alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Jumat, 01 April 2016

SEBUAH CERITA RINGAN: MIMPI

Malam sudah larut. Suasana telah sepi. Dua orang mengendap-endap di sebelah utara gedung sekolah. Kepala keduanya ditutupi sarung. Hanya matanya yang kelihatan. Gerak-geriknya mencurigakan. Salah satunya membawa sebuah linggis. Mereka berdua mendekati pintu samping yang terbuat dari besi. Benar saja, mereka mulai mencongkel gembok besar di pintu tersebut dan “krakkk”

“Astaghfirullahhh....” aku terbangun. Ternyata hanya mimpi. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 03.00. 

Jarang aku bermimpi sampai terbangun seperti ini.

“Jangan-jangan...,” tiba-tiba jantungku berdebar kencang.

Aku segera meloncat dari tempat tidur. Segera kupakai celana panjang dan jaket. Kusambar kunci motor. Kubiarkan istriku dan anak-anakku yang masih nampak pulas di tempat tidur. Aku segera mengeluarkan sepeda motorku. Segera kekebut menuju sekolahku.

Sampai di sekolahku, suasananya sangat sepi. Hanya lampu bohlam 25 watt yang menerangi halaman depan sekolahku. Kuparkir sepeda motorku di halaman depan. Tentu saja, aku tak bisa masuk ke ruang guru karena Pak Soleh lah yang membawa kunci semua ruang. Aku segera menuju ke samping. Nampak warung seberang jalan masih ramai. Benar kata orang, warung itu buka 24 jam. Pagi sampai siang, warung itu adalah tempat jajan bagi siswa-siswaku. Pada malam hari, warung itu tempat jajan para lelaki. Kulihat mereka duduk-duduk sambil tertawa-tawa. Kudekati pintu samping yang terbuat dari kisi-kisi besi. Lampu jalan tampak terang. Aku bisa dengan jelas melihat pintu dan gemboknya. Kuperiksa gemboknya. Ternyata masih terkunci. Kuintip ke dalam. Nampak lorong-lorong kelas yang gelap. Tak ada tanda-tanda yang mencurigakan. Sekali lagi kuperiksa gemboknya. Kali ini, sengaja kubentur-benturkan gembok itu ke pintunya sehingga menimbulkan suara agak kencang. Para lelaki di waraung itu diam sejenak dan menengok ke arahku. Dengan sorot lampu jalan yang begitu terang, mereka pasti dengan mudah mengenali wajahku. 

Setelah memastikan aman, aku berjalan menuju warung tersebut.

“Wah...pada begadang nih,” sapaku. Ada sekitar 15 pria muda dan setengah baya. Ada yang sedang bermain kartu. Ada yang main catur. Sebagian besar memegang botol minuman.
“Ehh..Pak Guru, kok malam-malam ke sekolah Pak Guru,” kata salah satu pria separuh baya sambil melempar salah satu kartu remi-nya.
“Iya... mampir sebentar. Wah, sampai pagi ini ya?” kataku
“Biasa Pak Guru, kegiatan orang-orang nggak punya kerjaan. Mari.. ngopi-ngopi dulu Pak Guru!”
“Terima kasih.. cuma sebentar kok. Silahkan dilanjutkan,” kataku

Aku kembali ke depan. Kuamati semua gedung sekolah, pintu, jendela, papan pengumuman, dan tanaman-tanaman yang tertata rapi. Semua nampak sepi dan remang-remang. Aku duduk di bangku panjang menghadap ke timur. Persis di depanku, di seberang jalan adalah pintu gerbang makam desa. Makamnya 50 meter menjorok ke arah timur. Jalan dari pintu gerbang sampai ke kompleks makam diapit oleh kebun pisang dan rambutan. Di atas pemakaman malah nampak terang. Terlihat bayangan batu nisan saling menyembul. Konon, di jalan makam tersebut sering muncul hantu tanpa kepala. Kemana kepalanya? Berayun-ayun di tangan kanannya dengan leher yang masih meneteskan darah. Akan tetapi, malam ini tak ada tanda-tanda hantu itu muncul.


Di bangku panjang ini, ditemani nyamuk-nyamuk nakal, kurenungi kembali makna mimpiku sampai azan subuh sayup-sayup berkumandang di kejauhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar