
kata Pak Tris.
Di sekolah kami, plafon jebol karena luwak tidak hanya
sekali ini, tapi sudah berkali-kali. Para keluarga luwak membangun sarangnya di
atas plafon. Dari baunya, semua orang sudah paham itu luwak. Sisa bau wangi khas
daun pandan dari tubuh bernama latin paradoxurus hermaproditus ini masih tertinggal di tempat jatuhnya luwak.
Kejadian ini membuat kami sedikit repot karena printer rusak
dan kertas dan dokumen di atas meja komputer berantakan. Untuk mengusir luwak agar tak bersarang di plafon masih
mustahil. Selain, luwak tersebut masih liar, keberadaannya di atas plafon
seringkali tidak diketahui karena mereka adalah binatang nocturnal yang aktif
pada malam hari. Untuk menangkapnya juga sangat sulit. Beberapa kali Pak Tris
dan teman-temannya mencoba mengintai dan menyergap, tak pernah berhasil.
“Masuk ke plafonnya juga entah lewat mana, mungkin bisa
membuka genting,” tambah Pak Tris.
Itulah resiko letak sekolah yang berada di tengah hutan dan
jauh dari pemukiman penduduk. Kami harus hidup berdampingan dengan binatang liar, salah satunya adalah luwak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar