Sudah langganan, setiap minggu sore Mba penjual yakult datang ke rumahku. Biasanya anakku yang menemuinya dan menyelesaikan urusan. Tapi kali ini, anakku sedang main entah kemana dan kebetulan aku sedang duduk santai di teras. Berseragam khas merah putih dan ranjang khas di belakang motornya, kali ini dia mengajak anaknya yang berumur kira-kira 4 tahun.
"Tiga mba," kataku.
Mba penjual itu mengambilkan tiga pak yakult dari ranjang, sementara anaknya tetap berdiri di motor maticnya yang distandar, dan aku masuk ke rumah untuk mengambil uang.
Kubawa lembaran lima puluh ribu dan kusodorkan ke mba penjual.
"Permisi Bapak," sapa mas pengamen yang tiba-tiba datang sambil mulai memetik gitar. "Jreengg."
Kubiarkan dulu mas pengamen menyanyikan lagu karena urusanku dengan mba penjual yakult belum selesai. Ternyata sebelum memberikan kembalian kepadaku, mba penjual yakult terlebih dahulu mengambil dua buah koin lima ratusan dari tasnya dan diserahkan kepada mas pengamen.
"Maturnuwun," kata mas pengamen sambil berlalu pergi. Ternyata mas pengamen mendekati anak mba penjual yakult yang berdiri di atas motor dan menyerahkan dua buah koin lima ratusan yang diterima dari ibunya. Aku memperhatikan dengan seksama. Rupanya mas pengamen tak mau dibayar karena belum menyanyi. Aku memakluminya. Biasanya juga seperti itu. Setiap mengamen di rumahku, dia tak mau menerima uang sebelum lagunya habis.
Setelah selesai urusannya denganku, mba penjual yakult permisi dan kembali ke motornya.
"Bu, ini," kata anaknya sambil menyodorkan dua koin lima ratusan kepada ibunya.
"Ini uang dari mana?" tanya ibunya kaget.
"Dari omnya," jawab anaknya.
"Om siapa?" tanya ibunya lagi
"Om tadi,"
Aku memperhatikan ibu anak ini berbicara. Aku ingin menyampaikan kejadian sebenarnya, namun sang ibu salah tingkah ketika melihatku memperhatikannya. Seakan tak mau urusan rumah tangganya kucampuri , dia tersenyum dan nampak agak kikuk kepadaku dan permisi.
"Monggo Pak. Terima kasih," kata mba penjual yakult sambil menarik gas motornya dan meninggalkan rumahku.
Setelah mereka berdua meninggalkan rumahku, aku hanya bisa tersenyum kecut.
"Biarlah dua buah koin lima ratusan itu menjadi permasalahan mereka berdua. Semoga bisa diselesaikan dengan baik-baik," kataku dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar