alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Minggu, 27 Maret 2016

PENGUJI KEHORMATAN

Hari ini, aku diminta untuk menandatangani lagi daftar hadir penguji pratek karena daftar hadir yang lama ada kesalahan. Kesalahannya adalah ada nama yang belum tercantum sebagai penguji di daftar hadir tersebut yaitu kepala sekolah.

Di dalam daftar hadir yang baru, kulihat muncul nama kepala sekolah sebagai penguji praktek (kehormatan) Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Penguji praktek Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti sekarang menjadi 3 orang sementara penguji praktek mata pelajaran yang lain hanya 2 orang.

Mengapa hanya Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang menggunakan penguji kehormatan? Apa istimewanya Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti? Apakah karena Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti menyangkut masalah dunia akhirat? Mengapa mata pelajaranku, Bahasa Prancis, tidak ada penguji kehormatannya? Apakah karena Bahasa Prancis hanya mata pelajaran lintas minat? Tapi aku merasa bukan itu alasannya. Buktinya, Bahasa indonesia, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Biologi sebagai mata pelajaran Ujian Nasional juga tanpa penguji kehormatan.

Atau apakah karena di sekolahku tak ada guru lain yang mempunyai kompetensi sebagai penguji kehormatan untuk mata pelajaran-mata pelajaran tersebut. Aku rasa juga bukan karena itu. Kepala sekolahku adalah guru pengampu mata pelajaran PKn, bukan Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jadi, kalau bukan karena alasan kompetensi, kenapa beliau tidak menjadi penguji kehormatan juga untuk Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Biologi, Penjasorkes, Seni Budaya dan Bahasa Prancis.


Sekali lagi, aku curiga mengapa hanya Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang mempunyai penguji kehormatan ?

Minggu, 20 Maret 2016

KABAR BOHONG YANG MENYENANGKAN

Sepulang dari diklat Bahasa Inggris di Semarang, Pak Agus mengabarkan bahwa Surat Keputusan tentang Penerima Tunjangan Profesi telah ditandatangani oleh pejabat provinsi dan telah dikirim ke masing-masing kabupaten/ kota. Aku sangat gembira mendengar kabar tersebut karena tunjangan per 3 bulan yang biasanya molor sampai bulan kelima atau lebih, kali ini sudah ada kabarnya. Ini artinya tunjangan profesi diperkirakan akan segera turun. Dengan demikian, kantongku yang sudah mengalami dehidrasi sebentar lagi tertolong.

Bagiku tunjangan profesi laksana terapi hiperbarik untuk para penyelam yang mengalami dekompresi yaitu sebuah terapi dengan memberikan oksigen murni kadar tinggi di ruang udara bertekanan tinggi (RUBT) atau hyperbaric chamber untuk memperbaiki jaringan tubuh dan memicu anti oksidan alami di seluruh urat tubuh bahkan sampai ke jaringan otak.

Walaupun Pak Agus jelas-jelas berbohong karena yang menandatangani Surat Keputusan tentang Penerima Tunjangan Profesi adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, bukan pejabat provinsi, tapi bagiku kabar ini tetap menyenangkan. Aneh.


Memang, keterdesakan dibumbui dengan sedikit tekanan biasanya menimbulkan sejenis penyakit jiwa: senang dibohongi. Mungkin aku sedang mengalaminya.

Sabtu, 19 Maret 2016

KULINER

Catatan akhir semester 1

Hari sudah terlampau siang mendekati sore. Perut kami berlima (istilah lama: keroncongan, istilah baru: dangdutan). Pekerjaan tambahan untuk mengerjakan pendataan dan nilai siswa telah selesai.

“ayo mau kemana?” tanya Bu S

Pertanyaan ini adalah sebuah tawaran untuk memilih warung untuk menghentikan perut yang dangdutan ini.

“Aku ngikut saja,” jawabku begitu. Maklum, tahu apa sih aku tentang warung dan makanan. Di sekitar rumahku juga banyak warung. Aku terbiasa berganti-ganti menu sesuai selera: ikan, ayam, tahu, tempe, pete, jengkol, sayur kangkung, lodeh, bayam, soto, bakso, mie, tongseng, dan sebagainya. Semua warung aku suka. Rumusnya, selama masakan itu tidak keasinan dan kepedasan serta mengenyangkan pasti bisa diterima oleh lidahku. Dengan harga Rp. 20.000  sampai Rp. 30.000,- aku sudah bisa membawa makanan untuk sekeluarga sambil berdendang. Selama ini, masakan apapun masuk perutku dengan ikhlas tanpa banyak komentar. Tapi menurutku masakan istrikulah yang paling enak karena aku bisa nambah berkali-kali tanpa malu dan tanpa bayar.

Aku sebagai sopir hanya mengikuti komando. Kali ini, kami menuju ke sebuah warung makan di Pekalongan. Warung ini nampak biasa-biasa saja dan tak istimewa. Ruang makannya tak terlalu luas. Tempat parkirnya nebeng di parkiran umum di pinggir jalan. Tapi warung ini sangat terkenal. Pelajaran pertama tentang warung: warung terkenal tidak harus berpenampilan istimewa. Konon, warung ini sering dikunjungi oleh para pejabat baik local maupun nasional dan juga para artis. Tak heran, di dinding, tergantung foto pejabat dan  artis bersama pemilik dan karyawan warung ini. Pelajaran kedua tentang warung: warung terkenal terpasang foto pejabat dan artis. Warung ini menyediakan berbagai menu: ayam goreng, ayam bakar, sate dan menu special iga bakar dan sop buntut serta berbagai minuman serta makanan penutup.

“aku iga bakar dan sop buntut” kataku. Seumur hidupku aku belum pernah makan iga bakar dan sop buntut.
Lama sekali kami menunggu. Hampir 30 menit sejak kami menulis menu yang ditawarkan, makanan baru disajikan. Pelajaran ketiga tentang warung: warung terkenal, pelayanannya lama.

“Enak dan empuk” kesanku pertama mencicipi 2 potong iga sapi bakar yang berdaging tebal. Satu porsi iga bakar kuhabiskan dalam waktu kurang dari 15 menit. Kuselingi dengan es jeruk favoritku dan kulanjutkan dengan sop buntut. Satu mangkok sop buntut terasa mak nyus. Dagingnya juga empuk. Kuahnya terasa mantap di lidah.

Kenyang sudah perutku terisi berbagai jenis daging sapi. Makan siang ini kututup dengan menikmati potongan buah mangga. Konon juga, warung ini selalu menyediakan buah mangga walaupun tidak musim mangga. Mungkin punya kebun mangga sendiri sehingga bisa diatur waktu berbuahnya. Pelajaran keempat tentang warung: warung makan juga harus mempunyai kebun buah.

Giliran membayar tentu saja aku mundur. Sudah ada pihak-pihak yang berhak untuk melakukan pekerjaan ini. Seseorang mengambil alih tugas ini, aku mundur. Aku hanya berada di belakang agak ke samping sedikit. Tujuannya adalah untuk mengetahui harga makanan yang sukses aku lumat sampai tandas. Bukan apa-apa. Kalau aku ingin kembali ke warung ini, aku sudah mengetahui harga makanan-makanan tersebut.

“Berapa Mba?”
Tiga ratus tujuh puluh ribu” jawab sang kasir

“Apa? Berapa? Yang bener? Ulangi sekali lagi?” teriakku dalam hati. Aku tak tega untuk melepas suaraku. Aku kaget dengan harga yang disebutkan oleh kasir. Bagiku, itu mahal sekali. Pelajaran keempat tentang warung: warung yang ada foto pejabat dan artis, mahal.


Hari semakin sore. Kami pulang dengan pikiran masing-masing. Aku masih terngiang-ngiang harganya. Pelajaran terakhir tentang warung: aku tak mungkin kembali ke warung terkenal tanpa gratisan.

HONOR 20-AN

Sudah lama kutunggu-tunggu akhirnya sampai juga ke tanggal 19. Sebenarnya yang kutunggu adalah tanggal 20 tapi karena tanggal 20 adalah hari Minggu maka biasanya honor bulanan ini diajukan tanggal 19.

Honor ini sudah lama kutunggu karena beberapa hari ini aku sudah mulai hutang untuk menutup kebutuhan hidup. Maklumlah, PNS golongan rendah gajinya juga masih rendah. Sedangkan tunjangan sertifikasi masih belum jelas kapan turunnya. Maka honor bulanan yang dibagi setiap tanggal 20 (istilah kerennya honor 20-an) ini lah yang menjadi andalan untuk menyambung hidup. Honor ini adalah honor tambahan sebagai wali kelas, sebagai pembina ekstrakurikuler, sebagai staf kurikulum, kelebihan jam mengajar dan honor-honor lainnya yang sah diterima sesuai dengan hukum yang berlaku.

Hari ini, tanpa malu-malu dan tanpa ragu-ragu, aku menanyakan keberadaan honor 20-an ini kepada bendahara sekolah.

“Silahkan Pak tanda tangan dulu,” kata bu bendahara sambil menyodorkan daftar penerimaan honor beserta rinciannya.
“Wah, jadi ketahuan nih. Orang yang paling butuh uang ambil honornya paling awal,” kataku sebelum menggoreskan tanda tanganku untuk menyamarkan rasa maluku. Walaupun aku membutuhkan, aku takut dikatakan sangat butuh (baca: mecicil) uang.

“Jangan begitu, lihat yang atas. Itu tanda tangan siapa?” kata salah seorang staf TU


“Hahaha..ternyata ada yang lebih butuh (baca: ......) uang daripada aku”

Sabtu, 12 Maret 2016

MANA GERHANANYA?

Catatan Rabu pagi 9 Maret 2016

Persiapan untuk mengikuti sholat kusuf dan menyaksikan gerhana matahari kulakukan dengan matang. Pukul 06.45 aku sudah berdandan, bersarung kotak-kotak, berbaju koko putih, dan berpeci hitam siap mengikuti sholat kusuf yang akan dimulai pada pukul 07.00. Tak lupa kukantongi sebuah kaca mata hitam dan kamera digital.

Kurang lebih 50 laki-laki dan perempuan telah berkumpul di mushola. Sebelum sholat, imam menerangkan tata cara sholat kusuf. Karena ada jama’ah yang belum paham, maka imam mengulanginya. Pada pukul 07.10 sholat dimulai. Karena aku juga baru pertama kali ikut sholat kusuf, maka aku mengikuti saja seluruh gerakan imam: 2 roka’at dengan masing-masing roka’at ada 2 ruku’ dan bacaan surat al-fatihah. Pukul 07.18 sholat selesai dan dilanjutkan dengan khotbah. Pada pukul 07.20 suasana semakin redup. Kulihat di luar mushola, daun-daun di pepohonan nampak berubah warna menjadi abu-abu, langit semakin gelap. Aku yakin inilah puncak gerhana itu. Aku ingin segera melompat keluar dari shaf tapi khotbah belum selesai. Aku tak konsentrasi lagi mendengarkan khotbah. Aku tak lagi menghadap ke mimbar tempat khotib. Mataku tengak-tengok ke kanan dan ke kiri. Suasana redup ini berlangsung sekitar 5 menit.

Pada pukul 07.40 khotbah selesai. Aku segera berdiri menerobos keluar. Kutinggalkan orang-orang yang sibuk bersalam-salaman. Segera kupakai kaca mata hitamku dan kusiapkan kamera digitalku. Aku segera menuju halaman mushola yang luas. Aku mendongak ke atas. Langit sudah terang.

Mana gerhananya?






Kamis, 10 Maret 2016

TIDAK SANGGUP EVADIR

Hari ini, tanggal 10 Maret 2016 di sekolahku akan dilaksanakan evadir (evaluasi diri). Biasanya dari pukul 09.00 sampai 16.00. Sejak pagi , bahkan katanya sejak kemarin, para guru sibuk di sekolah melengkapi dan membuat berkas untuk keperluan evadir mereka. Gerhana matahari, nyepi, sholat kusuf mereka abaikan. Stempel sekolah dipakai bergantian. Mobilitasnya sangat tinggi. Berpindah dari meja satu ke meja lainnya. Menghujam dari satu berkas ke berkas lainnya. Para guru baru berhenti ketika bel masuk berbunyi. Kebetulan hari ini masih ada kegiatan UTS (ulangan Tengah Semester) 2 untuk kelas X dan XI serta ujian praktek untuk kelas XII. Sembari beranjak untuk mengawasi, berkas evadir yang belum selesai mereka bawa juga ke ruang tes. Stempel dibawa ke ruang UTS oleh pemegang terakhir.

Aku juga beranjak dari tempat dudukku untuk menjadi penguji ujian praktek Bahasa Indonesia. Aku tak membawa berkas apapun.

Aku tak sanggup ikut evadir kali ini. Aku tak mempersiapkan berkas apapun. Aku sudah terlalu lelah. Sejak tanggal 1 Maret, aku sudah menyatakan kepada diriku sendiri bahwa aku tak sanggup. Tanggal 29 Februari, aku baru saja menyelesaikan tugasku: menjadi sekretaris Try Out 1, membuat konversi nilai kelas XII, membuat SK untuk raport, memperbaiki ranking parallel yang salah, memasukkan data kelengkapan PTK (pendidik dan Tenaga Kependidikan) ke dalam dapodik. Rasa lelah belum hilang. Alih-alih menyiapkan berkas evadir, aku malah ditunjuk menjadi penguji praktek Bahasa Indonesia. What? Apa hubunganku dengan Bahasa Indonesia? Oh My God. Terang-terang aku menolak di depan banyak orang dengan berbagai alasan yang logis tapi gagal. Ketua panitia ujian praktek keukeuh menunjukku sebagai penguji Bahasa Indonesia. Dengan terpaksa aku melaksanakan tugas ini. Padahal aku juga menguji praktek Bahasa Prancis (mata pelajaranku sendiri). Baru saja kulaksanakan tugasku, aku pun harus membuat laporan keuangan Bansos pusat untuk pembangunan RKB (Ruang Kelas Baru) karena akan diperiksa oleh BPK (Badan Pengawas Keuangan) minggu ini. Perlu diketahui, aku juga bendahara Bansos.

Masyaalllooooh…….stress.

Dalam depresiku, otakku benar-benar blank untuk menyiapkan berkas evadir. Ndilalah, daftar nilai dan  agenda guru juga ikut mangacaukan suasana. Mereka tiba-tiba menghilang entah ke mana, bak kuntilanak ketemu gendurwo (kuntilanak takut ketemu gendurwo karena dia telah mengkhianati cinta Gendurwo). Aku tak bisa berbuat apa-apa. Analisis nilai yang sebenarnya sudah tinggal diprint masih teronggok lemah diantara folder-folder laptopku. RPP yang tinggal jilid, masih tergeletak di mejaku. Aku menyerah.
Kata-kata “menyerah” sebenarnya telah kuungkapkan dalam bentuk surat kepada Tim Penilai Evaluasi Diri. Aku membuat surat ijin tak bisa mengikuti evadir dengan alasan terlalu lelah. Tapi setelah kupikir-pikir malah lebih beresiko. Surat ini bisa menjadi barang bukti di pengadilan apabila kelakuanku ini dimejahijaukan. Lebih baik kusimpan kembali suratku ini di dalam tas. Akhirnya, setelah menguji praktek Bahasa Indonesia, aku ngeloyor pulang tanpa ijin dan tanpa absen di finger print.

Aku sudah memikirkan resiko-resiko tak mengikuti evadir yang mungkin terjadi :
  1. Dipanggil kepala sekolah (dinasehati, diperingatkan, atau dinasehati tapi serasa dimarahi, diperingatkan tapi serasa diancam)
  2. Dipanggil kepala dinas (buat apa ya?)
  3. Ditunda tunjangan sertifikasinya (ini yang dikatakan oleh Bu Is)
  4. Dicabut tunjangan sertifikasinya (mengerikan)
  5. Dicabut statusnya jadi guru dan dijadikan TU (sudah pernah terjadi)
  6. Dicabut status PNSnya (fatal)

Di rumah aku mengalami perasaan aneh. Aku ketakutan. Takut apabila tiba-tiba penilai evadir datang ke rumah, takut ada salah seorang guru menjemput ke rumah lalu memaksaku ikut evadir, takut ditelepon oleh kepala sekolah. Maka, pintu rumah kukunci rapat-rapat, handphone kumatikan. Aku juga takut sholat berjama’ah di mushola karena imamnya adalah Pak Taufiq, salah satu teman guru. Aku takut ditanya macam-macam. Aku diam di rumah. Setiap mendengar suara motor atau mobil lewat depan rumahku, jantungku berdebar-debar. Ketika pintu rumah diketok “tok..tok..tok”, badanku gemetar dan langsung menginterogasi:

“Siapa di luar?”
“Aku Pa”
“Aku siapa?”
“Mama”
“Mamanya siapa?”
“Mamanya anak-anak”
“Mau apa ?”
“Mau masuk lah”
“Ada kepentingan apa?”

“Papa gila ya”

Senin, 07 Maret 2016

BU IS CANTIK

“Bu Is cantik” itulah kesan pertama yang diungkapkan Pak Uji mewakili semua guru dan karyawan dalam acara Lepas Sambut Plt. Kepala sekolahku. Bu Is digantikan oleh Pak Habibi. Sebuah kalimat pendek yang mengandung bisa mematikan. Tak bisa dibayangkan perasaan seorang wanita dipuji dengan kata “cantik” di depan khalayak ramai.  Hingar bingar, gembira, bangga, terpuji, melambung, melayang-layang, mati gaya, mati rasa, speechless. Rayuan semacam itu dijamin akan menutup mata dan hati sang korban. Terbukti lontaran kata-kata “gemuk, gendut” yang dikatakan oleh Pak Uji berikutnya tak membuat si korban menjadi marah dan tersinggung. Alam bawah sadarnya masih terngiang-ngiang kata “cantik”. Huft, benar-benar deh… rayuan gombal gaya Romawi Ortodoks, menandakan bahwa sang perayu adalah mantan playboy cap kaki tiga kelas bintang lima.

Benar saja, dalam sambutannya Bu Is mengatakan, “Senior jangan mengatakan dirinya tua atau sebentar lagi pensiun tapi senior harus tetap berkarya. Buatlah karya yang bisa diingat ribuan tahun”

Nah lo…ini betul-betul sambutan berbalas. Kepada siapa lagi kalimat tersebut ditujukan kalau bukan kepada Pak Uji. Seharusnya… Pak Uji yang 4 tahun lagi pensiun pun kembang kempis dipuji dengan kata “senior bukan tua”. Apalagi sambutan ini ditutup dengan lagu “Cinta terbaik” milik Cassandra.

“Jujur saja ku tak mampu. Hilangkan wajahmu di hatiku…”

Ah... manis sekali.

MENGINJAK ACARA

Talenta muda siap membahana di langit sekolahku. Hari ini tanggal 7 Maret 2016, Pak Agus H, MC muda berbakat mulai tampil. Dengan didampingi Bu Arie, MC senior yang cantik jelita, Pak Agus H memandu acara Lepas Sambut plt Kepala Sekolahku. Bu Is yang digantikan oleh Pak Habibi. Acara diawali dengan sambutan rombongan Pak Habibi oleh Bu Is, para guru dan karyawan sekolahku di pintu gerbang. Diantar oleh 2 orang penari gambyong, Pak Habibi beserta rombongan menuju panggung kehormatan. Acara pun dimulai tepat pada pukul 11.30. Setelah pembukaan dengan membaca surat Al-Fatihah bersama-sama, acara dilanjutkan.

“Menginjak acara ke 2,” teriak Pak Agus H.
“Maaf Pak Agus, acara tak boleh diinjak-injak, nanti dimarahi guru bahasa Indonesia” sela Bu Arie

Sebuah kesalahan sedikit yang bisa dimaklumi dan sebenarnya terjadi di mana-mana. Ditelinga pun masih terdengar familiar. Semua sudah mafhum terhadap kalimat “menginjak acara ke..”. Kalimat yang tidak sesuai dengan EYD ini berhasil diperbaiki oleh Bu Arie. Syukurlah, kita masih “sadar bahasa”. Pak Agus H pun menyadari kesalahannya. Setelah itu, tak ada “menginjak acara” lagi.

Acara berhasil dipandu dengan sukses oleh Pak Agus H bersama Bu Arie sampai selesai dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

Sukses Pak Agus H dan Bu Arie.

Sabtu, 05 Maret 2016

EVADIR KE-3

Evadir singkatan dari evaluasi diri adalah evaluasi yang dilakukan oleh seorang guru terhadap dirinya sendiri. (teorinya & seharusnya). Evadir ini dilaksanakan setiap satu semester sekali di hadapan pengawas sekolah. Evaluasi diri tapi yang mengevaluasi orang lain. Piye jal? Kenapa para guru tidak diberi kesempatan untuk benar-benar mengevaluasi diri: introspeksi diri, merenungi dosa-dosa yang telah dilakukan baik kepada siswa, sesama guru, TU, penjual di kantin, kepala sekolah, pengawas sekolah, kepala dinas bupati, gubernur dan presiden, untuk memperbaiki kesalahan di masa datang. Tahu akreditasi? Nah, persis seperti akreditasi. Tapi ini bukan sekolah yang dinilai tapi individu guru. Dalam evadir, ada 25 hal yang akan dinilai oleh pengawas yaitu:
  1. Guru memiliki SK Pembagian Tugas Mengajar dan atau tugas tambahan dari Kepala Sekolah tahun pelajaran terakhir (dibuktikan dengan fotocopy SK mengajar)
  2. Guru memiliki jadwal tugas mengajar dan atau tugas tambahan meinimal 24 jam per minggu (sda)
  3. Guru menyusun program tahunan dalam tahun terakhir (dibuktikan dengan program tahunan)
  4. Guru menyusun program semester dalam dua semester terakhir (dibuktikan dengan program semester. Nah ini yang agak aneh: evadirnya per semester, kenapa yang ditanyakan 2 semester. LOL..)
  5. Guru memiliki silabus (dibuktikan dengan fotocopy silabus. Silabus sudah dibuatkan oleh Pak Menteri tinggal download & print terus difotocopy)
  6. Guru memiliki RPP yang disusun sendiri (dibuktikan dengan RPP. RPP singkatan dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, bukan "Ra Po Po" )
  7. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai jadwal (dibuktikan dengan jadwal pelajaran dan absensi. Jangan membawa jadwal yang di tempel di ruang guru (3 x 1,5 m), cukup fotocopynya. Ambil jadwal di ruang guru difocopy perkecil sampai sebesar kertas HVS)
  8. Guru memiliki dan menggunakan buku teks dan buku referensi (dibuktikan dengan buku paket, LKS, atau buku referensi lainnya)
  9. Guru melaksanakan ulangan harian (UH) dan memiliki dokumen naskah soal, kunci dan kriteria penilaian (dibuktikan dengan soal, kunci dan krieteria penilaian dan hasil ulangan)
  10. Guru melaksanakan UTS dan memiliki dokumen kisi-kisi, naskah soal, kunci dan kriteria penilaian (sda)
  11. Guru melaksanakan UAS dan memiliki dokumen kisi-kisi, naskah soal, kunci dan kriteria penilaian (sda)
  12. Guru mengoreksi hasil ulangan harian (dibuktikan dengan hasil ulangan. Hasil ulangan dibagikan (tidak cukup dibacakan di depan kelas), kemudian diminta kembali disertai bukti tanda tangan orang tua. Ini sangat riskan, banyak yang tak kembali. Alasannya hasil ulangannya ditempel di dinding kamar. Hati-hatilah)
  13. Guru memberikan penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak tersruktur (dibuktikan dengan program, uraian tugas, dan hasil)
  14. Guru mendokumentasikan hasil penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tak terstruktur (sda)
  15. Guru memiliki buku daftar nilai dan berisi nilai UH, Remidi, UTS, UAS dan Nilai Tugas (daftar nilai semester lalu jangan sampai hilang. simpan dibrankas. Sewaktu-waktu dinilai)
  16. Guru melakukan analisis hasil evaluasi UH. (buktinya adalah analisis nilai)
  17. Guru menyusun dan melaksanakan program remidial (buktinya: program remidial, daftar hadir, soal remidi, hasil)
  18. Guru menyusun dan melaksanakan program pengayaan (buktinya: program pengayaan, daftar hadir, dan hasil)
  19. Guru yang diberi tugas tambahan memiliki administrasi tugas tambahan selain mengajar (buktikan bahwa guru tidak hanya mengajar tapi juga bisa menjadi ketua RT, Ketua RW, bendahara RT, sekretaris RT, takmir masjid, ketua PGRI, ketua koperasi, dll)
  20. Guru memiliki buku agenda mengajar (kegiatan di sekolah dari pk.07.00 sampai pk. 14.00 wajib dicatat : per jam, kalau bisa per menit)
  21. Guru memiliki dokumen permendiknas yang terkait dengan standar isi, SKL, Standar Proses, Standar Penilaian (fotocopy punya teman)
  22. Guru memiliki buku-buku panduan (panduan pengembangan silabus, panduan pengembangan bahan ajar, dll) (sda)
  23. Guru melakukan pengembangan bahan ajar (buku, LKS, dll dikembangkan sesuai kemampuan kemauan, dan petunjuk)
  24. Guru menyusun karya ilmiah populer (membuat karya atau sesuatu yang mendukung pembelajaran harus dicatat dan dilaporkan ke atasan, contoh: membuat papan tulis yang sudah ada materi ajarnya, membuat video tentang pelajaran, dll)
  25. Guru memiliki hasil PTK (guru dituntut membuat Penelitian Tindakan Kelas)

Setiap guru harus menyiapkan berkas-berkas sebagai bukti untuk mendukung kebenaran dan keotentikan dari 25 hal tersebut. Pernah ujian skripsi? Begitulah adanya. setiap guru maju satu per satu ke hadapan pengawas untuk menunjukkan, membuktikan dan mempertahankan berkas-berkasnya. Semakin lengkap berkas yang dimiliki oleh seorang guru, maka semakin baik pula nilai yang diperoleh.

Tanggal 10 Maret 2016 adalah evadir yang ke-3 untuk guru-guru sekolah kami. Sejak hari ini kegiatannya mempersiapkan evadir.

TANGGAL MUDA

Tanggal muda telah tiba. Saat yang dinanti-nanti oleh para Pegawai Negeri Sipil (PNS ) karena inilah saatnya mereka menerima gaji. Seakan tak mau ketinggalan moment, para pedagang ikut mencari peluang dari tradisi tanggal muda ini. Setiap awal bulan, pedagang celana kolor, baju tankpop, bahan pakaian, pisau, pendingin ruangan, kredit mobil, kredit motor, alat elektronik, alat pertanian, alat dapur, alat pijat, minyak wangi, dan lain-lain bergantian menggelar dagangannya di lobi sekolahku. Anehnya, para pedagang ini seakan sudah terjadwal. Tak ada tubrukan jadwal dalam menjajakan dagangannya.

Kemarin pagi, pedagang celana kolor menggelar dagangannya di lobi. Berbagai macam celana kolor dan kaos oblong dengan berbagai merk dan warna dijajakan. Anehnya, walaupun merknya berbeda tapi harganya sama. Rupanya sesama celana kolor dan kaos oblong pun tak boleh saling sikut. Harga Rp. 25.000 tak bisa ditawar kecuali beli 2 atau lebih, ada potongan sedikit.

Tadi pagi, giliran pedagang senjata tajam menggelar dagangannya. Berbagai jenis pisau: pisau dapur, pisau daging, pisau roti, pisau komando, celurit, pedang samurai, tongkat yang ternyata berisi pisau sampai cangkul,  skop, dan penggaruk dijajakan. Harga senjata-senjata ini lebih bervariatif. Tergantung pada besar kecil, tajam dan tumpul, bentuk serta bahan pembuatnya.

Setelah hari ini, masih banyak pedagang yang akan datang. Besok, kemungkinan pedagang bahan pakaian atau pedagang pakaian wanita datang. Lusa, pasti pedagang alat-alat dapur, kredit motor, kredit mobil, dll.


Jadi, tak perlu ke pasar atau mall. Tunggu saja di lobi sekolah. Setiap tanggal muda, semuanya lengkap tersedia.

MENILAI PIDATO

Aku sudah siap dengan daftar nilaiku. Ada 4 hal yang dinilai dalam Ujian Praktek Bahasa Indonesia (pidato) ini: penampilan, waktu, diksi, ketepatan dengan tema.

Nah lho, tak ada satupun penilaian wajah, mimik, gestur maupun bibir. Tapi baiklah, apapun yang terjadi, aku harus menilai 4 komponen tersebut.

Penampilan: standar. Tak ada peserta yang berpenampilan aneh-aneh. Semua peserta memakai pakaian pramuka, bersabuk, berkaos kaki dan bersepatu hitam. Soal bajunya belum dicuci, tak pakai minyak wangi, tak pakai bedak, kaos kakinya bolong, sepatunya sobek dan solnya lepas, harga sepatu dua puluh ribu atau sejuta, belum mandi, belum sikat gigi, belum sarapan, belum membantu ibu, belum tidur karena semalam ngapalin teks, tak jadi soal. Semuanya Ok. Jadi untuk penampilan standar semuanya mendapat nilai 80. Nilai tambah penampilan terletak pada cara membawakan pidato (gaya). Gaya berpidato menjadi faktor pendukung dalam penampilan. Ada gaya berpidato Abdur (salah satu komika dalam stand up komedi), gaya Dodit (pelan sekali karena sambil mengingat-ingat hapalan), gaya Megawati (merdeka... merdeka... merdeka), gaya presenter tv (senyum manis sambil menatap Bu Yanti), gaya deklamasi (tangannya menunjuk-nunjuk ke atas menantang langit), gaya patung (badan tegap tak bergerak, hanya bibir yang komat-kamit), gaya batu (blep..blep..bicara sebentar lalu diam dan tenggelam kemudian pulang karena tak hapal). Semua peserta boleh memilih gayanya masing-masing  yang menarik dan mendukung penampilan.

Waktu: waktu yang disediakan adalah 7 menit. Sebagian besar menepati perjanjian dengan berpidato selama 7 menit. Namun ada beberapa peserta yang menghabiskan teks pidato kurang dari 7 menit karena beberapa hal: bahan pidatonya kurang panjang sehingga satu alinea diulang 5 kali, lupa di tengah jalan, atau bahkan terlalu panjang sehingga susah untuk dihapalkan dan yang keluar hanya pembukaan dan penutupan. Bagi peserta yang menepati waktu, kuberi nilai 80. Yang kurang, kuberi nilai sesuai prosentase kekurangannya, ada yang 50, 60, dan 70.

Diksi atau pilihan kata: variasi kata akan semakin menaikkan nilai. Boleh memakai bahasa serapan baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing asal penggunaannya tepat dalam kalimat. Ada yang memakai istilah bahasa inggris, misalnya “agent of social change”. Ada yang tak nyambung dalam kalimat, misalnya “kita harus mencari blogging di internet”. Ada yang memakai bahasa indonesia khas batang. “misale..., Iya o?”.


Ketepatan dengan tema: Sebagian peserta telah memaparkan pidatonya sesuai dengan tema. Ada tema lingkungan yang membahas kalijodo. Ada tema pendidikan moral yang membahas upacara bendera. Ada tema pemuda yang membahas pacaran. Ada tema pelestarian alam yang membahas sepeda.

Jumat, 04 Maret 2016

DIPERIKSA BPK

Baru 4 hari lalu, tugasku sebagai operator dapodik selesai. Minggu ini, aku harus mempersiapkan evaluasi diri (evadir), mempersiapkan dan menguji ujian praktek Bahasa Prancis, menguji Ujian Praktek Bahasa Indonesia, menjadi pengawas UTS 2 (untuk kelas X dan XI), dan mengoreksi hasil UTS.

Belum lagi kelar tugas-tugas tersebut, tadi siang aku mendapat kabar bahwa sebagai bendahara Bansos aku harus mempersiapkan laporan keuangan pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) karena akan diperiksa oleh BPK dari Jakarta.

"BPK dari Jakarta?" tanyaku tak percaya.
"Iya," jawab Bu Habibah.

Aku melamun sebentar untuk membayangkan para pemeriksa keuangan dari Jakarta itu. Mereka tentunya orang-orang hebat dari sebuah lembaga pemeriksa profesional dan independent yang kedudukan konstitualnya ditetapkan melalui Tap MPR. Aku membayangkan akan bertemu dan diperiksa langsung oleh orang-orang hebat itu.

"Laporan keuangannya sudah dibuat Pak?" tanya Bu Habibah melihatku senyum-senyum

"Belum"

MENJADI PENGUJI UJIAN PRAKTEK BAHASA INDONESIA

Sejak penjadwalan ujian praktek, aku sudah menyatakan tak mau menjadi penguji Ujian Praktek Bahasa Indonesia. Bagaimanapun aku bukan ahlinya. Aku bukan guru Bahasa Indonesia. Aku adalah guru Bahasa Prancis. Sesuatu yang diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.

“Tak ada yang lain Pak” begitu alasan yang selalu dikemukakan oleh Bu Yeni, selaku Wakil Kepala sekolah bidang kurikulum yang mengatur pelaksanaan Ujian Praktek.

Ada 3 orang guru Bahasa Indonesia di sekolah kami, Bu Yanti, Bu Titin, Pak Taufiq. Sedangkan untuk 8 kelas yang mengikuti Ujian Praktek Bahasa Indonesia membutuhkan 4 orang penguji. Maka harus ada 1 orang penguji lagi dan terpaksa diambil dari guru selain Bahasa Indonesia.

“Tapi kenapa aku?”

Sekali lagi, aku bukan guru Bahasa Indonesia. Tak bisa kubayangkan bagaimana cara menilai pidato Bahasa Indonesia. Apa yang kunilai, bahasanya? aku tak mengerti Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sikapnya? Aku tak paham dengan sikap berpidato yang baik. Sikap siap, berdiri tegak, tatapan ke depan atau sikap istirahat, lencang kanan, lencang depan, hadap kanan, hadap kiri, maju jalan? entahlah. Atau cukup dinilai wajahnya? gesturnya? mimiknya? bibirnya? Kalau 4 hal yang terakhir ini bisa kubayangkan.

“Ayo, Pak. Kita segera mulai,” kata Bu Yanti mengajakku untuk menguji Ujian Praktek Bahasa Indonesia pagi ini.
“Jadi saya Bu yang jadi pengujinya?” aku mengulangi pertanyaan.
“Ini tugas. Tidak boleh membantah"

Rabu, 02 Maret 2016

BAJU KHAKI LAGI

Setelah kupensiunkan 3 tahun yang lalu, baju khakiku keluar lagi dari lemari. Sesuai surat edaran bupati Batang nomor 025/0246/2016 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 6 tahun 2016 tentang perubahan ketiga atas peraturan menteri dalam negeri nomor 60 tahun 2007 tentang pakaian dinas pegawai negeri sipil di lingkungan departemen dalam negeri dan pemerintah daerah, pakaian khaki ini kembali dipakai untuk hari Senin dan Selasa.

Pakaian Dinas Harian (PDH) semi jas warna biru (berdasar Surat Bupati Batang Nomor 025/0053/2013 tanggal 9 Januari 2013 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 60 Tahun 2007 tentang Pakaian Dinas Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah) tutup buku.

Dengan penuh semangat, tepat tanggal 1 Maret 2016 aku pakai kembali pakaian khaki-ku. Oh...no, kenapa baju dan celana ini terasa kecil? Bajunya sesak agak menyempit di bagian pinggang. Resleting celana susah sekali untuk ditutup. Apa mungkin setelah tersimpan lama, celana ini mengalami peyusutan. Atau badanku yang mengalami pembengkakan. Selama ini aku tak pernah lagi memperhatikan baju khakiku ini karena kupikir pakaian ini telah dipensiunkan untuk selamanya. Boro-boro mencuci dan menyeterikanya, tak terbuang ke kegiatan sosial menjadi pakaian pantas pakai saja masih untung. Untung, dia tersimpan di kegelapan, di sudut bawah lemari yang paling dalam. Ternyata hari ini, dia harus kembali. Maafkan aku pakaian khaki-ku.

Dengan menahan nafas dan kupaksa-paksakan, akhirnya aku berhasil menutup resleting dan mencantelkan hak-nya. Seharian aku tersiksa. Perutku mengejan seperti mau melahirkan.

Selasa, 01 Maret 2016

PAKAIAN DINAS BARU

Sesuai surat edaran bupati Batang nomor 025/0246/2016 tertanggal 23 Februari 2016 tentang pakaian dinas di lingkungan pemerintah kab. Batang bahwa mulai tanggal 1 Maret 2016 diberlakukan pakaian dinas baru yaitu:
·         Senin-Selasa           : Khaki
·         Rabu                      : Putih – Gelap
·         Kamis                    : Batik
·         Jum’at                    : Batik
·         Sabtu                     : PSH Biru / PGRI

Oleh karena itu, hari rabu ini, pagi-pagi sekali aku mencari kemeja putih bekas prajab dulu di lemari. Ketemu. Agak lecek tapi kondisinya masih lumayan bagus. Hanya bagian leher yang terlihat kekuningan. Tak apa. Bisa tertutupi dengan warna kulit leher.

Setelah kuseterika ulang, kukombinasikan dengan celana warna coklat tua. Kulinting lengannya seperempat dan bagian bawahnya tak kumasukkan ke celana sesuai petunjuk di surat edaran tersebut. Kupakai pin korpri, ID-card dan papan nama. Aku bercermin.

“Aih...aih. Ganteng nian. Seperti Pak Jokowi,” kataku dalam hati.

Tak lupa, aku selfi. Berbagai gaya kuperagakan. Miring kanan, miring kiri, senyum kanan, senyum kiri, , balik kanan, balik kiri, jongkok kanan, jongkok kiri, ngungging kanan, nungging kiri, salto kanan, salto kiri.

“Cekrek...cekrek...cekrek”

Tanpa kusadari sejak tadi istriku memperhatikan suaminya yang semakin ganteng ini.


“Mau magang di mana mas?”