alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Sabtu, 02 Januari 2016

KEBERANGKATAN (SERI PERPISAHAN PAK HERRY BAG 2)

Hujan tak henti-henti mengguyur kota Batang. Sejak pukul 06.00 WIB, para penumpang (guru, karyawan, komite, pengurus OSIS) yang kedinginan telah berdiri di emperan toko menunggu kedatangan bus. Pada pukul 07.00, 2 buah bus “Muda Perkasa” warna hijau datang.

Setelah bus berputar menghadap utara, para penumpang kupersilahkan segera naik ke busnya masing-masing. Sebagai koordinator bus A, aku menghitung dan mengabsen penumpang. Bus yang aku koordinir berisi para sesepuh dan pinisepuh. Ada kepala sekolah, kepala TU, anggota komite sekolah dan guru-guru yang termasuk sepuh. Sebagai koordinator aku harus mengatur seluruh penumpang dari berangkat sampai pulang.

Inilah anggota Bus A yang seharusnya:
  1. Pak Yayan
  2. Pak Harjo
  3. Mas Rofik
  4. Pak Agus Mawar
  5. Pak Supbechan
  6. Pak Muji
  7. Pak Bahrudin
  8. Anggota OSIS (lupa namanya... bukan lupa ding tapi nggak nanya namanya)
  9. Anggota OSIS (sama: nggak nanya namanya)
  10. Rosa (siswa penyanyi)
  11. Kartika (siswa penyanyi)
  12. Pak Herry
  13. Bu Herry
  14. Bu Ruwati
  15. Bu Hajah Hadiyukin
  16. Bu Hajah Sri Wati
  17. Pak Lani
  18. Bu Lani
  19. Pak Tarman (Komite)
  20. Pak Sarpani (Komite)
  21. Pak KH. Zaenal Mutaqin (Komite)
  22. Pak Sodiq (Komite)
  23. Pak Marwan (Komite)
  24. Bu Hj. Nuraeni
  25. Bu Hj. Hendra Hartini
  26. Bu Edi Retnosari (Ketua panitia)
  27. Bu Tri Muji
  28. Bu Sari Tunggul
  29. Bu Uswatun KH
  30. Bu Sri Kandi
  31. Bu Titin
  32. Bu Esti
  33. Bu Cita
  34. Mas Kumarjo
  35. Bu Ema
  36. Pak Nurnasetya
  37. Pak Edi Pratikno
  38. Pak Kasmudi
  39. Bu Arie
  40. Bu Erni
  41. Hamzah (alumni yang pemain keyboard)
  42. Angga (alumni yang penyanyi)
  43. aku
Dari 43 orang yang terdaftar, Pak Lani tidak ikut naik bus dan akan menyusul naik kereta karena ada kepentingan. Bu Arie, Bu Erni, Hamzah, dan Angga pindah ke bus B tanpa alasan. Jadi ada 12 kursi kosong di bus-ku dan tentu saja sangat longgar. Dan maaf orang-orang yang tidak ikut dan pindah dari bus-ku tidak ter-photo karena aku mem-photo semua anggota bus-ku satu per satu. Takut ada yang tercecer.

Bus ini dikendalikan oleh 1 orang sopir dan dikawal oleh 1 orang kondektur, 2 orang tour leader (Mas Adim dan Mas Rozak) serta 1 orang koordinator bus (aku)

Pada pukul 07.30, diawali do’a yang dipimpin oleh KH. Zaenal Mutaqin (beliau ini seorang ulama yang menjadi anggota komite sekolahku), bus-ku berangkat. Hujan belum juga reda. AC bus menambah dingin udara di dalam bus. Namun demikian,masih ada anggota bus-ku yang belum naik. Masih ada 1 orang menunggu di depan Warung Makan Sambel Layah yaitu Bu Cita. Mungkin sekalian sarapan. Bu Hj. Nuraeni dan Bu Ema menunggu di depan masjid Darul Muttaqin alun-alun. Sekalian sholat duha.  Bu Sri Wati menunggu di perempatan timur alun-alun. Rumahnya di sebelah selatannya. Pak Shodik menunggu di sebelah timur pasar. Tentu saja karena rumahnya dekat pasar. Pak Tarman menunggu di depan kantor DPPKAD. Ini kantornya sekalian minta ijin kepada atasannya. Bu Uswatun  menunggu di depan Rumah Sakit QIM. Bukan karena sedang sakit tapi rumahnya berada 1 km di belakang Rumah Sakit Qim. Jauh juga. Dan Pak Kasmudi menunggu di tikungan tugu kembar desa Jatisari, kecamatan tempat kelahiran dan tumpah darahnya.

Perjalanan sempat tersendat karena ada beberapa orang yang menunggu di sepanjang perjalanan ternyata belum siap. Setelah penumpang dalam kota yang terakhir yaitu Bu Us naik, bus kembali melanjutkan perjalanan. Belum ada 30 menit bus berjalan, sudah ada penumpang yang pingin pipis.

“Pak, Pom bensin depan berhenti ya,” kata Bu Ema kepadaku. Aku tahu yang kau mau, pasti pingin pipis.

Belum mencapai pom bensin, tepatnya baru sampai kantor CV. Mitra Kartika Tour di jalan Kaliboyo Tulis, bus berhenti. Sebenarnya hanya untuk urusan administrasi para tour leadernya tapi dimanfaatkan oleh para penumpang untuk melampiaskan HIV-nya (Hasrat Ingin Vivis). Hampir setengah jam bus berhenti sebelum melanjutkan perjalanan menjemput penumpang terakhir di Subah.

Di tikungan Jatisari, Pak Kasmudi tak kelihatan. Kutelepon Pak Kasmudi dan bus sudah kebablasan sampai di depan SMPN 1 Subah. Ternyata dia sedang ngobrol di dalam warung.

“Cepat lari Pak, sudah ditunggu di depan SMP 1,” kataku.

Dengan semangat 45, nafas ngos-ngosan dan keringat mengucur deras, Pak Kasmudi berhasil melompat ke dalam bus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar