1111 adalah sebuah angka cantik. 1-1-11 atau 1 Januari 2011 adalah
salah satu tanggal yang bersejarah dalam hidupku.
Hampir 20 tahun, tepatnya mulai tahun 1993 aku tak bisa
putus dari merokok. Alasan awal aku merokok adalah sosialisasi. Lingkungan dan
teman-temanku merokok. Agar aku bisa luwes bergaul maka aku merokok. Awalnya
pahit tapi lama-lama aku kecanduan. Setelah aku bisa merokok, rasa pede-ku
tumbuh. Aku pun bisa lebih luwes bergaul. Setiap bertemu dengan teman, aku bisa
menawarkan sesuatu yang pantas ditawarkan yaitu rokok. Rokok juga bisa untuk
penanda sembuh dari sakit. Selama sakit, orang menjadi tak enak merokok. Kalau
merokok sudah mulai enak berarti tanda-tanda sakitnya mulai sembuh.
Bertahun-tahun merokok membuat aku tak bisa lepas dari benda
tersebut. Tiada hari tanpa rokok. Prinsipku, lebih baik tak makan dari pada tak
merokok. Kegiatan harian yang wajib disertai rokok adalah nongkrong di toilet
dan setelah makan. Ni’matul udud ba’da dahar.
Pernah beberapa kali ada keinginan untuk berhenti merokok
karena batuk dan dada sesak. Tapi setelah batuk dan sesak didadaku sembuh, aku
mulai merokok lagi. Bahkan setelah berumah tangga dan istriku memintaku untuk
berhenti merokok, aku tak bisa. Mengurangi pun tidak.
Suatu saat aku ingin berhenti merokok karena dadaku kembali
sesak. Kali ini agak parah dan agak lama. Tapi aku masih tak bisa menghentikan sama sekali.
Aku hanya bertekad menguranginya. Untuk menetapkan tekadku, aku mengadakan perjanjian
dengan anak pertamaku (8 th): kalau aku ketahuan merokok, anakku boleh
menjewerku. Namun demikian, aku tak kapok. Aku lebih memilih dijewer oleh
anakku daripada mematikan rokokku. Padahal dadaku dan
nafasku sudah mengkip-mengkip. Aku tetap merokok.
Pada bulan Desember 2010, aku benar-benar bertekad
menghentikan rokok. Alasannya bukan karena dadaku sesak tapi karena aku tak bisa membelikan susu untuk anakku
(3 th). Mengerikan. Pada bulan itu, aku harus hutang ke tetangga untuk membeli
susu untuk anakku. Kebutuhan susu untuk anakku adalah Rp. 200.000 per bulan,
sementara aku merokok sehari 1 bungkus seharga Rp. 12.000,- atau Rp. 360.000
per bulan. Aku mencoba logis, dengan tak merokok, aku pasti bisa membelikan
anakku susu. Akhirnya pada tanggal 1 Januari 2011 aku berhenti merokok, sebuah
perbuatan yang sangat berat. 2 bulan awal, aku menjadi setengah gila. Tapi ini
harus kulakukan demi susu anakku. Aku hanya bisa mengambil hikmahnya saja: sebenarnya
ini cara Tuhan menyelamatkan aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar