alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Sabtu, 15 Oktober 2016

UNGGAS LOKAL

Harian KOMPAS tanggal 13 Oktober 2016 pada halaman 20 menerbitkan artikel berjudul “Perunggasan: Ayam Kampung Bisa Jadi Produk Ekspor, Ayam Kedu Termahal di Dunia”. Di dalam artikel tersebut ditulis pernyataan Ketua Umum Perhimpunan Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade M. Zulkarnaen bahwa di restauran papan atas di Amerika Serikat dan Eropa, sajian ayam kedu masuk dalam daftar makanan termahal di dunia. Sajian daging ayam cemani mencapai 2.500 dollar AS.

Ayam kedu yang terdiri dari ayam kedu hitam, kedu putih, kedu blorok, kedu merah, dan cemani kini menjadi unggas prioritas untuk dikembangkan. Sejak 2011, bermunculan usaha pembibitan dengan produksi 100.000-200.000 bibit ayam kampung (day old chicken) per bulan. Ayam kampung bisa menjadi produk ekspor andalan Indonesia.

Kenyataan ini menggambarkan bahwa produk lokal Indonesia sebenarnya sangat dihargai oleh orang luar negeri. Akan tetapi karena arah pembangunan dan pengembangan bangsa ini Western Oriented maka sejak awal kita mengembangkan sesuatu yang berbau kebarat-baratan. Internet, Handphone, Mobil, Sepeda Motor dan produk-produk elektronik menjadi orientasi utama kita dalam mengembangkan diri dan mencari pekerjaan. Sedangkan sumber daya alam yang telah kita miliki terbengkalai. Silahkan disurvey, berapa remaja atau generasi muda yang mempunyai orientasi dalam bidang pertanian, peternakan dan perkebunan. Bandingkan dengan oerientasi mereka terhadap teknologi informasi, elektronik, kendaraan dan produk barat lainnya.

Merujuk pada artikel Kompas tersebut, mengapa kita tidak pernah berpikir untuk mengembangkan potensi unggas yang kita miliki, misalnya mengembangkan burung kakatua, merak atau burung cenderawasih untuk diekspor? Selama ini kita memelihara burung hanya untuk dinikmati. Untuk dipajang dan dilombakan, Bukan sebagai orientasi kita untuk mendapatkan penghasilan apalagi di ekspor.


Ayam cemani saja berharga Rp. 2.500 dollar AS. Berapa harga merak goreng, cenderawasih panggang atau sate kakaktua?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar