alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Sabtu, 02 Januari 2016

BANDUNGAN (SERI PERPISAHAN PAK HERRY BAG 5)

Pukul 13.30, bus kami memasuki jalan Mayor Suyoto menuju kawasan wisata Bandungan. Di sudut pertigaan, kami disambut baliho besar Candi Gedong Songo. Aku belum pernah ke Bandungan, jadi masih penasaran sekaligus was-was dengan perjalanan ini. Aku hanya mendengar dari cerita dan berita bahwa Bandungan adalah kawasan wisata di pegunungan berhawa dingin. Jadi, banyak orang ke sini untuk mencari kehangatan. Jalan berkelak-kelok naik turun khas jalan di pegunungan. Aku tak mengerti ternyata jalan ini mempunyai nama lain yaitu Jalan Raya Lemahabang, Jalan jimbaran, Jalan Raya Bandungan. Padahal nama resminya adalah Jalan Mayor Suyoto. Ah..peduli amat.

Di kanan kiri, kulihat tebing, jurang, tanaman hijau dan berderet-deret hotel. Berbagai macam hotel tersedia di sini dari bintang kecil sampai bintang besar. Melewati jalan kendalisodo kemudian jalan Tirtomoyo, kami memasuki kawasan kota Bandungan. Bus mulai melambat dan akhirnya parkir di halaman kantor dinas.  (Aku lupa nama dinasnya. Besok kalau ke sana lagi, aku janji akan mencatatnya). Jantungku berdebar. Hatiku deg-degan. Kita mau dibawa ke hotel mana?

Tour leader kami mengumumkan bahwa kita sudah sampai di tempat tujuan yaitu pasar Bandungan.

“Silahkan yang mau berbelanja, kita beri waktu 45 menit saja”

Ternyata tujuan kita hanya pasar. Ini adalah wisata belanja. Aku turun. Deg-deganku batal. Debaran jantungku kucabut. Aku melihat-lihat para pedagang pasar yang sibuk menawarkan berbagai macam buah.

“Kelengkeng 25 ribu, 2 kilo 45 ribu.  Alpokat kualitas bagus 15 ribu kualitas sedang 10 ribu, yang kecil-kecil 3 kilo 10 ribu. Sirsak 15 ribu yang kecil 10 ribu, Nangka 10 ribu. Monggo Pak, Bu”

Dengan semangat ibu-ibu memborong buah dan sayuran. Pasar bandungan terkenal dengan produk buah dan sayurnya. Berbagai macam buah dan sayur dapat dibeli di pasar ini. Tak kalah dengan ibu-ibu, aku memborong alpokat 3 kg, kelengkeng 2 kg, sirsak 2 kg dan nangka 1 kg untuk oleh-oleh anak dan istri. Tapi khusus nangka, aku makan di dalam bus sebagai makanan penutup setelah makan siang tadi hanya ditutup dengan es teh. Tentu saja, tak kumakan sendiri. Kutawar-tawarkan juga kepada yang lain untuk mecicipinya. Tak lupa kutawarkan kepada anak-anak OSIS dan para penyanyi.

“Maaf pak, kami takut serak,” jawab mereka
“Ini bukan gorengan. Ini buah. Tak perlu takut serak,” jawabku
“Kan ada getahnya,”
“Getahnya sudah dibuang sama penjualnya. Kan ada pepatah ‘Dapat getahnya tak dapat nangkanya’. Jadi sudah sendiri-sendiri. Yang mengambil getahnya tak mengambil nangkanya. Yang mengambil nangkanya tak kena getahnya. Gimana sih,” terangku panjang lebar
“Nggak ah Pak,” jawab mereka bertahan
“Ya sudah nanti setelah menyanyi kutawarkan lagi. Kalau belum habis. Oke?”


Pukul 15.15 kami telah selesai berbelanja. Bus melaju menuju Kampung Laut tempat acara inti dilaksanakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar