alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Kamis, 26 Desember 2019

MINGGU PAGIKU


Minggu pagi yang cerah. Setelah kemarin sore turun hujan, pagi ini seakan mendung telah habis. Langit membiru. Matahari bersinar terang. Aroma tanah basah menyemburat menambah kesegaran. Bunga warna-warni mekar di pot depan rumah menambah indahnya pagi.

Nasi hangat telah mengepul sejak tadi dari cething bambu memanggil-manggil perutku untuk segera menghabiskannya. Sayangnya, belum ada lauk untuk menemani nasi putih yang empuk itu.

"Bu... Pindange ayu-ayu. Tahune ginak-ginuuuk..." teriak penjual pindang sekaligus tahu mentah bermotor sembari memarkir motornya di bawah pohon mangga menunggu pembeli.

Beberapa ibu-ibu keluar termasuk istriku untuk membeli pindang dan tahu.

Sambil menunggu pindang dan tahu dimasak, aku menyeduh kopi hitam kesukaanku. Kopi lampung. Kuambil cangkir kecil, sendok, toples kopi dan toples gula. Sendoknya kecil atau sering disebut sendok teh. Padahal di Perancis disebut cuillère au café (sendok kopi)

Namun kulihat tutup toples gula sedikit membuka dan banyak semut di dalamnya. Ini bukan masalah besar dan sesuatu yang wajar, ada gula ada semut. Toples gula kugoyangkan sedikit saja, semut-semut hitam lincah bertubuh ceking dan tak mau menggigit manusia itu berlari kencang keluar dari wadah gula. Dan tak ada satupun yang berlari sambil membawa gula. Seakan mereka tahu bahwa itu gula ini milik manusia. Mereka hanya berkah mencicipi. Membawa gula tanpa ijin adalah perbuatan mencuri. Mencuri itu dosa. Masuk neraka.

Semut pergi. Aku mulai membuat komposisi kopiku. Tentu saja komposisi terbaik yang kudapat dari pengalaman panjang dengan petualangan yang penuh tantangan, penuh keringat tapi tak sampai berdarah-darah. Gula kurang lebih setengah sendok teh lebih sedikit dan kopinya agak banyak, dua sendok kurang sedikit. Kurangnya sekitar sepertujuh sendok. Pokoknya rumit. Harus memakai perasaan. Kutuang air extra hot tapi belum mencapai 100 derajat Celcius. Hasilnya top markotop.  Rasa pas, ada manisnya, ada kecutnya, dan banyak pahitnya. Istri dan anak-anakku dijamin tidak suka. "Rasa jamu" kata mereka.

Sambil menunggu masakan istriku matang, kubuka Kompas Minggu dan kuseruput kopi hitamku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar