"Kang, aku terlalu banyak dosa. Doaku sudah tidak maqbul," lapor Kyai Durrohim kepada sahabatnya.
"Kenapa Sampeyan bilang begitu. Urusan doa dikabulkan atau tidak itu bukan urusan kita. Kewajiban kita hanya berdoa," jawab Kyai Sobar.
"Tapi terkabulnya doa kan tanda kedekatan kita kepada Yang Kuasa," kata Kyai Durrohim.
"Tidak juga. Ada banyak tanda kita dekat dengan Yang Kuasa yaitu menerima ketentuan Gusti Allah. Mau dikabulkan atau tidak Gusti Allah yang memutuskan. Kita hanya bisa pasrah," jelas Kyai Sobar.
"Astaghfirullah, betapa aku kufur dengan qada qadar Yang Kuasa ya Kang," kata Kyai Durrohim merasa menyesal.
"Sebenarnya ada apa kok Sampeyan bilang doa Sampeyan sudah tidak makbul?" tanya Kyai Sobar.
"Begini Kang. Aku punya majelis taklim untuk orang-orang tua. Ya ngaji kitab, mgaji alif ba ta, yasinan, tahlilan atau barjanjenan. Salah satu jamaahku itu seorang janda miskin. Dia tak punya anak. Tak punya sanak famili. Pekerjaannya momong. Dia orangnya baik dan jujur. Semua orang menyukainya. Dia pernah minta doa kepadaku supaya matinya husnul khotimah. Dan kematiannya tidak merepotkan orang lain. Dia juga minta doa walaupun dia tak punya sanak famili, nantinya ada orang yang mendoakan, mengirimi fatihah," cerita Kyai Durrohim terhenti sejenak, matanya tampak berkaca-kaca,"Aku sudah mendoakan Kang. Dan ketika beberapa hari aku tidak di rumah menjenguk cucuku di Bandung, aku mendengar dia meninggal dunia karena kecelakaan. Aku tak sempat mengurusi jenazahnya. Yang ngurusi semuanya dari penguburannya sampai tahlilan tiga hari, tujuh hari adalah tetangga-tetangganya," jelas Kyai Durrohim.
"Ya bagus lah. Berarti tetangganya peduli dengannya," kata Kyai Sobar.
"Itu artinya dia merepotkan orang lain Kang. Lalu siapa yang mengirimi fatihah? Padahal sudah kudoakan Kang,"
"Semuanya pasti ada hikmahnya. Sebentar..sebentar.. Nama jamaah Sampeyan itu siapa? Orang mana? Meninggalnya kapan?" tanya Kyai Sobar.
"Namanya Sumiyati. Orang desaku. Meninggal kurang lebih tiga bulan yang lalu tertabrak sepeda motor anak sekolah di dekat alun-alun."
"Subhanalloh," kata Kyai Sobar agak tersentak.
"Ada apa Kang?" tanya Kyai Durrohim.
"Nggak apa-apa. Pernah mendengar ada orang perempuan mengalami kecelakaan dan meninggal sekitar tiga bulan yang lalu juga. Oh.. Ternyata itu orangnya?" kata Kyai Sobar berusaha menenangkan diri.
Kyai Sobar tak menyangka, orang yang tertabrak oleh anaknya tiga bulan yang lalu ketika anaknya berangkat ke sekolah adalah salah satu jamaah Kyai Durrohim. Setelah kecelakaan itu terjadi, Kyai Sobar terpaksa ikut mengurusi jenazahnya di rumah sakit. Biaya pemakaman dan tahlilan ditanggungnya. Bahkan sekarang, nama Sumiyati masuk dalam daftar orang yang didoakan dan dikirimi fatihah, yasin dan tahlil setiap malam Jum'at. Kedatangan Kyai Durrohim ke rumahnya membuat Kyai Sobar membuka kembali ingatan terhadap kejadian yang cukup menguras waktu dan energi karena harus berurusan pula dengan hukum.
"Gimana Kang?" kata Kyai Durrohim mengagetkan lamunan Kyai Sobar.
"Begini saja. Untuk membuktikan bahwa doa Sampeyan itu masih makbul atau tidak, sekarang Sampeyan doakan saya yang baik-baik. Doa apa saja, yang penting doa yang baik. Ingat doa yang tidak baik, akan kembali ke yang berdoa. Sekarang doakan saya dan Sampeyan sendiri yang bisa membuktikan apakah doa Sampeyan masih makbul atau tidak," jelas Kyai Durrohim
"Baiklah Kang. Saya berdoa dalam hati saja ya. Suatu saat saya akan sowan lagi."
Kyai Durrohim pamit pulang.
Setelah beberapa lama, Kyai Durrohim kembali sowan ke rumah Kyai Sobar.
"Kok ramai Kang. Seperti baru hajatan," sapa Kyai Durrohim.
"Iya ini baru saja aqiqahan adiknya Salma. Lama sekali Sampeyan tidak ke sini. Nggak pernah kabar-kabar juga," sambut Kyai Sobar.
"Itulah Kang. Aku ke sini mau membuktikan bahwa doaku masih maqbul. Dan subhanalloh, ternyata doaku masih makbul Kang," kata Kyai Durrohim sambil menahan senyum di bibirnya.
"Kenapa begitu lama Sampeyan membuktikan doa Sampeyan. Sebenarnya doa yang Sampeyan panjatkan untukku itu apa?"
"Alhamdulillah Kang. Doaku meminta Sampeyan diberi lagi keturunan yang sholih sholihah," jawab Kyai Durrohim tak bosa menahan senyumnya.
"Jadi.....," kata Kyai Sobar ternganga.
"Iya kang. Makanya aku menunggu sebilan bulan lebih untuk membuktikannya,"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar