Setiap jum'at pagi, pukul 06.00 sampai 07.00, acara di sekolahku adalah olahraga bagi guru dan staf TU. Berbagai aktifitas kesehatan kami lakukan sebelum mengajar yang dimulai pada pukul 07.30. Kadang senam, volleyball, basketball, atau jalan-jalan ke luar sekolah.
Acara yang paling aku sukai adalah jalan-jalan. Berkeliling menghirup udara segar di lingkungan sekitar sekolah sekalian melihat-lihat tumbuh-tumbuhan yang hijau. Sebagian besar wilayah di sekitar sekolah kami adalah hutan tanaman rakyat. Ada jati, sengon, atau tanaman perkebunan lainnya seperti kebun rabutan, singkong dan tebu.
Suatu ketika, sembari melintasi kebun tebu, Bu Kandriyah berkata kepadaku:
"Pak, ini bau kemin kalau ingin tahu," kata beliau. Beliau menunjukkan kepadaku karena aku memang dikategorikan sebagai guru baru di sekolah ini dan bukan berasal dari kota ini.
"Kemin? Apa itu Bu?" tanyaku. Aku benar-benar tak tahu kosa kata itu.
"Hmm... apa ya," kata beliau nampak ragu untuk mengucapkannya.
"Apa Bu?" tanyaku semakin penasaran.
"Celeng Pak," kata beliau tampak kikuk.
"O...celeng," kataku sambil mengendus-endus bau yang mungkin beda dengan yang lain. Memang tercium bau agak penguk seperti bau tikus got/wirog.
"Bau penguk ini ya Bu?" tanyaku penasaran.
"Iya benar. Ini artinya ada kemin di sekitar sini Pak. Mungkin baru melintasi daerah sini. Atau mungkin ada sarangnya di kebun tebu ini," kata beliau menjelaskan.
Aku belum bisa membayangkan, wilayah sekolahku ternyata masih berupa alam liar. Masih ada binatang yang masuk kerajaan animali, filum chordata, kelas mammalia, ordo artiodactyla, famili suidae, genus sus, spesies sus verrucosus di sekitar sekolahku.
Bahkan kata Pak Sanyar, penjaga malam di sekolah kami, pada malam hari hewan bernama latin sus scrofa yang merupakan nenek moyangnya babi ini sering melintas di jalan depan sekolah kami.
Aku jadi merinding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar