alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Rabu, 20 November 2019

CITA-CITA JADI PREMAN

Kejadian ini terjadi sekitar tahun 2006 di Kebumen.

Suatu hari aku harus mengantar istriku belanja di Kebumen. Setelah blusukan ke pasar dan beberapa toko, istriku menyempatkan mampir ke Banana Bakery di depan terminal Kebumen untuk membeli roti. Sekarang terminal ini sudah dipindahkan ke jalan lingkar selatan dan lokasi ini dijadikan taman kota.

Karena sudah bosan ikut blusukan dan cukup membosankan maka aku tidak mengikuti istriku masuk ke toko roti tersebut. Aku berdiri di depan toko sambil menikmati lalu lalang kendaraan yang keluar masuk terminal.

Tiba-tiba datang seorang anak kecil berumur kurang lebih 8 tahun.

"Om...tolong sebrangke om," pinta dia sambil membetulkan karet gelang warna merah yang sudah melingkar di kepalanya yang plontos. Kulihat di kepalanya sudah ada tanda mblaret kebiruan.

"Karet di kepalamu dilepas saja. Bahaya. Sudah mblaret biru," kataku
"Jangan om... ini untuk tanda biar kelihatan sangar," jawabnya.
"Kok biar sangar segala. Buat apa?" tanyaku
"Lha untuk meraih cita-citaku memang harus sangar," katanya.
"Cita-citamu jadi apa kok harus sangar?" tanyaku penasaran.
"Jadi preman," jawabnya ringan.

Aku terdiam termangu mendengar jawabannya.

"Jadi preman kok nggak berani menyebrang sendiri. Sana nyebrang sendiri," jawabku
"Nggak berani Om,"
"Kalau nggak berani. Ngga usah jadi preman,"
"Kalau nggak berani. Ngga usah jadi preman,"
"Tapi aku ingin jadi preman Om,"
"Cita-cita kok preman. Kenapa sih harus jadi preman?"
"Sudah dibilangin. Preman itu sangar Om," kata dia bertahan dengan pendapatnya.
"Ya sudah sana nyebrang sendiri!"
"Ga berani Om. Tolong om sebrangin!" dia merengek
"Ah, preman kok penakut. Ya sudah yok tak sebrangin. Ga usah jadi preman ya!"

Sambil mengamati kendaraan sampai sepi kudorong dia untuk berlari menyeberang.

"Sudah sepi. Sana lari,"

Dia berlari sampai seberang dan menghilang di antara hiruk-pikuk terminal.

1 komentar: