Untuk menghangatkan badan setelah beberapa jam di ruang ber-AC, kami mengikuti Pak Martin yang pada jam istirahat melaksanakan tugas "duty", di Indonesia namanya "piket" di sekitar lapangan rugby. Ada tribun yang bisa digunakan untuk duduk-duduk dan tidak panas karena beratap paranet yang melindungi orang-orang di bawahnya dari sengatan matahari. Di sinilah beberapa siswa beristirahat, makan, minum dan bermain pada jam istirahat.
"Ikut foto..ikut foto," teriak anak-anak kelas 7 ketika Pak Martin akan mengambil foto aku dan Bu Arie di atas tribun. Mereka serta merta berlari dan berdiri di belakang kami.
"Tidak boleh. Kalian tidak boleh ikut foto. Kalian dilarang ikut foto," kata Pak Martin.
"Yachhh.." sahut mereka kecewa mendengar kata-kata Pak Martin. Mereka meninggalkan kami dan kembali ke tempat semula.
Begitulah kondisi perlindungan anak di Australia. Sejak awal menjalani program BRIDGE ini kami dilarang mengambil foto para siswa kecuali dengan ijin tertulis dari orang tua mereka. Para guru di MacKillop Catholic College Palmerston NT juga telah memahami hak-hak mereka untuk tidak difoto. Oleh karena itu, para guru pun tidak boleh sembarangan mengambil foto mereka.
Tapi namanya anak-anak. Mereka ternyata tidak berbeda dengan anak-anak Indonesia yang ingin eksis, ingin diambil fotonya, ingin foto mereka dipamerkan ke orang lain dan dilihat oleh orang lain.
Apa boleh buat, mereka dalam perlindungan undang-undang negara. Kasihan deh mereka!
# Keterangan foto : 1) aku pinjam rompi Pak Martin untuk berfoto, 2) foto Bu Arie, aku dan Bu Lenny di tribun lapangan rugby.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar