Setelah take off dari Soekarno-Hatta ke Denpasar, ternyata perjalanan sesungguhnya baru dimulai.
Turun dari Garuda, ambil bagasi, pindah ke penerbangan internasional (lumayan jauh, untung ada mobil pengantar, persis odong-odong) yang mengantar kami ke jalur penerbangan internasional.
Di loket J*t A** bandara Ngurah Rai sangat lama karena ada permasalahan visa Bu Arie Laksmie Dewie sehingga harus menghubungi penanggungjawab program. Hampir satu jam, urusan di bagian tiket selesai.
Masuk pemeriksaan imigrasi lancar.
Dari imigrasi sampai ruang tunggu pesawat di Gate 9A luar biasa. Jalan kaki hampir 2 km, melewati lorong-lorong pertokoan. Ada Guci, La Mer, Mont Blanc dan toko-toko produk terkenal dunia lainnya. Kami tak peduli karena tak mungkin kami membeli. Yang kami perhatikan hanya jalan yang terasa sangat jauh dan sangat melelahkan. Berkali-kali kami harus duduk istirahat. Mana belum sholat Maghrib dan Isya lagi dan nggak ada mushola.
Sampai di Gate 9A masih ada pemeriksaan. Tas digeledah, jangan sampai ada air minum yang dibawa masuk ke pesawat. Air minum yang baru saja kami beli dengan harga hampir tiga kali lipat dari harga di warung Pak Eko terpaksa kami buang walaupun masih separoh.
Take off pada pukul 21.30, pesawat kapasitas... Piro yo? (pokoke kursine jejer 3-3, kanan 3 kiri 3). Pramugara dan pramugarinya orang Indonesia semua. Jadi komunikasi lancar. Ada makan dan minum yang diberikan kepada kami. Nasi sayur ayam dan segelas teh hangat.
Sebelum landing, pramugari membagikan secarik kertas manila kuning untuk menuliskan barang-barang apa yang dibawa di dalam tas dan koper. Judulnya "incoming passenger card". Kertas ini akan ditunjukkan di imigrasi Australia dalam pemeriksaan barang masuk.
Landing pada pukul 01.40 waktu Darwin. Kami memasuki masa penuh ketegangan karena harus melewati pemeriksaan barang di imigrasi Australia. Barang-barang yang terlarang masuk Australia (makanan, minuman, biji-bijian, kulit, obat-obatan tanpa resep tanpa label, dll) dan tidak ditulis sebelum diperiksa harus dibuang. "Declare It or Bin It" demikian tertulis di tempat sampah raksasa di pintu masuk imigrasi Jika tidak, dendanya sangat besar sampai 12.000 $AUS. (1$ AUS sekitar 10.000). Khawatir termasuk obat tanpa resep dan label, Geliga yang labelnya sudah lepas, kubuang ke tempat sampah. Alhamdulillah, kopi dan teh yang kami bawa sudah kami declare dan kami tunjukkan ke petugas lolos pemeriksaan. Clear, kami bisa masuk.
Tiga puluh menit menunggu, taksi Uber tiba menjemput kami untuk transit di Darwin Resort. Kami gagap memasuki resort tersebut karena ruang resepsionist tutup, ruang-ruang lain tertutup juga. Kami hanya diberi kode untuk mengambil kunci kamar di sebuah kotak di dekat pintu resepsionist. Resort model apa ini? Kami terpaksa menelepon G**rg*a , penanggung jawab kami di Australia untuk menerangkan itu. Syukurnya, dia masih bangun dan memang tetap bangun dan bersiap memandu kedatangan kami di Australia.
Setelah memencet kode, kunci berhasil kami ambil, kami menunju ke pintu gerbang yang tertutup dan kami buka dengan men-scan kartu gantungan kunci. Dan gerbangnya terbuka sendiri. Setelah kami masuk, gerbangnya menutup dan mengunci lagi.
Masuk ke resort dengan area yang sangat luas, kami tingak-tinguk. Tak ada orang. Kamar-kamar resort pun tertutup rapat. Tentu saja jam segitu para penghuninya masih pulas. Ada beberapa ruang yang masih menyala terang. Mungkin penghuni kamarnya sedang tahajud.
Ada tiang dengan papan/lang petunjuk arah kamar. Kamarku 71 ke kiri, kamar Bu Arie ke kanan. Aku harus mengantarkan Bu Arie terlebih dahulu untuk memastikan dia bisa membuka pintu kamarnya. Setelah berhasil membuka pintu, menyalakan lampu, menyalakan AC,, aku menuju ke kamarku.
Alhamdulillah setelah cuci kaki, sikat gigi, cuci muka, wudlu, aku sholat Maghrib dan isya lalu tidur.
Paginya, aku bangun sholat subuh dan tidur lagi sampai jam 09.00.
Capek sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar