alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Kamis, 24 Desember 2020

DURIAN

Musim durian telah tiba. Tempat nongkrong para penjual durian musiman telah ditempati. Salah satunya adalah di sebelah selatan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kalisari Batang. Penjual dengan mobil bak terbuka ini adalah langgananku. Selain terkenal murah, penjualnya ahli dalam memilihkan durian yang manis, manis kepahit-pahitan, dan anyeb (tak manis). 

 

"Ma, tadi di sebelah Rumah Sakit ada penjual durian langganan kita," kataku sesampaiku di rumah.

"Kok nggak beli?" tanya istriku.

"Nggak. Soalnya lupa nggak bawa HP," jawabku

"Apa hubungannya? Beli durian kan pakai duit?" istriku bingung.


"Soalnya nggak bisa mem-foto. Tak ada foto, status-ku kurang valid,"


"Niat makan durian atau niat bikin status?," kata istriku dengan muka dilipat-lipat. 🤕

TOTEBAG




"Maaf Pak, kami tidak menyediakan tas plastik. Kami menawarkan totebag. Silahkan bisa dipilih!" kata kasir di salah satu toko buku terbesar di Indonesia yang ada di Purwokerto.


Karena buku yang kami beli lumayan banyak dan tak mungkin kami tenteng dengan tangan, kami memilih salah satu totebag yang tersedia. Ada banyak tema gambar yang terdapat di totebag tersebut. Penghijauan, lingkungan hidup, pengelolaan sampah dan ikon kota Purwokerto. Kami memilih ikon kota Purwokerto yaitu Bawor, tokoh pewayangan bersenjata kudi yang hanya dimainkan pada pementasan wayang kulit di wilayah banyumas dan sekitarnya.


Tapi satu tas ini tidak mampu memuat buku yang kami beli. Akhirnya kami beli totebag lain bergambar masjid agung "Baitussalam" sebuah masjid yang berdiri megah di sebelah barat alun-alun Putwokerto.


Terus terang, buah tangan seperti inilah yang kami cari di Purwokerto, berupa benda yang bisa dipajang dan tahan lama walaupun hanya berupa totebag. Selama ini kami hanya membawa getuk goreng Sokaraja sebagai oleh-oleh yang sekali telan langsung habis tak berbekas.

TARIK TAMBANG GAGANG SAPU



Mereka menemukan "alat" untuk bermain. Sebuah gagang sapu bekas yang sapunya sudah rusak.


"Ayo, kita main tarik tambang!" ajak Ken kepada Kan, Be dan Na.


Kan bersama Na, adik perempuannya di satu sisi dan Ken bersama Be, adik sepupunya di sisi lain.


"Satu, dua, tiga, mulai," teriak Ken memberi aba-aba untuk memulai saling menarik ganang sapu.


Mereka saling menarik dengan sekuat tenaga sambil tertawa-tawa. Belum ada yang menang ketika nenek mereka keluar rumah.


"Sudah berhenti... Nanti jatuh," teriak sang nenek.


Tak ada kata berhenti. Teriakan sang nenek tak diacuhkan sama sekali. Mereka terus melanjutkan permainan mereka. Akhirnya nenek mereka menyerah, berhenti berteriak dan kembali masuk rumah. Mereka berhenti dengan sendirinya setelah mereka merasa capek sebelum ada yang menang di antara mereka.


"Sudah capek ah. Kita main yang lain saja yuk!" ajak Kan sembari mencari benda apa yang sekiranya dapat digunakan untuk bermain.


Bahagianya melihat mereka bermain mengisi liburan sekolah.

Minggu, 20 Desember 2020

TIKET



Gelisahku kembali melanda. Tiada yang hak menjadi bathil. Tiada manusia lepas dari khilaf dan salah. Tapi salah yang telah jelas tak seharusnya dikhilafkan.


"Ah, cuma sepuluh ribu. Jumlah yang tak berarti,"


Bagi Imam Al Ghazali, seekor lalat yang nampak hina dina pun menjadi perantara untuk masuk surga.


Huft, entahlah. Yang penting sepuluh ribunya kubayarkan. Itupun masih berat untuk ikhlas.

Sabtu, 19 Desember 2020

PANTAI UJUNGNEGORO, BATANG



Semburat jingga di ujung pagi, mengiringi langkahku merengkuh beribu cemara laut yang memanjang dari Sigandu sampai Ujungnegoro.

Riuh rendah kehidupan para pesepeda mulai menggeliat. Bercucur keringat, meningkatkan imun, menghempaskan Covid-19 yang semakin menggila.


Langkah demi langkah, tergapai loket masuk pantai Ujungnegoro.

Kubuka kaca mobilku.


"Selamat pagi. berapa orang Pak?" tanya seorang pemuda keluar dari ruang loket.

"Dua orang mas," jawabku sambil menunjuk satu istriku yang berada di belakang setir.

"Eh, Pak Bela. Silahkan lanjut saja."


Aku terpana dia menyebut namaku. Kuamati lebih cermat. Ah, iya. Dia muridku. Tapi siapa namanya, aku lupa.


"Eh berapa? ini uangnya," kataku sembari menyodorkan uang dua puluh ribuan.

"Nggak Pak. Buat Bapak gratis. Free." jawabnya.

"Nggak boleh gitu. Masuk ya harus bayar," desakku.

"Beneran Pak. Ga usah bayar. Gratis," jawabnya bertahan.


Perdebatan tanpa batas yang harus segera kuakhiri dengan jawaban menyerahku.

"Ya sudah lah. Terima kasih ya,"


Dari pos loket, seorang petugas mengarahkan kami ke tempat parkir.

"Mas, itu tadi yang berbaju merah siapa namanya ya. Saya kok lupa ya," tanyaku ke Mas Parkir.

"Miftah Arif Pak. Dulu murid Bapak ya?" tanyanya.

"Iya. Saya lupa namanya. Soalnya sudah lama lulusnya."


Debur ombak beradu dengan batuan karang di pantai ujungnegoro. Pasir lembut nan sejuk menjadi saksi keindahan pantai utara. Beberapa rajungan keluar dari lubangnya. Sekedar menengok siapa gerangan yang berkunjung di pagi yang indah ini.

"Oh, Pak guru rupanya" mungkin itu yang terucap di bibir-bibir rajungan itu karena tahu aku diloloskan dari loket tiket begitu saja tanpa bayar.


Kusapa mereka. Tapi mereka tak mau mendekat. "Jangan Dekat-dekat. Cukup dari situ saja. Kami belum tahu guru macam apa Anda. Jangan-jangan Anda  sama  saja dengan para pemburu rajungan yang selama ini mengejar-ngejar kami untuk dibikin peyek,"


Aku jongkok. Kuulurkan tanganku tanda persahabatan. Tapi mereka masih saja curiga. Semakin kudekatkan tanganku. Mereka masih juga enggan bersapa. Bahkan lari bersembunyi ke dalam lubang 

"Tak apalah, kau masih curiga. Aku maklum adanya."


Kunikmati ombak yang menggelitik kakiku berkali-kali. Kuhirup angin laut sepoi-sepoi.

Kerengkuh seonggok pasir. Kurasakan gemerisiknya bersama rumah-rumah kerang yang tercecer ditinggal penghuninya ke surga.


Pagi ini segera berlalu. Mentari telah menyapaku. Sinarnya hangat membelai kulitku. Saatnya pulang.


Di pelataran parkiran, kusempatkan menyapa penjual ciwel dan nasi jagung. Dua bungkus ciwel seharga empat ribu rupiah dan tiga bungkus nasi jagung seharga lima ribu rupiah kuhempaskan ke dalam plastik kresek dan kubawa pulang.


"Ya terus terus. Kiri..kiri." teriak Mas pemarkir.

Kusodorkan selembar uang lima ribuan.

"Nggak usah Pak. Buat Bapak gratis,"


Ealah, rupanya semua penghuni di Pantai Ujungnegoro ini sudah bersekongkol dengan Miftah Arif untuk menggratiskan semuanya kepadaku.


Kalau begitu, aku akan lebih sering datang ke sini.

Rabu, 02 Desember 2020

MANGGA GAJAH






Untuk kedua kalinya aku membeli mangga yg ukurannya lebih besar dari mangga biasa. Bobotnya mencapai 1 kilogram.


"Mba, ini mangga apa?" tanyaku kepada Mba penjual mangga.

"Mangga gajah," jawabnya singkat.

"Minggu kemarin aku membeli mangga gajah warnanya hijau. Kok sekarang kuning. Apa nggak salah Mba?" protesku. 


Mangga yang hijau cenderung bulat, sedangkan mangga yang kuning cenderung lonjong. Aku yakin jenis mangga ini berbeda. Tapi mengapa namanya sama-sama gajah.


"Kan sama-sama besar. Jadi namanya gajah,"

"Harusnya namanya dibedakan Mba. Kan yang satu hijau yang satu kuning,"

"Wah sampeyan pasti nggak pernah ke kebun binatang. Jadi nggak tahu tentang gajah. Gajah itu bermacam-macam. Ada gajah Afrika, gajah Jawa, gajah Sumatera. Semuanya berbeda-beda tapi namanya tetap gajah. Mangga gajah juga seperti itu, ada yang kuning ada yang hijau," jelas Mba penjual.


Kali ini aku terdiam dan hanya membatin "perasaan di kebun binatang hanya ada satu jenis gajah". Tapi aku tetap memilih diam daripada tambah dikatain 'sampeyan tak pernah sekolah'.

Jumat, 27 November 2020

KELAS MADAME NINGRUM

Pertama masuk kelas, Madame Ningrum menyajikan lagu, film pendek dan puisi yang kemudian dikaji oleh para peserta. Ada lagu “Qui pourrait?”-nya Lou, ada film pendek “Memo”, dan puisi “Le pont Mirabeau”, puisi karya Guillaume Apollinaire yang sejak 1913 sampai sekarang masih saja terkenal, semacam puisi “Aku”-nya Chairil Anwar di Indonesia. Selain memutarkan lagu, film pendek dan puisi, Madame Ningrum juga membaca sendiri sebuah puisi berjudul “Enseignant”, sebuah puisi tentang guru. Suaranya menggelegar dan mendayu-dayu dengan artikulasi Prancis-nya yang indah. Excellent.


Mengikuti kelas Madame Ningrum tak ada ngantuknya. Suara perempuan yang mempunyai moto “Kerja Keras, Kerja Cerdas, Kerja Ikhlas sampai Tuntas” ini cetar membahana dan cukup membuat adrenalin kami terpacu untuk mempelajari aplikasi yang beliau ajarkan yang mendukung pembelajaran Mendengar dan Berbicara Bahasa Prancis.


Prinsip hidupnya yang menjunjung tinggi kejujuran dan “sekecil apapun yang kita lakukan akan kembali ke diri sendiri” membuat beliau bersungguh-sungguh dalam memberikan materi pelatihan. Mobiltasnya tinggi untuk berkeliling kelas mendatangi satu per satu, menyapa, membimbing, dan tak lupa memfoto para peserta (cekrek..cekrek) dalam membuat dan mempresentasikan aplikasi padlet, screencast-O-Matic, dan voicethread. 


Pada saat presentasi, para peserta saling bertanya, memberi masukan, kritikan dan saling belajar. Sangat menarik.

Rabu, 18 November 2020

DILARANG MENGAMBIL MADU

Lokasi SMA Negeri 2 Batang yang masih dikelilingi hutan (walaupun sekarang sudah mulai dibangun perumahan di sekitarnya) menyebabkan sekolah ini mendapat julukan SMA Alaska (Alas Kabeh). Rindangnya pepohonan di dalam maupun di sekitar sekolah membuat suasana sejuk, hijau, dan segar.


Tak hanya pepohonan, segala macam binatang masuk dan bersarang di area sekolah. Ada luwak yang membangun keluarga sakinah mawadah warohmah di plafon mushola. Ada ular yang bersemedi di bawah tumpukan genteng bekas. Ada lipan besar-besar yang main lari-lari di tumpukan kayu. Ada aneka burung yang menjalin kasih dan membangun sarangnya di pepohonan. Dan ada beberapa keluarga lebah yang membangun kerajaannya di atap-atap kelas, di bawah genteng dan di dalam plafon. 


Keluarga-keluarga binatang ini hidup berdampingan secara harmonis dengan para siswa, para guru, staf TU dan kepala sekolah. Kami secara tulus ikhlas tidak saling mengganggu.


Namun akhir-akhir ini ada sedikit gangguan. Potensi lebah di sekolah ini menjadi incaran para pencari madu untuk memanen madunya yang liar. Awalnya mereka meminta ijin dan dijinkan. Toh, manfaat lebah memang untuk diambil madunya. Para pemburu madu ini menjalankan kegiatannya pada hari Sabtu atau Minggu (sebulan sekali) ketika sekolah libur namun tetap dibuka karena banyak anak-anak yang melakukan aktifitas basket, volleyball, badminton, bermain musik, menari atau kegiatan lainnya. Sayangnya, para pemanen madu ini kurang bertanggung jawab. Genteng dan plafon menjadi rusak dan dibiarkan begitu saja. Bekas sarang lebahnya juga kadang berserakan di lantai.


Untuk menghindari kerusakan lebih lanjut, akhirnya sekolah secara resmi mengumumkan "DEMI KEAMANAN, TIDAK DIIJINKAN MENCARI/ MENGAMBIL MADU DI AREA SMA NEGERI 2 BATANG"


Kini hidup kami kembali tenang.

Jumat, 13 November 2020

SATU KAMAR SATU ORANG

Setelah melewati pemeriksaan dan prosedur kesehatan anti Covid-19 di pintu masuk, para peserta pelatihan menuju resepsonist untuk check in kamar. Dengan menunjukkan KTP, Mba resepsionist (yang pasti cantik walaupun wajahnya ditutupi masker) dengan cekatan melayani para peserta. Ternyata kamar yang ditempati peserta Diklat adalah sebuah kamar yang seharusnya untuk dua orang namun diisi satu orang.


“Karena ada Covid-19, untuk menghindari perkumpulan dan untuk menjaga jarak, maka satu kamar hanya untuk satu orang,” kata salah seorang panitia.


Kamar yang sangat nyaman dengan satu tempat tidur lebar ukuran 2 x 2 meter (bisa tidur dengan berbagai gaya, miring ke kanan, miring ke kiri, terlentang, tengkurap, atau sambil rol depan, rol belakang dan salto)


Eits, tunggu dulu. Bagi sebagian orang, satu kamar satu orang merupakan pelayanan yang istimewa dan membuat nyaman. Tapi  diam-diam, ada yang tidak berani tidur sendirian dan memilih bergabung dengan peserta lainnya tanpa diketahui oleh panitia.


“Bayangkan, malam-malam di kamar sendirian. Mau keluar pun berjalan melewati lorong hotel sendirian. Sepi. Tak ada orang satu pun. Semua kamar terkunci. Sangat mengerikan. Iya kan Pak?” kata salah satu peserta perempuan kepadaku untuk mencari pembenaran supaya aku mendukungnya bergabung dengan temannya.


Daripada bermasalah, aku mengiyakan saja. Minimal aku turut menenangkan hatinya agar tidak  begitu merasa bersalah.


“Tapi jangan bilang siapa-siapa ya Pak,” pintanya

“OK, siap,” jawabku dengan mantap.

PLASTIK PEMBUNGKUS MICROPHONE

“Jangan khawatir, saya selalu membawa plastik. Biasanya sih untuk membungkus makanan,” ujar Madame Nilla sambil mengeluarkan plastik ukuran 1 kg dari dalam tas.


Ternyata, the power of kepepet ditambah insting emak-emak sangat membantu untuk memecahkan masalah yang kadang datang mendadak di Pendidikan dan Pelatihan PKB bagi Guru Bahasa Perancis SMA/SMK/MA.


Karena Madame Nilla kesulitan ketika harus berbicara dengan mengenakan masker, maka beliau terpaksa membuka maskernya. Namun microphone yang digunakan oleh Madame Nilla dikhawatirkan tertular dan menularkan Covid-19. Karena tak ada tissue, sapu tangan atau alat lain, Madame Nilla mempunyai ide brilian untuk menghindari penularan tersebut yaitu dengan  membungkus microphone dengan plastik yang selalu beliau bawa. Kini, microphone tersebut aman dari penularan Covid-19. C’est bonne idée.

RAPID TEST

“Diklat di masa pandemi seperti ini agak mengkhawatirkan. Ikut nggak ya?” tanyaku kepada salah satu temanku ketika aku menerima undangan diklat dari PPPPTK Bahasa.

“Kan syaratnya semua peserta harus menjalani Rapid Test terlebih dahulu. Itu tandanya protokol kesehatan tetap dijalankan. Pasti aman. Jadi ikut saja,” jawab temanku itu.


Jawaban temanku itu membuatku mantap untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Berbasis Peserta Didik bagi Guru Bahasa Prancis SMA/SMK/MA yang diselenggarakan oleh PPPPTK Bahasa dilaksanakan di Hotel Novotel Solo dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 6 November 2020. Pelatihan ini diikuti oleh 37 guru Bahasa Prancis dari tiga provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY.


Persiapan pun kulakukan. Di pagi yang mendung diiringi rintik hujan, pukul 09.00 tanggal 30 Oktober 2020 aku menuju ke sebuah kilinik laboratorium untuk menjalani Rapid Test. Suasana klinik masih sepi. Aku selalu berdebar-debar ketika masuk ke sebuah tempat pemeriksaan, baik itu puskesmas, kantor polisi, ataupun ruang kepala sekolah. Entah phobia macam apa yang menimpaku ini. Seorang perempuan muda berpakaian batik rapi, bersepatu hitam, dan maskernya berada di leher sehingga wajahnya kelihatan dengan jelas menemuiku.


“Ada keperluan apa Pak?” tanyanya kepadaku.

“Mau Rapid Test Mba,” jawabku.


Aku dipersilahkan duduk di sebuah kursi. Perempuan tersebut masuk ke ruangan lain dan keluar bersama seorang perempuan berpakaian batik juga, maskernya dikalungkan di leher, bersandal jepit dan cantik, yang nampaknya Bu Dokter. “Ini kok tidak mematuhi protokol kesehatan. Memakai masker hanya dikalungkan di leher,” batinku. Aku tak berani menyampaikan secara langsung. Ingat, aku berada di tempat asing yang aku belum tahu situasi dan kondisinya.


Bu dokter sekarang duduk berhadapan denganku. Aku semakin berdebar-debar. Mba-nya duduk di sebelahnya. Tanpa basa-basi, aku diminta mengulurkan tangan dan kemudian pergelangan tangan kananku dipegang kencang. Mungkin takut aku melarikan diri. Mba yang tadi yang ternyata seorang suster membantu Bu Dokter membuka suntikan baru dan menyiapkan plester dan alkohol.


“Mengepal Pak,” perintah Bu Dokter dan aku pun mengepalkan tanganku. Sebuah suntikan ditancapkan di lenganku. “Lepaskan kepalannya,” perintah Bu Dokter dan akupun melepaskan kepalanku. Aku tak bisa membantah dan tak perlu bertanya untuk apa aku harus mengepalkan tangan kemudian melepaskannya karena aku berada di posisi yang tidak menguntungkan. Sebuah suntikan sedang menancap di lenganku. Maka, aku memilih diam. Kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri, darah pelan-pelan keluar dari tubuhku. Rasanya sedikit nyeri. Tapi aku tetap diam.


Darahku diambil seperempat suntikan. Kemudian, suster menutup luka suntikan di lenganku dengan plester yang telah diberi alcohol. Mereka berdua berusaha menutupi perbuatannya. Kemudian aku dipersilahkan untuk menunggu di luar ruangan. Sebenarnya aku ingin tahu apa yang mereka lakukan dengan darahku. Bagaimana memeriksanya? Apa yang mereka bicarakan? Apa yang akan mereka rencanakan lagi terhadapku? Tapi aku adalah orang yang penurut sehingga aku menuruti perintah Bu Dokter.


Aku duduk di sebuah bangku panjang. Sendirian. Sambil menunggu, aku berdoa mudah-mudahan aku tak diapa-apakan lagi dan hasil rapid testku berhasil gagal (tidak terindikasi covid-19). Kurang lebih 30 menit kemudian, aku dipanggil kembali untuk masuk ke dalam ruangan. Sebuah amplop putih disodorkan kepadaku. Aku lega karena tak ada proses berikutnya.


“Ini kuitansinya Pak,” kata suster sambil menyodorkan sebuah kuitansi berisi jumlah rupiah yang harus kubayar.


Setelah membayar sejumlah uang. Di luar ruangan, kubuka amplop putih tersebut dan kubaca isinya. Di dalam surat tersebut menerangkan bahwa hasil pemeriksaanku “Tidak Reaktif”. Alhamdulillah, testku berhasil. Aku sehat.

PERJALANAN DIKLAT

Perlengkapan untuk diklat Bahasa Prancis selama enam hari di Hotel Novotel Solo sudah kupersiapkan semua. Supaya tidak repot, aku naik travel, sebuah moda transportasi antar jemput dari pintu ke pintu. Pada hari Minggu pagi tanggal 1 November 2020 pukul 08.00 WIB kutunggu travelku di depan pintu dan baru datang pada pukul 09.00.


“Maaf Pak, harus menjemput penumpang agak jauh,” kata Mas Sopir yang berumur sekitar 30-an beralasan.


Travelku berisi 6 orang penumpang dengan 12 kursi.


“Aturannya seperti itu Pak. Hanya boleh diisi setengahnya.” Kata Mas Sopir.


Aku meluncur dengan lancar menuju Solo.


“Seminggu berapa kali jalan Mas?” tanyaku kepada Mas Sopir.

“Wah, masih sepi Pak. Sudah dua minggu ini tidak jalan. Alhamdulillah, hari ini kami jalan dua mobil,” jawabnya.

“Sebelum covid, seminggu berapa kali jalan Mas?” tanyaku.

“Tiap hari pasti ada yang jalan. Sekarang prihatin Pak,” lanjut Mas Sopir.


Senyumnya kecut menjawab pertanyaanku yang terakhir. Maskernya yang berwarna hitam hanya menutupi dagunya. Telepon genggamnya selalu aktif untuk menelepon temannya, bosnya atau keluarganya.


Walaupun jalan tol sudah tersambung dari Batang sampai Solo, namun travel ini hanya melewati jalan tol dari Semarang sampai Bawen. Setelah itu, travel ini melewati jalan umum.


“Dari kantor jatah tol-nya hanya Semarang-Bawen Pak. Kalau mau lewat tol terus, penumpang harus nambah ongkos,” jelasnya


Nasi sudah jadi bubur. Travel ini sudah keluar jauh dari pintu tol Bawen. Jadi, aku terpaksa melewati jalanan yang tidak semulus jalan tol namun dengan pemandangan kanan kiri lebih indah.


Memasuki wilayah Solo, Mas Sopir mulai masuk ke jalan-jalan sempit bahkan gang-gang kecil untuk menurunkan penumpangnya satu per satu di depan rumahnya masing-masing.


“Gang depannya Mas belok kanan,” kata penumpang di kursi paling belakang, “nanti ada gang lagi belok kiri,”


Setelah menurunkan satu penumpang, travel jalan lagi menuju lokasi lain.


“Sampeyan hafal semua jalan di Solo Mas?” tanyaku

“Hanya hafal nama wilayahnya. Pernah tersesat juga, muter-muter nggak ketemu-ketemu alamat karena mengantar orang yang mau mengunjungi saudaranya dan alamatnya hanya nama jalan dan kelurahannya nggak ada nomornya,” jawabnya

“Sudah berapa tahun pegang travel?” tanyaku lagi

“Di Solo tiga tahun Pak. Sebelumnya di Jogja,”


Setelah lima kali menurunkan penumpang, tinggal aku sendirian di dalam travel padahal kulihat di google map lokasi yang kutuju paling mudah dijangkau.


“Tapi kenapa saya diantar paling akhir ya Mas?” tanyaku

“Bapak kan turun di Hotel Novotel. Lokasinya di tengah kota, semua orang tahu. Tidak dicari juga ketemu,” jawab Mas Sopir santai.


“Ya nasib.”

Sabtu, 17 Oktober 2020

GALLICA

Di SMAN 2 Batang, setiap kelas membuat nama khusus untuk kelasnya masing-masing. Misalnya: Andromeda, Deux, Siti Kopyor, Psyko, dan lain-lain yang mempunyai arti masing-masing. Salah satu kelas yang kuajar dan merupakan satu-satunya kelas XII yang pada Tahun Pelajaran 2019-2020 yang medapat pelajaran Bahasa Perancis Lintas Minat adalah kelas XII MIPA 4. Kelas ini mempunyai nama khusus “Gallica” yang mempunyai arti gagah lincah dan cantik. Menurut siswa-siswi Kelas XII MIPA 4, nama ini mencerminkan sifat, karakter, situasi dan kondisi siswa-siswi di kelas ini yang (menurut pengakuan mereka sih) gagah-gagah, lincah-lincah dan cantik-cantik.


Kelas ini mempunya anggota 36 siswa yang terdiri dari 10 laki-laki dan 26 perempuan. Walaupun perempuan di kelas ini lebih banyak dan bisa dikatakan superior, tapi tidak ada tindakan bullying, pelecehan, kekerasan dan pembantaian dari siswa perempuan kepada siswa laki-laki. Mereka menerapkan prinsip persamaan gender dengan tetap menghormati emansipasi laki-laki. Dengan demikian, mereka hidup rukun, damai, aman, sentosa, sejahtera, bahagia, saling menghormati, saling menghargai, dan bahkan ada yang saling mencintai.


Mereka dipersatukan sejak kelas XI karena di kelas X mereka duduk di kelas yang berbeda-beda. Menurut riwayat, pada awalnya mereka agak canggung karena sebagian banyak yang belum saling mengenal. Namun dari hari ke hari mereka bisa saling mengenal, saling memahami dan mengerti. Akhirnya mereka menyadari bahwa mereka disatukan dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” (berbeda-beda namun tetap satu jua) sebagaimana yang setiap hari mereka baca di selembar pita yang dicengkeram erat oleh “Burung Garuda” yang gambarnya tergantung di depan kelas, tepatnya satu meter di atas papan tulis.


Untuk mengenal Gallica lebih jauh, tidak ada salahnya mengenal personilnya satu per satu. Kata pepatah “tak kenal maka tak sayang”. Dengan mengenal satu per satu personilnya, kita yakin akan semakin terjalin rasa sayang.


ADITYA JUNIYANTO. Panggilan normalnya adalah Adit. Tapi, badannya yang putih seperti orang Tionghoa membuat teman-temannya memanggilnya Babah Liong. Adit lahir di Batang pada tangga 26 Juni 2002 di Dringo, sebuah desa di wilayah Kecamatan Wonotunggal. Sejak lahir sampai SMA, dia mengaku tak mempunyai cita-cita atau mungkin tak tahu apa artinya cita-cita. Padahal orang tuanya pasti mengharapkan dia menjadi sesuatu. Seharusnya dia bertanya kepada orang tuanya, "mereka ingin dia menjadi apa?" Hobinya main game dari game yang paling mudah sampai game yang paling sulit. Selain game, Adit juga mempunyai hobi olahraga terutama futsal, hobi menfoto benda, benda apa saja, pensil, buku, batu, kertas, dan lain-lainnya terutama benda-benda miliknya sendiri. Salah satu manfaat memfoto benda adalah apabila benda itu hilang akan mudah ditemukan. Misalnya ketika penghapusnya hilang maka fotonya dicetak, diperbanyak dan ditempal di tiang-tiang listrik bersanding dengan iklan sedot WC. Insyaalloh bisa segera ditemukan. Paling tidak, ada yang kasihan membelikan penghapus baru. Selain hobi main game, olahraga, dan memfoto benda, Adit juga menyukai hal-hal baru di sekitarnya. HP baru, baju baru, sepatu baru, sepeda motor baru. Ya iya lah, semua orang juga seperti itu. Ketika menginjak bangku SMA, karena banyak tekanan untuk menentukan cita-cita, maka Adit terpaksa menentukan cita-citanya untuk kuliah di peternakan. Memang sih, terkadang sebuah karya, keinginan, atau cita-cita, baru bisa keluar akibat adanya tekanan. Contoh sederhana adalah ketika kita ke toilet.


ALI NUR ABIDIN. Teman-temannya memanggilnya Ali. Anaknya cenderung pendiam. Suaranya tidak pernah keras. Mungkin itu adalah bentuk sopan santun dalam berbicara yaitu menjaga lisan dan tidak mengeraskan suaranya ketika berbicaara dengan orang lain. Ali dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 19 maret 2002. Tinggal di Kalisalak, sekolah SD juga di Kalisalak, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 4 Batang. Hampir sama dengan Adit, ketika disuruh menuliskan cita-citanya, dia bingung. Akhirnya dia menuliskan keinginannya yang berasal dari lubuk nurani yang terdalam yaitu ingin membahagiakan orang tua dengan cara langsung bekerja setelah SMA atau berwiraswasta. Dengan bekerja, dia tidak lagi meminta uang saku lagi tapi dia dapat menghasilkan uang sendiri. Sungguh cita-cita yang sangat mulia.


AMANDA SALSABILA. Nama panggilannya adalah Manda. Anaknya hitam manis, gesit, dan lincah. Dia adalah ketua suku Gallica alias ketua kelas. Lahir di Pekalongan pada tanggal 26 Juli 2002. Tinggal di Cepokokuning, sebuah desa di wilayah Kecamatan Batang bagian selatan. Manda bercita-cita kuliah di Poltekes bagian radiologi. Dengan pertimbangan ekonomi, dia juga ingin mendapatkan beasiswa Bidikmisi dan ingin kuliah di UNDIP atau IPB. Kalau tidak ada beasiswa, dia ingin kuliah sambil kerja. Mudah-mudahan bisa tercapai cita-citanya.


ANNISA AGSA AIINI. Nama panggilannya adalah Sasi. Sama sekali tidak nyambung antara nama panggilan dengan nama lengkapnya. Tidak ada unsur "Sasi” di dalam nama lengkapnya. Memang seperti itu keadaannya karena sebenarnya "Sasi" adalah nama ibunya. Entah kenapa, teman-temannya memanggilnya dengan nama ibunya. Sebuah perilaku yang agak kurang ajar memang. Sasi (maaf, penulis juga ikut memanggilnya Sasi) lahir di Pekalongan pada tanggal 23 Desember 2001. Kini dia tinggal di Perum Graha Kauman Asri, Pasekaran. Dia merasa menjadi anak yang paling ribut dan cerewet di kelas. Syukurlah kalau sadar. Namun, ribut dan cerewet ini sangat sesuai dengan cita-citanya yaitu ingin kuliah di jurusan hukum. Jadi pengacara memang harus cerewet karena salah satu metode untuk memenangkan perdebatan adalah cerewet. Bisa dibayangkan, dalam sebuah persidangan pengacaranya perempuan cantik dan cerewet. Para hakim dan para jaksa pasti terpesona dan tidak mempunyai kesempatan untuk menyela dan membantah pembicaraan sang pengacara. Menanglah dia.


ANNISA GATU NUARY PUTRI. Nama panggilannya adalah Gatu. Lahir di Batang tanggal 31 Januari 2002. Namanya unik karena Gatu adalah singkatan dari tiGa saTu, Nuary diambil dari bulan lahirnya yaitu jaNuary. Mungkin orang tuanya terinspirasi untuk melestarikan budaya Jawa. Orang Jawa jaman dulu memberi nama dengan nama hari atau tanggal. Misalnya: Tupon, lahir pada hari Setu Pon. Saginem, lahir pada hari Selasa Legi tanggal enem. Mungkin lho. Rumah Gatu kurang lebih 800 meter dari SMA Negeri 2 Batang, masuk wilayah desa Pasekaran. Jadi jangan ditanya, “Ke sekolah naik Bus? Mobil? Sepeda Motor? Becak? Ojek?” Jawabannya pasti “jalan kaki”, sehat dan bergizi. Atau mbonceng teman. Gatu adalah anak dari seorang ayah yang bekerja di pertanian dan seorang ibu yang menjadi guru biologi. Maka jangan heran kalau dia suka sains dan alam. Pelajaran yang dia sukai adalah Kimia, tapi waktu kelas XI ikut olimpiade Biologi, dan pelajaran pilihan untuk UN adalah Fisika. Bingung kan? Itulah manusia, mencintai A, pacaran dengan B, menikah dengan C. Gatu ingin kuliah di jurusan kehutanan, bekerja di hutan, makan di hutan, minum di hutan, tidur di hutan, mandi di hutan dan yang serba hutan. Mungkin ingin seperti Tarzan. Cita-citanya sangat mulia yaitu menjadikan hutan lebih baik dengan cara memberantas penebangan liar.


ANUGRAH BAGUS SAPUTRA. Tidak ada hujan tak ada petir, Anugrah dipanggil dengan nama panggilan “Bambang”, nama ayahnya. Anehnya, Anugrah menerima nama panggilan itu dengan suka hati. Tapi penulis tidak akan ikut-ikutan memanggilnya Bambang. Anugrah dilahirkan di Batang pada tanggal 30 maret 2002. Tinggal di Jalan Yos Sudarso, Gang Rambutan. Sekolah di SDN Kasepuhan 2. Anaknya baik. Hobby-nya nonton artis-artis korea. Ingat, artis Korea. Bukan film Korea. Jadi apapun filmnya, bagaimanapun jalan ceritanya, siapapun sutradaranya, dimanapun ditayangkannya, selagi ada artis Koreanya pasti dia tonton. Soalnya artis korea itu cantik, langsing, kakinya panjang, dan putih. Pada waktu SD, Anugrah ingin menjadi pilot karena punya mainan pesawat. Pada waktu SMP, Anugrah ingin jadi guru karena ada mahasiswa PPL dari UNNES di sekolahnya. Mungkin lebih tepatnya terinspirasi oleh mba-mba mahasiswa PPL yang cantik-cantik yang secantik artis Korea. Pada waktu duduk di Kelas IX SMP, Anugrah ingin jadi dokter karena belajar biologi tentang organ tubuh. Ketika SMA, Anugrah terinspirasi oleh saudara sepupunya yang kuliah di PKN STAN dan sampai sekarang mantap ingin kuliah di PKN STAN. Siapa tahu di PKN STAN ada mahasiswi yang artis Korea.


ARIFA WINDA AMALIA. Nama panggilannya adalah iip. iip lahir di Batang pada tanggal 9 maret 2002. Rumahnya di desa Pasekaran. Sejak SD, cita-citanya berubah-ubah yaitu ingin menadi dokter,  pilot dan presiden. Waktu SMP, Iip ingin menjadi chef karena suka bereksperimen membuat resep makanan sendiri. Tapi hasilnya tidak seindah bayangan. Ada ayam goreng rasa kopi, pahit karena gosong. Ada sop yang rasanya hambar karena lupa tak pakai bumbu. Dia menagkui bahwa dia sering ikut ibu memasak di dapur tapi lebih banyak menganggu daripada membantu.  Tapi dia terus bereksperimen dalam memasak. Sampai duduk di bangku SMA, Iip masih konsisten ingin jadi chef, namun ketika duduk di kelas XII iip semakin bingung.  Mau kuliah, masuknya susah dan mahal.  Tapi keinginannya menjadi pengusaha sukses di bidang kuliner dan punya mobil box untuk mengangkut makanan masih membara. Semuanya untuk membahagiakan orang tua. Mantap.


EKO BAGUS WIBISONO SARMADI. Nama panggilan resminya adalah Eko, tapi di dunia maya, nama panggilannya adalah Ergil dan teman-temannya memanggilnya Gus Eko. Mungkin karena dia pernah nyantri di pondok pesantren Tebu Ireng. Eko lahir di Blitar pada hari Sabtu tanggal 23 September 2001 pukul 21.00 dari seorang ibu yang asli Blitar dan ayah yang asli Klaten. Eko tinggal di Desa Tumbrep, Kecamatan Bandar. Hobinya adalah bermain game online. Cita-citanya ingin jadi dokter. Kurang nyambung. Tapi tak apalah. Dia beralasan ingin menjadi dokter karena dokter sangat berjasa dalam menyelamatkan nyawa orang. Orang tuanya dan kakek nenek juga mendukung. Walaupun merasa kurang pintar, dia yakin usaha dan doa akan dapat mewujudkan cita-citanya  Amiiin.


ENDAH RIZKA NUR AMALIA. Nama panggilannya adalah Endah. Anaknya putih. Endah lahir di Batang pada tanggal 31 Desember 2001. Tinggal di Proyonanggan Tegah, Kecamatan Batang. CIta-cita pada waktu SD adalah ingin menjadi chef, tapi kakeknya menyarankan jadi dokter. Ketika SMA, Endah mantap ingin menjadi dokter. Tapi sadar jadi dokter itu sulit dan merasa tidak begitu pintar maka berubah ingin menjadi ahli kehutanan karena dia suka alam. Dia ingin kuliah di UNDIP tapi di UNDIP tidak ada fakultas kehutanan. Jadi? Penulis juga bingung.


ESTI PUSPITA RAHMAWATI. Mempunyai nama panggilan Esti. Lahir di Batang pada tanggal 24 April 2002. Tinggal di Sambong kurang lebih 3 km dari SMAN 2 Batang. Esti adalah anak kedua dari 2 saudara laki-laki dan perempuan. CIta-citanya Ingin kuliah di farmasi. Padahal pada awalnya ingin menjadi chef dan kuliah di bidang kuliner agar bisa menciptakan bumbu untuk berbagai makanan. Tapi orang tua tidak setuju. Mungkin orang tuanya merasa anak ini akan menghabiskan bawang merah, bawang putih, cabe, mrica, ketumbar, dan lain-lain yang ada di dapur untuk percobaan. Akhirnya orang tua dan saudara-saudaranya menyarankannya untuk masuk farmasi agar bisa jadi apoteker. Tapi sekarang ia ingin kuliah di UNDIP jurusan kelautan. Huft. Pembaca bingung kan? Penulisnya lebih bingung.


FARADITYA. Dipanggil dengan nama panggilan Lemur berasal dari modifikasi Bahasa Perancis “Le Mur” yang artinya tembok dan dan Bahasa Arab “Mur****” yang artinya orang yang dicintai oleh Faraditya. Lemur lahir pada tanggal 28 desember 2001. Rumahnya di Proyonanggan Tengah. Pada awalnya, Lemur ingin menjadi dokter, namun seiring berjalannya waktu, dia ingin menjadi guru olahraga sesuai bakat dan minatnya sebagai atlet pencak silat. Dia atlet pencak silat lho. Sudah banyak meraih kejuaraan baik tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi maupun nasional. Jadi, jangan macam-macam dengannya. Lemur Ingin masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur prestasi dan mencari beasiswa untuk meringankan beban orang tua.


FARIZ MUHAMAD RAFIL. Nama panggilannya adalah Fariz tapi teman-temannya memanggilnya Ulama. Lahir di Pekalongan pada tanggal 3 april 2002. Rumahnya di Proyonanggan Tengah. Tetanggaan dengan Faraditya. Tapi baru kenal ketika sekolah di SMAN 2 Batang. Lahir dari orang tua yang berlatar belakang sebagai wiraswasta. Fariz ingin bekerja di bidang kesehatan masyarakat terutama K3 karena ingin melayani masyarakat supaya terhindar dari penyakit. Untuk itu, dia ingin kuliah S1 di UNDIP dan akan melanjutkan S2 di program master untuk kesehatan masyarakat. Di bangku SMA, Fariz mulai tertarik dengan pelajaran biologi yang mendiskusikan penyakit. Selain itu, daya dukung yang membuatnya semakin mantap dengan cita-citanya adalah karena di Batang ada PLTU terbesar di Asia Tenggara yang membutuhkan Tenaga kesehatan publik. Orang tua setuju dengan pilihannya. (Penulis juga setuju).


GYMNASTIAR IQBAL KURNIAWAN. Nama panggilannya adalah Iqbal namun teman-temannya memanggilnya Weleng. Iqbal lahir di Tegal pada tanggal 3 Mei 2002. Iqbal ingin menjadi arkeolog karena menyukai sejarah mesir kuno. Terinspirasi dari film “The Mummy. Iqbal suka belajar tentang sejarah dan arkeoligi mesir kuno. Karena itu, dia ingin kuliah di jurusan arkeologi tapi yang khusus mesir kuno. Di indonesia tidak ada. Adanya di Oxford. Ia menabung untuk mewujudkan cita-citanya. Mudah-mudahan terkabul. Amiiin.


HASNA MAULIDA. Dipanggil Hasna. Lahir pada tanggal 30 nopember 2002. Awalnya ingin menjadi penyuluh pertanian, dan setelah kelas XI, dia mantap ingin kuliah di Polbangtan (Politeknik Pembangunan Pertanian). Pada waktu kecil pernah mengikuti pelatihan pertanian dari departemen pertanian bersama ibunya. Semakin didukung dengan rumahnya yang mewah (mepet sawah). Jadi semakin ada komunikasi antara Hasna dengan tanaman padi di sawah (entah bagaimana cara komunikasi antara dia dengan tanaman padi) dan para petani. Hasna adalah lulusan SMPN 1 Warungasem sebelum masuk di SMAN 2 Batang.


ILHAM EKO SETIADI. Nama panggilannya adalah Ilham tapi teman-temannya memanggilnya dengan nama Kucet. Ilham lahir di Batang pada tanggal 12 Oktober 2002. Rumahnya beralamat di Desa Siwatu, Kecamatan Wonotunggal. Hobinya bermain sepakbola. Karena itu, dia pernah sempat bercita-cita menjadi pemain sepakbola. Ilham dilahirkan dari seorang ayah dan seorang ibu yang menjadi karyawan. Sejak negara api menyerang dan karena latar belakang keluarganya militer (mungkin yang dimaksud adalah kakek dan neneknya, om dan pakdenya), dia bercita-cita menjadi polisi. (Militer kan tentara. Seharusnya menjadi tentara). Untuk itu, sejak SMA dia sudah mempersiapkan diri secara fisik, push up, stand up, lari, renang, dan lain-lain untuk menjadi polisi. Mudah-mudahan terkabul. Tapi ingat, kalau sudah menjadi polisi, tolong diadakan pelayanan SIM gratis dan seumur hidup bagi guru-guru SMAN 2 Batang ya.


LAELI ANISA FUTHARI. Dipanggil Lili. Lahir pada tanggal 18 Oktober 2002. Rumahnya berada di Jalan RE Martadinata, Karangasem utara. Ayah adalah nelayan.Pada dahulu kala, ada guru SD-nya bertanya ‘Lili ingin jadi apa? dia menjawab “dokter”. Tapi setelah besar dia berpikir ulang karena menjadi dokter cukup sulit dan biayanya mahal, akhirnya Lili menurunkan egonya untuk tidak lagi bercita-cita menjadi dokter. DIa mengubah cita-citanya ingin kuliah di ilmu gizi UNDIP karena terinspirasi dari saudara sepupu. Pantas saja, dia aktif di ekstrakurikuler PMR. Sesuai dengan jiwanya yang ingin menolong sesame. TOP.


MEIDA PRAMESTI CAHYA NINGRUM mempunyai nama panggilan Meida. Namanya yang agak kejepang-jepangan sesuai dengan matanya yang sipit dan kulitnya yang putih seperti orang Jepang. DIa adalah anggota gank Kewel bersama Anita, Mahmudah, Hasna, Reni dan Sofiatul. (Rupanya di kelas Gallica terbentuk sebuah gank Kewel). Meida lahir pada tanggal 23 Mei 2002. Awalnya, pada waktu sekolah di MI, Meida ingin menjadi dokter tetapi karena biaya mahal, dia berubah pikiran ingin menjadi guru atau dosen matematika yang punya toko kue dan jadi kokinya. Nggak nyambung kan? Makanya ditertawakan ayahnya. (Penulis juga mentertawakan). Apa hubungannya matematika dengan kue? Tapi hidup manusia itu ada otak kanan dan otak kiri. Otak kiri untuk logika, otak kanan untuk rasa, hobi, kesenangan, dan lain-lain. Jadi kalau ingin berimbang memang harus jadi dosen matematika dan koki kue. Meida ingin kuliah di jurusan Matematika UNNES. Tapi dia sendiri bingung. Kalau bisa kuliah kedinasan agar cepat sukses. (Kedinasan yang punya toko kue dan nyambi jadi kokinya. Iya kan Meida?)


MOCHAMAD FERDIANSYAH. Panggilannya Ferdi Ketek karena suka memegang keteknya dan diusapkan ke temannya. Lahir di Batang pada tanggal 1 Agustus 2002. Awalnya ingin menjadi astronot karena terinspirasi oleh film Upin Ipin seri “Angkasa”. Namun pada waktu SMP, cita-citanya  berubah ingin menjadi dokter. Pada waktu masuk SMA kelas X, cita-citanya direvisi ingin menjadi peternak terkenal sedunia karena dia suka sekali (bisa dibilang “jatuh cinta”) dengan sapi. Ketika duduk di Kelas XI, dia tidak lagi terlalu suka dengan sapi, maka dia ingin menjadi guru karena guru menyebarkan ilmu.


MONIKA REKA MAHRELIA NIANTI. Dipanggil Monik. Lahir pada tanggal 16 februari 2002. Cita-citanya Ingin jadi psikolog. Itu adalah saran dari orang tua. Menurut orang tuanya, psikolog menolong orang yang depresi karena depresi sangat berbahaya. Awalnya dia menolak tapi akhirnya setuju karena dengan menjadi psikolog, dia bisa mendengar permasalahan orang yang berkonsultasi dan memberikan solusinya.


MUKHOFIFAH. Dipanggil Fifah. Lahir di Batang pada tanggal 18 desember 2001. Rumahnya beralamat di desa Terban, kecamatan Warungasem. Cita-citanya ingin jadi dosen untuk memajukan pendidikan di Indonesia dan mengabdi kepada negara. Tapi karena kondisi dan situasi, Fifah harus berpikir ulang akankan melanjutkan kuliah atau bekerja. Ibunya sangat mendorongnya untuk kuliah. (penulis juga ikut mendorong untuk kuliah. Soal biaya, pasti ada jalan)


MUTIA FITRI HAFILIZARA. Dipanggil Muti. Lahir pada hari Kamis Kliwon tanggal 20 desember 2001. Sejak Kelas X, Muti ingin menjadi dokter tapi karena kondisi ekonomi keluarga lalu mengubah cita-cita. Muti Ingin terjun ke dunia hiburan, ingin jadi artis antagonis (takuuuut. :((((). Muti suka sekali menari terutama menari modern. Tapis sebenarnya ia masih ingin mewujudkan cita-citanya bekerja di dunia kesehatan yaitu di bidang gizi atau radioligi. Di sekolah, Muti suka dengan pelajaran biologi. Cita-citanya yang ingin menolong sesama, membuatnya ingin kuliah di Poltekes Semarang atau kalau tidak di Politeknik atau Univeraitas Negeri fakultas Kesehatan Jurusan Gizi atau Radiologi. Yang penting bisa sambil menari. Wis… pokoknya galilah seluruh potensi selagi masih muda.


NADIA FITRI HIDAYAH. Dipanggil Nadia. Lahir pada tanggal 15 desember 2002. Bertetangga dekat dengan Bambang. Dan dia merasa menjadi perempuan yang paling berhak untuk mendapatkan Bambang karena faktor zonasi. Untuk membentengi Bambang agar tidak jatuh ke tangan-tangan jahat, dia berusaha membentenginya dengan gencar mempromosikan calon pasangannya tersebut. Pilihlah Nadia-Bambang. Soal cita-cita, awalnya Nadia ingin menjadi dokter tapi dia merasa menjadi dokter itu sulit dan mahal. Akhirnya dia mengubah cita-citanya ingin menjadi bidan karena terinspirasi oleh tantenya yang bidan. Tapi cita-cita yang utama tidak berubah yaitu mendapatkan Bambang.


NILA KHAERUN NISA. Dipanggil Irun. Lahir di Batang 7 Oktober 2002. Alamat rumahnya adalah desa Cepagan, Kecamatan Warungasem. Irun ingin terjun ke dunia kesehatan jadi perawat sejak lama. Dengan terjun ke dunia kesehatan, dia ingin merubah kesedihan jadi kegembiraan, air mata menjadi bahagia, duka menjadi suka. Pengalaman sakit dua minggu di rumah sakit dan bau obat-obatan membuatnya mantap untuk menjadi perawat. Di SMAN 2 Batang, Irun bergabung di ekstrakurikuler PMR. Selain itu, ia juga Ingin membuka perusahaan laundry dan menjadi pelukis henna untuk pernikahan karena dia suka melukis. Bahkan dia sudah menerima lukisan henna sejak tahun 2017. Jelasnya, dia ingin menjadi perawat yang menerima jasa laundry untuk cucian kotor pasiennya dan menandai seluruh pasien yang dirawatnya dengan lukisan henna. Eh maaf, maksudnya Irun ingin menjadi perawat yang mempunyai perusahaan laundry sambil melukis henna untuk pengantin.


NOFITA SARI. Dipanggil Nofita. Lahir di Batang pada tanggal 18 Mei 2002. Rumahnya di Karangasem Utara. Ayah adalah nelayan. Nofita ingin menjadi PNS. Apapun keadaannya dia jalan terus untuk mencapai cita-citanya yaitu ingin kuliah di bidang pendidikan. Pasti PNS-nya ingin jadi guru. Iya kan?


PUSPITA DIAZ PRIMADANI. Dipanggil Diaz. Lahir di Batang pada tanggal 21 September 2002.Rumahnya di Kasepuhan, Kecamatan Batang. Diaz ingin jadi perawat karena suka dengan seragam putih-putihnya. Hatinya selalu bergetar melihat seragam tersebut. (Pocong juga putih-putith. Apakah hatinya bergetar juga ketika melihat pocong? Hanya Diaz yang tahu). Tapi Diaz juga ingin kuliah di STAN yang gratis dan dijamin kerja. Saran penulis, tetap jadi perawat dan cari suami lulusan STAN. OK?


PUTRI ANITA NUZULIA. Nama panggilannya adalah Nita. Lahir tanggal 28 maret 2002. Nita adalah anak ke-3 dari 3 saudara. Untung nggak dinamai ragil atau bontot. Nita ingin menjadi pegawai negeri untuk membahagiakan ibu. Kalau tidak, dia ingin menjadi perawat untuk membantu orang lain. Di SMA, Nita menjadi salah satu anggota PMR sekolah. Sesuai dengan cita-citanya yang mulia. Mudah-mudahan terkabul.


PUTRI INDAH PARWATI. Mukhofifah memanggilnya Mba Par dan teman-temannya memanggilnya Wati. Lahir di Batang pada tanggal 20 Januari 2002. Wati adalah anak tunggal. Rumahnya di Desa Menguneng, Kecamatan Warungasem. Wati ingin kuliah tapi orang tua tidak mau jauh. Alternatifnya kuliah di UNDIP yang ada di Batang atau di IAIN Pekalongan atau Universitas Pekalongan. Wati ingin menjadi guru matematika karena dia suka matematika. Wati adalah pernah peringkat pertama paralel. Jadi sebenarnya saying kalau tidak melanjutkan kuliah. Ayo Putri Indah Parwati, kesuksesan pasti membutuhkan pengorbanan.


PUTRI MAHMUDAH. Nama panggilannya adalah Sipo. (seperti merk ballpoint ya). Sebuah nama panggilan yang agak melenceng jauh dari nama lengkapnya tapi begitulah teman-temannya memanggilnya. Sipo lahir pada tanggal 15 Januari 2002. Rumahnya berada di Jl. RE Martadinata, tepatnya di Klidang Wetan, Kecamatan Batang. Sipo adalah anak terakhir dari 4 bersaudara. Raggil alias Bontot. Sipo ingin kuliah di DKV (desain komunikasi visual) ITS Surabaya. Tapi karena jauh maka perlu didiskusikan dengan orang tua. Ya sana didiskusikan dulu.


RENI RAHMAWATI. Panggilannya Reni. LAhir pada tanggal 26 agustus 2002. Setelah berhasil lulus dari RA Al Amin, Reni melanjutkan ke MI Al Amin Kalibeluk, kemudian SMPN 2 Warungasem. Pengalaman yang paling mengesankan adalah pernah ke bandara melihat pramugari cantic-cantik. Sejak saat itu dia ingin menjadi pramugari. Tapi dia ingin kuliah di Politeknik Keselamatan Transportasi Jalan di Tegal. Lha, kapan jadi prmugarinya? Harusnya kuliah di jurusan pramugari Neng!. Tapi apapun jadinya, dia punya prinsip “Man jadda wajadda, siapa bersungguh-sungguh, dia akan berhasil. Amiiin.


RIZKI MAULANA. Teman-teman perempuannya memanggilnya Maul, Teman-teman laki-lakinya memanggilnya Ndol. Penulis tak tahu kisah awalnya mengapa nama panggilannya "Ndol". Hobinya adalah rebahan sebelum berangkat ke sekolah. Makanya selalu terlambat. Motonya “tiada hari tanpa terlambat. Maul lahir di Dukuh Wonosari pada tanggal 12 april 2002. Setelah dengan sukses lulus dari TK Sekar Indah, Maul melanjutkan ke SDN Pasekaran 1, kemudian melanjutkan ke SMPN 4 Batang. Cita-citanya ingin menjadi TNI AL. Tapi ingat ya Maul, kalau ingin menjadi TNI AL, hobi rebahanmu dikurangi. Tak bisa dibayangkan sedang berenang di laut, hobi rebahanmu kumat. Kan celaka! Selain karena alasan itu, cita-cita ingin menjadi TNI AL karena om-omnya banyak yang menjadi TNI. Suara Maul itu bagus, serak-serak basah tapi mengaku tak bisa menyanyi. Seandainya sekolahnya ditambah dua tahun lagi di SMA dan setiap terlambat dihukum menyanyi, penulis yakin lulus SMA bisa jadi penyanyi ibukota. Penulis dukung sepenuhnya.


RIZQI NAFISAH. Dipanggil Isah. Lahir di Batang pada tanggal 23 Juni 2002. Alamat rumahnya di Kedungmiri, Kasepuhan. Isah suka sekali dengan bunga dan aromanya dan sejak kecil orang tuanya sudah mengajarkan menanam dan merawat pohon dan bunga. Orang tuanya menginginkannya kuliah di kehutanan. Pastilah, karena masih ada hubungannya dengan bunga dan tanaman. Tapi dia ingin kuliah di bidang kesehatan, menjadi perawat atau analis kesehatan. Ia ingin mendaftar di keperawatan dan poltekes. Ia berharap orang tuanya menyetujui pilihannya untuk jadi perawat atau analis. Kesimpulannya, pelajaran tentang bunga dari orang tuanya tidak sampai ke hati. Tapi mudah-mudahan bisa berguna untuk menunjang profesinya di bidang kesehatan. Aroma obat, jarum suntik, dan jarum infus bisa dengan cepat untuk membantu mendeteksi jenis penyakit pasien.


ROHMATUN NISA. Dipanggil Rohmat. Rohmat lahir di Batang pada tanggal 20 April 2002. Rumahnya di Klidang wetan. Lahir dari ayah seorang Nelayan. Awalnya keinginan orang tua anaknya masuk PKN STAN. Kuliah gratis 1 tahun dan 3 tahun. Setelah browsing di internet, dia ingin masuk perpajakan dan ingin jadi pegawai pajak. Walaupun di SMA dia bukan jurusan IPS, tapi jurusan MIPA bisa masuk. Jadi Rohmat mantap dengan pilihannya menjadi pegawai pajak.


SOFIATUL FIKRIYAH. Panggilannya adalah Sofi. Lahir pada tanggal 18 maret 2002. Sofi adalah anak ke-3 dari 3 bersaudara. Ragil lagi alias bontot. Awalnya Sofi ingin menjadi guru. Tapi akhirnya Sofi ingin masuk jurusan teknik informatika karena bekerja di depan komputer atau laptop itu menyenangkan. Apalagi untuk membuat laporan keuangan. Lha kok, padahal jurusannya MIPA kok suka dengan laporan keuangan? Nggak salah jurusan nih? Tujuan kuliah di jurusan Teknik Informatika adalah dia ingin tahu dasar-dasar komputer. CIta-cita mulianya tetaplah ingin menyenangkan orang tua dan ingin menjadi orang yang berhasil. Lanjutkan!


SUKMA SULAKSMI. Panggilannya adalah Meme. Lahir pada tanggal 22 maret 2002. Meme adalah anak ke 3 dari 4 saudara. Cita-citanya adalah menjadi editor. Jadi bisa membaca tulisan orang lain dan mendapat pengalaman dari tulisan tersebut. Meme ingin masuk jurusan Sastra Indonesia. Nah, ini pas. Tapi dia merasa tidak tepat masuk Sastra Indonesia karena dia sekarang sekolah di jurusan MIPA. Meme jadi bingung. Saran penulis, jangan bingung-bingung, bukannya MIPA juga mempelajari Bahasa Indoesia. Lanjutkan.


TEGAR DWI WIBOWO. Dipanggil Blentong. Lahir pada hari Rabu tanggal 12 Juni 2002. Rumahnya di Proyonanggan Selatan. Sejak kecil ingin menjadi guru. Orang tua dan teman-temannya mendukungnya. Menurutnya, guru tidak hanya memberi nilai tapi juga memberikan pengetahuan. Menjadi guru itu bermanfaat bagi semua orang. Tegar ingin masuk IAIN Pekalongan fakultas Tarbiyah. Artinya, dia ingin jadi guru agama. Pasti terinspirasi dengan Pak Ahmad Sopian. Iya kan?


WULANDARI. Panggilannya tetap Wulandari. Lahir di Batang pada tanggal 16 Januari 2002. Wulandari bertempat tinggal di Kelurahan Kauman, Kecamatan Batang. Hobi menonton Drama Korea (drakor). Cita-citanya Ingin menjadi detektif BIN, pegawai negeri atau lainnya. Wulandari ingin kuliah di perguruan tinggi negeri. Tak peduli apapun jurusannya yang penting negeri. Kalau bisa di UNS jurusan PWK (perncanaan wilayah dan kota) seperti ibu Tri Risma Maharani. Cita-cita utamanya adalah menjadi orang kaya, menjadi orang berhasil dan berguna bagi orang lain. Ada lagi cita-cita Wulandari yang tak mau diungkapkan karena ini rahasia. Hanya aku dan Tuhan yang tahu,” kata Wulandari.

Senin, 24 Agustus 2020

PERIKSA

"Pak Basuki. Ruang empat belas," suara keras dari toa kecil di sudut ruangan menggema di ruang tunggu Puskesmas.


Aku segera masuk ke ruang empat belas, ruang dokter umum. Ada tiga meja di sana. Meja pertama, aku ditemui dua orang ibu memakai APD (Alat Pelindung Diri) lengkap, baju macam jas hujan, sarung tangan karet, face shield. Di meja pertama ini, tekanan darahku diukur dengan tensimeter. Diikat dengan alat semacam perban berperekat kemudian dipompa dan dikempiskan. 

"100/70 Pak," katanya.

"Tinggi sekali ya Bu?" tanyaku penasaran.

"Ini rendah sekali Pak," jawabnya

"Sakit sudah sejak kapan Pak?" tanyanya

"Sejak hari Rabu bu,"

"Apa yang Bapak rasakan selama ini?"

Aku menceritakan semuanya. Tentu saja tentang sakitku. bukan tentang hutang-hutangku. Petugas yang satu mencatat semua data.


"Cukup Pak. Silahkan pindah ke bu dokter."


Aku menuruti perintahnya untuk bergeser ke meja sebelah yang ternyata dokter yang sebenarnya. Aku ditemui seorang dokter muda, (kayaknya) cantik, memakai masker, berambut pendek, berbaju khaky seragam PNS hari Senin, dan di lehernya berkalung stetoskop.


"Mohon geser lagi Pak. Sesuai dengan garis batas," kata bu dokter.


Rupanya ada garis di lantai, tepat di bawah kaki kursi dan tertulis "garis batas". Tadi aku duduk menghadap ke bu dokter, kaki dan lututku melanggar batas, maka sekarang aku harus duduk menyampingi bu dokter. Setelah aku duduk dengan tenang, bu dokter membacakan catatan yang tadi sudah ditulis oleh ibu di meja pertama. Aku hanya mengiyakan sambil menganggukkan kepala.


"Ok Pak. Cukup. Silahkan bapak pindah ke meja berikutnya!" perintah bu dokter.


Aku bergeser ke meja ketiga. Tak lupa, aku meminta surat keterangan dokter untuk ijin ke kantor.


Selesai.. Aku diberi dua lembar kertas hasil coretan tiga orang di ruang ini untuk diserahkan ke loket obat.


Bersamaan dengan namaku dipanggil di loket obat, surat keterangan pun telah jadi.


SAKIT

Sejak hari Rabu, aku tidak enak badan, kepalaku pusing. Hari itu aku ijin sakit walaupun akhirnya diganti menjadi WFH di program presensi online sehingga aku bisa absen dari rumah. Karena kupikir hanya butuh istirahat sebentar, aku tidak ke dokter. Cukup dengan sebutir pa**m*x membeli di warung tetangga.


Benar saja, sakit kepalaku sembuh, tapi pada malam hari perutku kembung. Istriku kuberdayakan untuk "ngeroki" punggungku dengan sempurna sampai terbentuk lukisan indah nan mempesona.


Namun, pada pukul 03.00 sepertiga malam, badanku mendadak demam. Kali ini, geliga dan dua buah selimut kumanfaatkan. Aku bertekad, paginya aku harus ke dokter. Ealah, setelah muter-muter ke dokter praktek, semuanya tertulis "HARI BESAR DAN HARI MINGGU TUTUP".  Ah iya, hari ini adalah Tahun baru hijriyah. Hari itu, aku gagal menemui dokter. Untungnya pada, badanku sudah terasa enak. Sudah tak panas dan lumayan bugar. Hari itu aku hanya membeli Vermin, ekstrak cacing di sebuah apotik yang tetap buka karena indikasinya mengarah ke sakit typus.


Namun pada malam Jum'at, aku kembali demam. Dan pada hari Jum'at aku kembali berkeliling mencari dokter, hasilnya masih sama dengan hari Kamis. Hari ini cuti bersama. Siangnya badanku kembali bugar.


Malam Sabtu dan hari Sabtu, aku sudah tak merasa sakit. Aku bahkan meneruskan membuat behel, besi kolom untuk mengecor balek rumahku. Dan hasilnya adalah aku kembali lemes dudes dan berkunang-kunang.


Hari Minggu ini, aku kembali merasa sakit

Badanku nggreges, kepala pusing dan perut mual. Selepas maghrib, aku demam. Badanku panas. Istriku membelikanku  obat penurun panas. Sebelum minum obat, istriku mengambilkanku makan. Sepiring sop dan nasi sedikit dengan lauk tahu. 


Sambil makan, istriku meneliti tanganku dengan senter di HP, jangan-jangan terkena demam berdarah.


"Ada bercak-bercak nih Pa," kata istriku menemukan bintik-bintik hitam di tanganku.

"Bukan. Itu belang bekas koreng," jawabku.

"Oh."


Setelah makan malam, obat kuminum dan dua buah selimut menempel di tubuhku.


Sambil memeluk tubuhku yang menggigil, dia berkata, "Ya Alloh, pindahkanlah panas suamiku ke tubuhku,"

So sweet kan. 


Tapi sambil menggigil, aku juga berdoa dalam hati, "jangan ya Alloh. Lebih baik kau sembuhkan saja. Biar nggak repot. Nanti kalau panasnya pindah ke tubuh istriku, giliran aku yang akan berdoa pindahkan panasnya ke tubuhku lagi. Engkau pasti bingung."

Kamis, 20 Agustus 2020

DOA YANG DIKABULKAN

"Kang, aku terlalu banyak dosa. Doaku sudah tidak maqbul," lapor Kyai Durrohim kepada sahabatnya.

"Kenapa Sampeyan bilang begitu. Urusan doa dikabulkan atau tidak itu bukan urusan kita. Kewajiban kita hanya berdoa," jawab Kyai Sobar.

"Tapi terkabulnya doa kan tanda kedekatan kita kepada Yang Kuasa," kata Kyai Durrohim.

"Tidak juga. Ada banyak tanda kita dekat dengan Yang Kuasa yaitu menerima ketentuan Gusti Allah. Mau dikabulkan atau tidak Gusti Allah yang memutuskan. Kita hanya bisa pasrah," jelas Kyai Sobar.

"Astaghfirullah, betapa aku kufur dengan qada qadar Yang Kuasa ya Kang," kata Kyai Durrohim merasa menyesal.

"Sebenarnya ada apa kok Sampeyan bilang doa Sampeyan sudah tidak makbul?" tanya Kyai Sobar.

"Begini Kang. Aku punya majelis taklim untuk orang-orang tua. Ya ngaji kitab, mgaji alif ba ta, yasinan, tahlilan atau barjanjenan. Salah satu jamaahku itu seorang janda miskin. Dia tak punya anak. Tak punya sanak famili. Pekerjaannya momong. Dia orangnya baik dan jujur. Semua orang menyukainya. Dia pernah minta doa kepadaku supaya matinya husnul khotimah. Dan kematiannya tidak merepotkan orang lain. Dia juga minta doa walaupun dia tak punya sanak famili, nantinya ada orang yang mendoakan, mengirimi fatihah," cerita Kyai Durrohim terhenti sejenak, matanya tampak berkaca-kaca,"Aku sudah mendoakan Kang. Dan ketika beberapa hari aku tidak di rumah menjenguk cucuku di Bandung, aku mendengar dia meninggal dunia karena kecelakaan. Aku tak sempat mengurusi jenazahnya. Yang ngurusi semuanya dari penguburannya sampai tahlilan tiga hari, tujuh hari adalah tetangga-tetangganya," jelas Kyai Durrohim.

"Ya bagus lah. Berarti tetangganya peduli dengannya," kata Kyai Sobar.

"Itu artinya dia merepotkan orang lain Kang. Lalu siapa yang mengirimi fatihah? Padahal sudah kudoakan Kang,"

"Semuanya pasti ada hikmahnya. Sebentar..sebentar.. Nama jamaah Sampeyan itu siapa? Orang mana? Meninggalnya kapan?" tanya Kyai Sobar.

"Namanya Sumiyati. Orang desaku. Meninggal kurang lebih tiga bulan yang lalu tertabrak sepeda motor anak sekolah di dekat alun-alun."

"Subhanalloh," kata Kyai Sobar agak tersentak.

"Ada apa Kang?" tanya Kyai Durrohim.

"Nggak apa-apa. Pernah mendengar ada orang perempuan mengalami kecelakaan dan meninggal sekitar tiga bulan yang lalu juga. Oh.. Ternyata itu orangnya?" kata Kyai Sobar berusaha menenangkan diri.

Kyai Sobar tak menyangka, orang yang tertabrak oleh anaknya tiga bulan yang lalu ketika anaknya berangkat ke sekolah adalah salah satu jamaah Kyai Durrohim. Setelah kecelakaan itu terjadi, Kyai Sobar terpaksa ikut mengurusi jenazahnya di rumah sakit. Biaya pemakaman dan tahlilan ditanggungnya. Bahkan sekarang, nama Sumiyati masuk dalam daftar orang yang didoakan dan dikirimi fatihah, yasin dan tahlil setiap malam Jum'at. Kedatangan Kyai Durrohim ke rumahnya membuat Kyai Sobar membuka kembali ingatan terhadap kejadian yang cukup menguras waktu dan energi karena harus berurusan pula dengan hukum.

"Gimana Kang?" kata Kyai Durrohim mengagetkan lamunan Kyai Sobar.

"Begini saja. Untuk membuktikan bahwa doa Sampeyan itu masih makbul atau tidak, sekarang Sampeyan doakan saya yang baik-baik. Doa apa saja, yang penting doa yang baik. Ingat doa yang tidak baik, akan kembali ke yang berdoa. Sekarang doakan saya dan Sampeyan sendiri yang bisa membuktikan apakah doa Sampeyan masih makbul atau tidak," jelas Kyai Durrohim

"Baiklah Kang. Saya berdoa dalam hati saja ya. Suatu saat saya akan sowan lagi."


Kyai Durrohim pamit pulang.


Setelah beberapa lama, Kyai Durrohim kembali sowan ke rumah Kyai Sobar.

"Kok ramai Kang. Seperti baru hajatan," sapa Kyai Durrohim.

"Iya ini baru saja aqiqahan adiknya Salma. Lama sekali Sampeyan tidak ke sini. Nggak pernah kabar-kabar juga," sambut Kyai Sobar.

"Itulah Kang. Aku ke sini mau membuktikan bahwa doaku masih maqbul. Dan subhanalloh, ternyata doaku masih makbul Kang," kata Kyai Durrohim sambil menahan senyum di bibirnya.

"Kenapa begitu lama Sampeyan membuktikan doa Sampeyan. Sebenarnya doa yang Sampeyan panjatkan untukku itu apa?"

"Alhamdulillah Kang. Doaku meminta Sampeyan diberi lagi keturunan yang sholih sholihah," jawab Kyai Durrohim tak bosa menahan senyumnya.

"Jadi.....," kata Kyai Sobar ternganga.

"Iya kang. Makanya aku menunggu sebilan bulan lebih untuk membuktikannya,"