Sita setengah berlari-lari tergopoh-gopoh memasuki pintu
gerbang. Tak lupa tangannya menyambar pucu-pucuk daun tetehan yang masih
diselimuti embun di balik pintu gerbang. Kebiasaan yang tak bisa dihilangkan
sejak ia bersekolah di sini. Di lobi, Pak Bejo sedang membaca koran.
“Selamat pagi Pak,” sapa Sita
“Selamat Pagi,” jawab Pak Bejo
“Tujuh menit ya Pak?” tanya Sita sambil memandang jam
dinding di atas Pak Bejo. Jarum panjang sudah 2 langkah melewati angka 1, jarum
pendek masih tegar berada di angka 7.
“Sita, kamu terlambat kenapa?” tanya Pak Bejo
“Bangun kesiangan Pak,” jawab Sita sambil memilih jenis
hukuman di “Daftar Sanksi Siswa Terlambat” yang ditempel di sebuah whiteboard
di dinding. Masing-masing ada 20 jenis hukuman untuk keterlambatan
1-5 menit, 5-10 menit, 10-15 menit dan >15 menit. Tinggal pilih.
“Saya pilih membantu Mas Nung Pak,” kata Sita
“Ok, silahkan!”
Sita segera melepaskan jaket dan tas punggungnya. “Titip ya
Pak,” kata Sita sambil meletakannya di bangku panjang Pak Bejo. Sita segera
menuju taman di sebelah kanan sekolah.
“Mas Nung... masih ada yang bisa kubantu?” sapa Sita
“Pilih menggantikan Mas Nung mencabuti rumput atau mengaduk
kompos?” tanya Mas Nung
“Ada yang lebih bersih nggak?” tanya Sita
“Ada. Mengantar surat ke kecamatan,” jawab Mas Nung
“Jauh amat, nggak mau ah,”
“Hmmm.... kamu cukur bonsai di pojok itu saja, jenggotnya
sudah mulai gondrong. Guntingnya di kotak alat. Hati-hati ya, jangan sampai pethak,”
suruh Mas Nung
“Ok..” Sita mengambil gunting pohon di kotak alat. Ia aga
ragu. Ia belum pernah memotong tanaman. Pelan-pelan, ia mulai memotong
tunas-tunas hijau muda yang baru tumbuh sekitar 10 centimeter. Ia hanya
memotong daun-daun mudanya untuk mengikuti pola daun tua yang sudah berbentuk. Ia
melakukannya dengan sangat hati-hati karena ia, bahkan semua siswa tahu bonsai
itu adalah bonsai kesayangan Mas Nung. Kurang lebih 30 menit, pekerjaannya
selesai.
“Sudah selesai Mas Nung,” kata Sita
Mas Nung mendekat dan memeriksa hasil kerja Sita. Kanan kiri
atas bawah.
“Bagus, rapi. Kamu punya bakat juga Sita,”
“Iya dong, siapa dulu.... Sita” kata Sita senang.
“Terima kasih, besok terlambat lagi ya,” canda Mas Nung
“Huh, enak aja,” jawab Sita sambil cuci tangan.
Sita kembali ke depan menghadap Pak Bejo.
“Sudah selesai Sita? Besok jangan terlambat lagi ya..nih,”
kata Pak Bejo sambil menyerahkan sesobek kertas buram berukuran 10 x 15 cm. Tak
ada tulisan apapun di atas kertas tersebut, hanya ada tanda tangan Pak Bejo.
Tanda tangan yang sederhana dan mantap.
“Iya Pak. Terima kasih,” kata Sita sambil merenggut tas dan
jaketnya.
#
“Tok....tok ...tok, assalamu’alaikum...,” kata Sita sambil
membuka pintu.
“Wa’alaikum salam,” jawab Bu Tuti dan teman-temannya
Sita menyerahkan kertas sobekan dari Pak Bejo kepada Bu
Tuti.
“Silahkan duduk Sita. Nanti kamu pelajari materi yang
ketinggalan ya,” kata Bu Tuti
“Iya Bu, jawab Sita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar