Pukul 13.30, bus kami memasuki jalan Mayor Suyoto menuju
kawasan wisata Bandungan. Di sudut pertigaan, kami disambut baliho besar Candi
Gedong Songo. Aku belum pernah ke Bandungan, jadi masih penasaran sekaligus
was-was dengan perjalanan ini. Aku hanya mendengar dari cerita dan berita bahwa
Bandungan adalah kawasan wisata di pegunungan berhawa dingin. Jadi, banyak
orang ke sini untuk mencari kehangatan. Jalan berkelak-kelok naik turun khas
jalan di pegunungan. Aku tak mengerti ternyata jalan ini mempunyai nama lain yaitu
Jalan Raya Lemahabang, Jalan jimbaran, Jalan Raya Bandungan. Padahal nama
resminya adalah Jalan Mayor Suyoto. Ah..peduli amat.
Di kanan kiri, kulihat tebing, jurang,
tanaman hijau dan berderet-deret hotel. Berbagai macam hotel tersedia di sini
dari bintang kecil sampai bintang besar. Melewati jalan kendalisodo kemudian
jalan Tirtomoyo, kami memasuki kawasan kota Bandungan. Bus mulai melambat dan
akhirnya parkir di halaman kantor dinas.
(Aku lupa nama dinasnya. Besok kalau ke sana lagi, aku janji akan mencatatnya).
Jantungku berdebar. Hatiku deg-degan. Kita mau dibawa ke hotel mana?
Tour leader kami mengumumkan bahwa kita
sudah sampai di tempat tujuan yaitu pasar Bandungan.
“Silahkan yang mau berbelanja, kita beri
waktu 45 menit saja”
Ternyata tujuan kita hanya pasar. Ini
adalah wisata belanja. Aku turun. Deg-deganku batal. Debaran jantungku kucabut.
Aku melihat-lihat para pedagang pasar yang sibuk menawarkan berbagai macam
buah.
“Kelengkeng 25 ribu, 2 kilo 45 ribu. Alpokat kualitas bagus 15 ribu kualitas
sedang 10 ribu, yang kecil-kecil 3 kilo 10 ribu. Sirsak 15 ribu yang kecil 10
ribu, Nangka 10 ribu. Monggo Pak, Bu”
Dengan semangat ibu-ibu memborong buah dan
sayuran. Pasar bandungan terkenal dengan produk buah dan sayurnya. Berbagai
macam buah dan sayur dapat dibeli di pasar ini. Tak kalah dengan ibu-ibu, aku
memborong alpokat 3 kg, kelengkeng 2 kg, sirsak 2 kg dan nangka 1 kg untuk
oleh-oleh anak dan istri. Tapi khusus nangka, aku makan di dalam bus sebagai
makanan penutup setelah makan siang tadi hanya ditutup dengan es teh. Tentu
saja, tak kumakan sendiri. Kutawar-tawarkan juga kepada yang lain untuk
mecicipinya. Tak lupa kutawarkan kepada anak-anak OSIS dan para penyanyi.
“Maaf pak, kami takut serak,” jawab mereka
“Ini bukan gorengan. Ini buah. Tak perlu
takut serak,” jawabku
“Kan ada getahnya,”
“Getahnya sudah dibuang sama penjualnya.
Kan ada pepatah ‘Dapat getahnya tak dapat nangkanya’. Jadi sudah
sendiri-sendiri. Yang mengambil getahnya tak mengambil nangkanya. Yang
mengambil nangkanya tak kena getahnya. Gimana sih,” terangku panjang lebar
“Nggak ah Pak,” jawab mereka bertahan
“Ya sudah nanti setelah menyanyi kutawarkan
lagi. Kalau belum habis. Oke?”
Pukul 15.15 kami telah selesai berbelanja. Bus
melaju menuju Kampung Laut tempat acara inti dilaksanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar