(huruf ‘e’ dibaca
seperti huruf ‘e’ pada kata ‘sedang’)
“Wah telone meli,”
kata Bu Ike (nama samaran) di arisan Dasa Wisma di rumahku mengomentari
singkong rebus yang disajikan oleh istriku.
Aku yang penasaran
dengan kata-kata tersebut menanyakan arti kata “meli” tersebut.
“Apa itu ‘meli’
bu?”
Bu Ike yang ditanya
malah kelihatan bingung dan nampak ragu-ragu mau menjawabnya.
“Hmm.... ‘meli’ itu
salah satu contoh penyandra yaitu menggambarkan sesuatu dengan sesuatu
yang lain yang mirip dengannya. Karena bentuknya yang lonjong panjang dan
teksturnya yang sangat kenyal, beda dengan telo yang mempur, maka telo
ini dikatakan ‘meli’. Contoh penyandra yang sering kita dengar yaitu drijine
‘mucuk ri’ berasal dari kata ‘pucuk ri’, artinya jarinya seperti pucuk duri,
panjang dan lentik.,” jelasnya.
Lain ladang lain
belalang, lain lubuk lain ikannya atau desa mawa
cara, negara mawa tata yang mempunyai arti masing-masing daerah mempunyai
tatanan, aturan, hukum, adat istiadat, budaya, kebiasaan, bahasanya
masing-masing, maka istilah untuk singkong atau ketela pohon di setiap daerah juga
berbeda-beda. Di daerah Banyumas dan sekitarnya, istilah singkong disebut
boled, ada “boled buket dan boled genyeh”. Di daerah Kebumen dan sekitarnya,
ada istilah “budin mempur dan budin
kacel”. Sedangkan di sini, ada istilah “telo mempur dan telo meli”.
“Jadi kata ‘meli’
berasal dari kata apa Bu?” desakku kepada Bu Ike.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar