Sabtu sore yang lumayan panas. Sejak pagi matahari bersinar cukup terik. Pekerjaanku membuat nilai e-raport yang harus segera diupload belum selasai. Teras rumah menjadi tempat alternatif untuk mengerjakan e-raport. Semilir angin sore membantu meredam rasa panas hari ini.
Tengah asyik dalam kesibukanku, tak sadar ada seorang pengamen sudah berdiri di depan pintu gerbang. "Jreng" suara gitarnya mulai berdenting. Pengamen ini rutin manggung di depan rumahku dua minggu sekali.
Kali ini, dia menyanyikan lagu "Seberkas Sinar" milik Nike Ardilla
"Kala Ku Seorang Diri Hanya Berteman Sepi Dan Angin Malam
Ku Coba Merenungi
Tentang Jalan Hidupku Hoo....
Ku Langkahkan Kakiku Dan Menyimak Sebuah Arti Kehidupan
Hati Slalu Bertanya Adakah Kasih Suci...
Dalam Cinta Haha...
Adakah Cintamu Ha Ha Ha Ha Ha...."
Petikan gitar dan suaranya yang enak didengar membuatku menunda pekerjaanku. Bahkan istriku ikut keluar dan duduk di teras untuk mendengarkannya.
"Sudah sih Ma, dikasihkan uangnya. Kasihan." kata anakku protes, kasihan melihat dia nyanyi terlalu lama dengan imbalan yang tak seberapa.
"Nanti dulu, belum selesai," jawab istriku bertahan.
Berbeda dengan pengamen kebanyakan, Mas Pengamen ini tidak mau menghentikan nyanyiannya sebelum satu lagu habis. Nampaknya ada orientasi lain dari Mas Pengamen ini. Mengamen bukan sekedar sarana untuk mencari uang tapi juga untuk mengekspresikan kemampuan berseninya.
Istriku pernah menyodorkan uang pada pertengahan lagu, tapi dia tidak mau menghentikan petikan gitar dan nyanyiannya sampai selesai. Akhirnya istriku berdiri di depannya sampai dia menyelesaikan lagunya.
"Jadi malu dan salah tingkah sendiri," kata istriku
Maka dari itu, sekarang kami tidak akan memberikan uang sampai dia selesai menyanyi.
Sikap juga terjaga. Ketika petikan gitarnya berakhir, kusodorkan empat buah koin 500-an. Setelah menerima uang, dia diam sesaat kemudian memejamkan matanya dan menundukkan kepalanya sambil mengucapkan "terima kasih". Sangat sopan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar