Di depan Teman Joger yang berlokasi di Jalan Raya Denpasar-Bedugul
km 37,5 banyak penjual durian. Aku tengah sibuk memilih
durian, ketika 2 orang bule (laki-laki dan perempuan muda) turun dari sepeda
motor mampir di warung durian ini. Pakaiannya rapi. Sang perempuan memakai
celana panjang abu-abu dengan T-Shirt warna putih. Sang laki-laki memakai
celana ¾ warna cream, kaos warna putih, memakai kacamata dan menggendong tas
ransel. Nampak sekali berpendidikan. Dengan bahasa Inggris, sang bule meminta
sedikit durian. Sang penjual nampak bingung. Bukan karena tak paham dengan
bahasanya atau isyaratnya tapi karena baru kali ini ada bule membeli duriannya.
Sang bule tak mau membeli durian utuh. Dia
ingin durian yang telah dikupas. Sang penjual mengerti dan dengan sigap
melayani mereka. Dia pilihkan durian yang benar-benar matang dan dibuka. Sang
turis memberikan uang Rp. 10.000 dan mengambil separoh belahan durian. Separoh
lagi dikembalikan.
Mencari meja yang kosong, mereka berdua
membawa durian tersebut. Dicium sebentar kemudian dicicipinya sedikit demi
sedikit. Hanya berkali-kali matanya menerawang ke atas seakan-akan membayangkan
rasanya. Awalnya, aku mengira mereka akan membuat ekspresi yang aneh sebagaimana
bule makan durian. Anehnya, mereka biasa saja. Tanpa ekspresi. Tak ada kesan
enak atau tidak enak. Datar saja. Dari separoh buah durian, mereka hanya makan
beberapa biji dan masih menyisakan beberapa biji yang lain di atas meja. Tak
ada rasa jijik dan rasa suka di wajah mereka. Kalem sekali.
Rupanya mereka hanya ingin mencicipi buah yang
dikenal dengan “The king of fruit” tersebut secara akademis. Tak perlu
ekspresi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar