Kesukaan istriku terhadap durian termasuk tinggi. Maka tak
heran, ketika aku ke Bali, bukan pie, salak bali, kacang, atau kaos joger yang
dipesan tapi durian. Durian adalah king of fruit. Rasa creamy dan
karamel ditambah aroma khas tiada duanya yang menyeruk dari durian membuat ketagihan.
Kenapa beli durian harus di Bali? Alasan pertama bukan “rasa” karena variasi
rasa durian di seluruh Indonesia sangat istimewa termasuk durian Bali tapi karena
“harga”. Harga durian di Bali tergolong murah. Mungkin karena durian bukan
komoditas utama untuk diperjualbelikan kepada turis asing sehingga harga durian
menjadi murah. Rata-rata orang bule tidak suka durian. Padahal sasaran utama penjualan
adalah turis asing.
Mengapa orang bule tidak suka durian? Aroma menjadi alasan
utama ketidaksukaan mereka. Aroma durian sangat menyengat. Anthony Bourdain,
seorang chef dari Amerika mengatakan bahwa setelah makan durian nafas Anda akan
berbau seperti habis berciuman dengan nenek yang sudah meninggal. Dalam film
Julia Robert, 'Eat, Pray, Love,' durian disebut "berbau seperti kaki
nenek". Seorang video jockey dari New
York Times, Thomas Fuller, menyebutkan bahwa bau durian seperti
bangkai, sulit dibawa, dan jika pun bisa diangkut rasanya seperti membawa
senjata Zaman Pertengahan. Jurnalis Amerika Serikat dari abad 19 bernama Bayard
Taylor malah pernah menulis, "Memakannya seperti mengorbankan harga
diri." (sumber: http://www.feed.id/article/mengapa-bule-benci-durian-150309b.html)
Itu pendapat orang bule. Bagi orang Asia, terutama
Indonesia, aroma durian justru menjadi daya tarik utama selain rasa. Bahkan aku
akan menyimpan kulit durian di kolong tempat tidur beberapa hari setelah
memakan isinya untuk menikmati aromanya.
Walaupun sudah bukan puncak musim, sejak menginjakkan kaki
di Bedugul, aku sudah menyasar durian. Kulihat sudah jarang. Kalaupun ada,
duriannya sudah kurang menarik. Di Bedugul, aku tak berminat membeli durian. Di
depan teman Joger, jalan raya bedugul banyak penjual buah. Banyak
bergelantungan durian. Buahnya kecil-kecil. Setelah kupilih-pilih, banyak
durian yang sudah terlalu matang. Kata penjualnya, durian ini akan dibuat dodol.
Tempat ketiga yang aku sasar adalah Sangeh. Durian Sangeh terkenal besar-besar.
Turun dari bus, aku melirik lapak durian. Ada 5 buah durian besar-besar. Tapi
lirikanku hanya sekedar lirikan, para supir dan kondektur langsung menyasarnya
tanpa menawar. Aku terlambat. Harapan terakhirku adalah pasar Sukowati. Di depan
pasar, terdapat banyak penjual durian. Aku pun menawar 2 buah durian besar.
Harga disepakati adalah Rp. 60.000. Cukup untuk oleh-oleh istri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar