Andai saja tak ada Pak Basuki, aku tak bakal tahu isi hatimu.
"Fuad, Elok itu sudah lama memendam rasa kepadamu. Dia sangat mengagumimu. Dia suka membaca puisi-puisimu di blog-mu," kata beliau, salah seorang guru yang aku kagumi tapi justru sangat dekat denganmu.
Sejak itu, aku mulai memperhatikanmu. Setiap kuperhatikan, tak ada beda darimu. Tak ada perubahan apapun. Kau biasa saja, bercanda, ketawa, dan bercerita tentang apa saja. Mungkin kau belum menyadari kalau aku sudah tahu perasaanmu kepadaku walaupun kau tak pernah mengungkapkannya secara langsung dihadapanku. Aku sendiri tak mempunyai rasa apapun kecuali rasa bangga karena ada orang yang menyukaiku. Jadi, aku hanya sekedar memperhatikanmu, memperhatikan perempuan yang diam-diam mengagumiku. Waktu itu, kita masih kelas XI MIPA 3.
Yang aku tahu, kau adalah orang sangat baik. Sejak sekolah di Smanda, kau tak pernah sungkan menolong temanmu, menghapus papan tulis tanpa disuruh, membuang sampah yang berserak tanpa menyalahkan orang yang membuangnya.
Semangatmu juga luar biasa. Jarak kurang lebih 20 kilometer dari rumahmu ke sekolah kau tempuh setiap pagi. Berangkat pukul 05.30, menunggu bus, disambung angkot, dan jalan kaki 800 meter dari balai desa Pasekaran menuju sekolah. Pulang pergi. Perjuanganmu tak sia-sia kau lulus dengan nilai yang baik.
Awal cerita, justru setelah kita lulus sekolah. Kau begitu intensif menanyakan kabarku lewat WA dan berbagi kabar berita tentang dirimu. Kupikir bukan hanya diriku yang secara intensif kau hubungi. Tapi ketika kutanyakan teman-temanku hanya aku yang selalu kau tanyakan kabarnya. Berarti benar kata Pak Basuki. Bagiku tak masalah kau bercerita apa saja kepadaku. Aku senang-senang saja karena kau adalah salah satu teman yang sangat baik dan aku kagumi.
"Kau jadi kuliah dimana?" tanyaku suatu saat.
Jawabanmu sungguh tak kusangka. Kau gagal kuliah karena kondisi keluargamu tak mendukungnya. Ayahmu sakit, ibumu tidak bekerja, dan adikmu butuh biaya untuk sekolah. Mengorbankan keinginanmu, akhirnya kau merantau ke Semarang mencari pekerjaan. Kerja di restauran, di toko bangunan dan di konveksi ku jalani hanya untuk menghidupi keluargamu.
Merantau di Semarang bukan hanya untuk mencari pekerjaan tapi juga lebih dekat dengan informasi tentang perguruan tinggi yang ingin kau masuki. Kau bercerita bahwa kehidupanmu mulai tertata, keluargamu sudah stabil, dan uang kirimanmu kepada ibumu sudah rutin masuk rekening.
"Tak usah repot-repot," kataku ketika kau suatu hari mengunjungi kosku sembari membawa martabak manis.
"Nggak papa, sekali-sekali," katamu
Sampai suatu hari kau harus pulang ke Batang dan memilih bekerja di Batang karena ayahmu mengalami stroke dan ibumu sakit-sakitan. Kau hanya bisa memberi kabat lewat WA.
"Ini barang-barang pemberian dari Elok untukmu," kata ibuku saat kupulang libur kuliah.
Kubuka satu persatu 3 bungkusan di hadapanku. Ada sepatu, kaos, dan jaket.
"Elok anaknya baik sekali lho Ad," kata ibuku memulai pembicaraannya, "putih, cantik, supel. Selain hadiah buatmu, ibu juga dibelikan jilbab lho. Bagus sekali. Jangan-jangan dia suka kamu ya?"
"Teman biasa kok bu," jawabku
"Iya Elok juga bilang begitu. Sekarang teman. Suatu saat akan lebih juga ngga papa,"
Aku pura-pura tak mendengarkan sambil membaca surat yang terselip di dalam bingkisan tersebut. Ternyata tanggalnya beda-beda.
"5 Juli 2017. Tanggal muda gajiku ke-3 di Batang. Sudah bisa nabung dan menyisihkan," tulismu di bingkisan pertama.
"7 Oktober 2017. Hadiahku yang kedua. Semoga kau suka," ada di bingisan berupa sepatu.
"2 Januari 2017. Pakailah. Biar tidak masuk angin Batang-Semarang," ada di bingkisan ketiga.
Walaupun demikian aku tak menghibunginya untuk sekedar berterima kasih sampai dia menanyakan kabar seperti biasanya dan baru aku sekalian mengucapkan terima kasih atas pemberiannya.
Tapi kenapa kau ungkapkan perasaanmu kepadaku. Aku merasa tak pantas untuk menerima cintamu. Walaupun kujawab kita berteman saja dan kau menerima, kutahu rasamu tak pernah surut. Kau ajak aku bercerita hampir setiap harinya. Tapi tak apa. Aku sudah tahu komitmenku untuk meraih cita-citaku. Kau tahu aku tak pernah menurunkan prinsipku. Dan kau tetap saja pantang mundur.
"Silaturahmi kan tidak boleh diputuskan," itu jawabmu
Ah, kau memang curang. Alasan itu hanya kau pakai untuk mendekatiku. Tapi baiklah. Aku menerima alasanmu. Tak ada salahnya berteman dengan orang sebaik dirimu. Aku sendiri merasa beruntung mempunyai teman sebaik dirimu.
Bertahun-tahun kau bercerita kepadaku, bertahun-tahun pula aku suka mendengarkanmu. Kau bercerita tentang dirimu yang ingin menjadi relawan, bercerita tentang cita-citamu yang ingin kuliah.
Tahun lalu kau bercerita tentang dirimu yang harus bekerja menghidupi keluargmu, menyekolahkan adikmu dan merawat ayahmu yang sakit. Dan kau tak pernah sama sekali mengeluhkan semua itu. Kau begitu semangat untuk meraih cita-citamu.
Lama-lama aku mengagumimu dan justru rasa ini yang membuatku takut untuk mencitaimu. Kau perempuan hebat yang pernah kutemui. Kau seorang bidadari.
Sampai suatu hari kau bicara lagi tentang perasaanmu. Tapi sekali lagi mohon maaf, aku semakin takut dengan diriku sendiri. Aku rendah diri di hadapanku. Walaupun kuakui, dalam hatiku mulai tumbuh benih-benih cinta. Namun aku takut kau tak bahagia. Biarlah "aku mencintaimu dengan cara tidak memilikimu" karena kau perempuan hebat. Ada yang lebih pantas untuk dirimu.
Kau mendesak, aku tetap bergeming walaupun dalam hatiku sangat bersyukur akan kehadiranmu.
"Kau egois Ad. Jangan beralasan kau tak mau memilihnya karena dia terlalu baik. Kau hanya memikirkan dirimu sendiri, hanya memikirkan kuliahmu, cita-citamu yang terlalu besar itu. Diamlah sejenak. Renungkan sejenak. Tegakah kau menggantungnya, membiarkan dia mengharapkanmu tanpa kepastian," kata Samsuardi, teman akrabku sejak SMA.
Suatu sore yang indah di penghujung musim kemarau. Tiab-tiba ada rasa yang mendera. Pesanmu yang biasanya bertubi-tubi sudah dua hari ini berhenti. Tiba-tiba aku merasa rindu serindu-rindunya. Hari ini, aku menyerah dengan rasaku. Aku luluh. Aku buang egoku. Saat ini, aku kuatkan hatiku untuk mengirim pesan lebih dulu. Kutanyakan kabarmu. Kulihat di layar pesan trlah terkirim tapi belum kau huka. Semenit, dua menit, tiga menit, kubuka hp-ku. Belum ada balasan. Sepuluh menit berlalu, sudah sepuluh kali pula kubuka WA-ku. Belum ada balasan juga. Sampai rasa kantukku datang.
"Kak, ayo kita ke sana!" ajakmu.
Kulihat di depan sana sebuah istana yang megah bercat kuning gading berlantai keramik membantuk lukisan indah.
"Ayo!" jawabku
Kau sangat gembira dengan jawabanku. Tawamu tak tertahankan. Kau tarik tanganku. Tapi aku tak memperhatikan dibawahku ada pot bunga. Aku menabraknya dan terjatuh. Tanganmu terlepas. Kau malah berlari sambil tertawa.
"Bangun..bangun,"
Aku tergeragap. Kakakku membangunknku dengan keras.
"Temanmu kecelakaan di depan Hutan Kota. Korban meninggal di tempat,"
"Siapa Kak?"
"Nggak tahu. Ini tadi ibu dapat WA. Coba kamu cek temanmu," kata kakakku sambil menyodorkan hp ibuku.
Kulihat tak ada nama. Hanya nomor dan foto profil yang tak kukenali karena terlalu kecil. Aku segera mengambil hpku untuk menghubungi nomor yang menghubungi hp ibuku.
"Astaghfirullooh.. Mila."
Ternyata yangengirim pesan ke hp ibuku Mila. Dia juga mengirim pesan yang sama kepadaku. Segera kutelepon Mila. Tak diangkat. Kuulangi lagi. Tak diangkat juga.
"Siapa yang kecelakaan Mil?"
Tak ada balasan. Kukirim pesan ke teman-temanku yang lain malah jawabannya nggak tahu.
Setengah jam kemudian baru ada telepon dari Mila.
"Hallo Mil. Siapa yang kecelakaan."
"Elok Ad, Elok, sekarang aku lagi di RSUD sebentar lagi jenazahnya mau dibawa pulang."
Aku tak bisa bicara apapun. Tanganku gemetar. Hpku terjatuh. Air mataku mulai meleleh di pipi. Sesenggukanku lama-lama terdengar mengeras. Hpku diambil oleh kakakku. Kakakku melanjutkan bicaranya dengan Mila.
"Bu.. Mba Elok bu. Temannya Fuad itu lho bu. Baru saja kecelakaan dan meninggal dunia,"
"Innalillahi wainnailaihi roji'un,"
Kami menangis bersama.
Tak ada yang bisa aku katakan lagi. Hanya penyesalan yang tak mungkin aku balas atas optimismu mengharapkanku.
Kini kau telah tiada. Aku bersaksi kau adalah salah satu perempuan yang sangat baik yang pernah kukenal. Semoga Tuhan menempatkanmu di surgaNya bersama-sama orang-orang yang sholih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar