alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Rabu, 27 April 2016

MELI

(huruf ‘e’ dibaca seperti huruf ‘e’ pada kata ‘sedang’)


“Wah telone meli,” kata Bu Ike (nama samaran) di arisan Dasa Wisma di rumahku mengomentari singkong rebus yang disajikan oleh istriku.

Aku yang penasaran dengan kata-kata tersebut menanyakan arti kata “meli” tersebut.

“Apa itu ‘meli’ bu?”

Bu Ike yang ditanya malah kelihatan bingung dan nampak ragu-ragu mau menjawabnya.

“Hmm.... ‘meli’ itu salah satu contoh penyandra yaitu menggambarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang mirip dengannya. Karena bentuknya yang lonjong panjang dan teksturnya yang sangat kenyal, beda dengan telo yang mempur, maka telo ini dikatakan ‘meli’. Contoh penyandra yang sering kita dengar yaitu drijine ‘mucuk ri’ berasal dari kata ‘pucuk ri’, artinya jarinya seperti pucuk duri, panjang dan lentik.,” jelasnya.

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya atau desa mawa cara, negara mawa tata yang mempunyai arti masing-masing daerah mempunyai tatanan, aturan, hukum, adat istiadat, budaya, kebiasaan, bahasanya masing-masing, maka istilah untuk singkong atau ketela pohon di setiap daerah juga berbeda-beda. Di daerah Banyumas dan sekitarnya, istilah singkong disebut boled, ada “boled buket dan boled genyeh”. Di daerah Kebumen dan sekitarnya, ada istilah “budin mempur  dan budin kacel”. Sedangkan di sini, ada istilah “telo mempur dan telo meli”.


“Jadi kata ‘meli’ berasal dari kata apa Bu?” desakku kepada Bu Ike.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar