alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Rabu, 27 Januari 2016

TEMONGAN

Entah dari asal kata apa, istilah “temongan” sudah sejak lama ada di sekolahku. Dalam kamus bahasa Jawa kata “temong” artinya hamil (asal kata "meteng"). Di google, tak ditemukan kata temong kecuali nama orang. Di sekolahku, temongan adalah iuran mendadak untuk kegiatan sosial.  Kegiatan tersebut antara lain menjenguk orang sakit, takziah orang meninggal, lahiran, sunatan, membangun rumah, pindah rumah, pindah kontrakan, pindah kos dan lain sebagainya. Besarnya temongan adalah Rp.10.000,- untuk guru PNS dan Rp. 5.000 untuk guru non-pns. Walaupun ada dana sosial dari sekolah, namun karena dirasa kurang memadai maka kegiatan temongan diperlukan untuk menambah sumbangan sosial.

Karena sifatnya yang mendadak, maka temongan bersifat tak pasti dan tak tentu. Temongan tak bisa ditentukan waktunya. Jadi, bisa kapan saja pada saat ada orang yang sakit, sunatan atau lainnya. Orang yang dimintai temongan juga hanya mereka yang terlihat (berada) di ruang guru. Sedangkan yang tak terlihat di ruang guru, maka dia bebas dari iuran temongan ini. Jadi, banyak sedikitnya hasil temongan tergantung kepada banyak sedikitnya guru yang hadir pada hari itu. Orang yang menerima sumbangan dari hasil temongan pun bernasib sama. Kadang ada yang mendapat sedikit, kadang ada yang mendapat banyak. Begitulah yang namanya sedekah. Yang penting ikhlas, baik yang memberi maupun yang menerima.

Petugas temongan andalan di sekolahku adalah Bu Tri. Beliau sudah mumpuni dan teruji memegang kendali temongan. Dalam setiap aksinya, beliau membawa pulpen dan selembar kertas ala kadarnya untuk menulis nama penyumbang temongan dan jumlah uangnya.

“Temongan…temongan” teriak beliau setiap menarik iuran. Maka kita siap-siap membuka dompet.

Jangan khawatir apabila uang kita adalah ratusan ribu atau lima puluhan ribu, Bu Tri menyediakan kembaliannya. Atau bahkan, apabila kita tidak mengantongi uang sepeser pun, Bu Tri pun siap untuk memberikan pinjaman. Maka, tak ada kata menghindar. Apabila bertemu dengan Bu Tri dalam keadaan seperti ini, lebih baik menyerah saja. Siapkan hati untuk ikhlas beramal (sebagaimana moto yang sangat religius dari kementerian agama RI).

Sedangkan, apabila kita melihat Bu Tri dengan perilaku yang mencurigakan (berkeliling membawa pulpen dan secarik kertas), kebetulan tanggal tua, tak punya uang sama sekali dan kita sedang tidak ikhlas untuk memberikan iuran temongan, sebaiknya segeralah menghindar (bisa pura-pura ke toilet untuk BAB yang lama, ke mushola untuk sholat duhur walaupun belum waktunya atau sholat duha 20 roka’at, ke pos satpam untuk membaca semua berita di koran beserta iklan dan lowongan kerjanya, atau pulang untuk menjemput anak walaupun anaknya belum saatnya pulang sekolah).

Selasa, 26 Januari 2016

TRY OUT DI LAPANGAN BASKET

Pada hari Senin 18 Januari 2016 pukul 06.00 14 siswa diusir dari ruang Try Out. Ini dikarenakan pada hari Sabtu tanggal 16 Januari 2016 mereka tidak ikut melaksanakan kebersihan kelas. Mereka dihukum. Mereka harus mengerjakan soal Try Out di lapangan basket.

Mereka duduk berpencar di pinggir lapangan. Dengan gaya masing-masing mereka mengerjakan Try Out. Tak ada pengawas. Tak ada aturan cara duduk. Ada yang bersila, ada yang jegang, ada yang jongkok, ada yang setengah berbaring, ada yang duduk menyamping dengan kaki ditekuk.

Setengah jam berlalu. Seharusnya matahari sudah muncul. Namun, nasib baik sedang berpihak kepada mereka. Pagi ini awan menggelayut tebal. Langit mendung. Tak ada panas sama sekali. Mungkin salah satu tujuan hukuman tak tercapai: agar mereka kepanasan.

“Asyik sekali. Mengerjakan Try Out dengan santai, rileks. Duduk seenaknya di alam terbuka. Tak ada pengawas. Udara sejuk dan segar. Tak ada panas,” kataku

“Dihukum sama sekali tak asyik Pak,” jawab salah satu siswa dengan raut muka cemberut.

Berhasil. Hukuman ini berhasil membuat mereka menderita. Pikologis mereka mengatakan bahwa ini hukuman. Karena itu, harus menyedihkan, harus menderita. Bagi mereka, hukuman artinya penderitaan, apapun bentuknya. Mereka belum bisa menikmati sebuah kejadian. Peristiwa yang mengasyikkan berubah menjadi sesuatu yang menyedihkan hanya karena diberi nama “hukuman”. Itulah “psywar”.

AWAS GENDUT GALAK !

Tulisan ini aku baca di sudut kiri atas whiteboard kelas XII IIS 4.

“Siapa gendut galak ini?” tanyaku sambil menunjuk tulisan terebut.

Awalnya mereka ragu untuk menjawab.

“Itu Pak, Angga. Anaknya kan gendut, galak lagi,” jawab salah satu siswa

Aku hanya manggut-manggut tapi tak percaya. Mana mungkin tulisan ini ditujukan kepada Angga. Dia memang gendut tapi apakah dia galak? kenapa dia tak protes? Kenapa dia tak tersinggung? Kenapa dia tak menghapus tulisan ini? Kalau dia galak, pasti tak ada yang berani menuliskan ini. Kalau dia galak, pasti tulisan ini sudah lama dihapus.

Aku menduga tulisan ini ditujukan kepada orang lain selain siswa di kelas ini. Tapi siapa? Gurukah? Siapa guru yang gendut dan galak? Aku kah? Tak mungkin.  Berat badan dan tinggi badanku cukup proposional. 167/84. Lagi pula, aku kan baik hati.

Terus terang aku tak bisa menebak kepada siapakah tulisan itu ditujukan.



SEKRETARIS TRY OUT 1

Dalam kegiatan Try Out 1 untuk kelas XII tahun pelajaran 2015/2016 ini aku ditunjuk sebagai sekretaris. Tugasku adalah menyiapkan berkas untuk keperluan Try Out 1, antara lain menyusun program kerja, membuat daftar hadir, denah ruang, pembagian ruang, denah tempat duduk siswa, kartu peserta, kartu sementara, jadwal Try Out 1, jadwal pengawas, daftar hadir pengawas, jurnal kehadiran siswa, jurnal kehadiran guru, surat ijin masuk, mengumpulkan dan mencetak soal try out, dan membuat laporan.

Try Out ini berlangung dari tanggal 18 sampai 23 Januari 2016. Jauh hari sebelum Hari H, semua berkas sudah kusiapkan kecuali Kartu Peserta karena menunggu detik-detik terakhir siapa yang harus tanda tangan di kartu tersebut. Maklum, kami masih menunggu kepala sekolah yang baru. Sampai tanggal 15 Januari 2016, belum ada tanda-tanda kepala sekolah yang baru pengganti kepala sekolah kami yang telah pensiun pada tanggal 1 Januari 2016. Akhirnya Bu Yeni sebagai wakil kepala bidang kurikulum terpaksa menandatangani kartu peserta.

Jadwal Try Out telah kutempel di kaca jendela ruang guru tempat dimana biasanya pengumuman tentang apa saja ditempel. Tak ada papan pengumuman untuk siswa. Jadwal pengawasan juga sudah kutempel di papan pengumuman ruang guru sejak tanggal 11 Januari 2016 (seminggu sebelum pelaksanaan). Dengan ditempelnya jadwal pengawasan lebih awal,  aku bermaksud supaya pengawasan bisa berlangsung dengan baik. Apabila ada guru yang tak bisa mengawasi, bisa minta pindah jadwal atau digantikan oleh yang lain. Nyatanya demikian, ada beberapa guru yang minta pindah jadwal atau tak bisa mengawasi sama sekali karena berbagai hal. Sebagai sekretaris yang baik, tentu saja aku bersedia merubah jadwal pengawasan demi terciptanya Try Out yang lancar dan sukses.

Dalam pembuatan jadwal pengawasan ada aturan baku yang tak boleh dilanggar yaitu tidak boleh menjadikan kepala sekolah, ketua, sekretaris, bendahara dan panitia sekretariat sebagai pengawas. Namun demikian, manusia memang tempat salah dan lupa. Di dalam jadwal pengawas yang aku buat, masih tercantum Pak Rosidi. Padahal beliau adalah koordinator sekretariat. Kesalahan ini baru diketahui pada hari pertama, ketika anggota sekretariat yang lain bingung karena kehilangan koordinatornya saat mempersiapkan soal. Kemana Pak Rosidi? Ternyata beliau berada di salah satu ruang dan sedang mengawasi.Untungnya, beliau belum tahu kalau beliau adalah koordinator sekretariat sehingga beliau tetap mengawasi dengan tenang.

“Koordinator sekretariat kok dipasang mengawasi. Sekretarisnya gimana nih?”  kata Bu Yeni sebagai ketua panitia kegiatan Try Out 1.
“Maaf bu, saya alpa. Padahal sudah saya penthelengi  tapi kok Pak Rosidi masih masuk jadi pengawas ya” kataku
“Dan Pak Rosidi juga kok nggak tahu jadi koordinator sekretariat padahal panitia Try Out 1 sudah lama ditempel,” kata Bu Yeni sebagai Ketua.
“Makanya bu, jangan cuma ditempel. Masing-masing panitia seharusnya diberi SK kepanitiaan satu-satu,” kataku
“Tak perlu, diberi SK. Paling-paling juga hilang,” jawab beliau.

Tak perlu diperdebatkan. Nyatanya Pak Rosidi tak membaca SK kepanitiaan yang ditempel di papan pengumuman di Ruang Guru dan hanya membaca jadwal pengawasan.

Pada hari pertama Try Out aku sengaja datang pagi. Kalau ada kekurangan berkas atau administrasi, aku segera bisa bertindak. Sebenarnya  enaknya jadi sekretaris, aku tak punya kewajiban berangkat jam 06.00. Setelah tak ada kekurangan berkas, aku bisa santai di ruang guru. Sambil buka internet, aku menyaksikan beberapa siswa yang dihukum mengerjakan Try Out di lapangan basket (kisah selengkapnya akan kuceritakan di lain waktu). Jangan khawatir, aku juga mendapat jatah sarapan pagi nasi bungkus dan sekardus snack.

Pada hari kedua aku sengaja berangkat jam 08.30 karena aku yakin sudah tak ada berkas yang harus dilengkapi. Ternyata hari kedua banyak siswa yang terlambat dan aku belum membuat surat ijin masuk untuk siswa-siswa yang terlambat. Untungnya, Bu Yeni sebagai ketua Try Out 1 mempunyai rasa pengertian yang tinggi. Beliau lah yang membuat surat ijin tanpa harus meneleponku untuk berangkat pagi. Terima kasih Bu Yeni.

Pada hari ketiga, keempat, kelima, Try Out berjalan lancar. Tak ada pengawas yang berhalangan hadir.


Pada hari terakhir, katanya ada 4 pengawas yang tidak bisa hadir. Katanya lho. Soalnya, aku berangkat siang. Untuk mengatasi ini, 3 orang panitia sekretariat serta Bu Yeni terpaksa menggantikan pengawas yang tak hadir ini. Katanya juga, Bu Yeni mengirim sms kepadaku agar segera berangkat untuk mengatasi kekurangan pengawas ini. Untung saja bateray Handphoneku nge-drop. Sms dari bu Yeni baru kubuka pada jam 08.00 ketika HP-ku yang baru ku-charge di sekolah telah terisi penuh  dan Bu Yeni tetap mengawasi Try Out. Maafkan saya Bu Yeni.

Sabtu, 23 Januari 2016

BU TRI, MASIH TETAP BENDAHARA

Pada hari Sabtu tanggal 19 Desember  2015 di forum briefing menjelang penerimaan raport semester 1 tahun pelajaran 2015/2016, Ibu Tri menyatakan mengundurkan diri menjadi bendahara dana sosial. Beliau beralasan bahwa beliau sudah menduduki jabatan tersebut selama 3 periode kepala sekolah atau sekitar 13 tahun. Bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan Pak Herry, bu Tri juga meminta agar kedudukannya sebagai bendahara dana sosial digantikan oleh orang lain.

Sudah menjadi budaya di sekolahku atau bahkan di Indonesia bahwa jabatan dalam kegiatan sosial akan lebih langgeng apabila pejabat yang memegang jabatan tersebut bisa dipercaya dan berhasil. Tak ada seorang pun yang menginginkan jabatan tersebut. Maklum, jabatan sosial, kerja sosial, honor seadanya bahkan tak ada. Maka, tak ada seorangpun berminat menggantikan Bu Tri menduduki jabatan tersebut.

Untuk itu, bisa kutebak pengunduran diri Bu Tri pasti ditolak mentah-mentah oleh semua orang.

“Selamat melanjutkan Bu Tri, semoga mendapatkan pahala berlimpah”

Tanggal 4 Januari 2016, Bu Tri kembali mengajukan pengunduran dirinya. Dengan wajah memelas beliau memohon-mohon kepada teman-teman sekantor untuk menerima pengunduran dirinya.

Mungkin karena kasihan dengan wajahnya yang begitu memelas, akhirnya teman-teman sepakat untuk menerima pengunduran diri beliau. Tapi teman-teman juga tak berani memutuskan untuk mengangkat pengganti beliau dan akan memberikan kewenangan tersebut kepada kepala sekolah yang baru. Dan sampai hari ini, belum ada keputusan Bupati untuk mengangkat kepala sekolah baru di sekolah kami. Oleh karena itu, sampai hari ini Bu Tri masih menjadi bendahara dana sosial.

“Sekali lagi Selamat Bu Tri. Anda masih menjabat Bendahara Dana sosial.”

Pada hari Rabu, 20 Januari 2016, ada plt (pelakanana tugas) kepala sekolah untuk sekolah kami yaitu ibu Siti Ismuzaroh, S.Pd., M.Pd., Kepala SMAN 1 Batang. Karena masih plt, beliau tidak akan mengambil keputusan strategis berkaitan dengan program sekola termasuk mengangkat bendahara dana sosial. Maka, Bu Tri sampai saat ini masih menjabat bendahara dana sosial.

“Sekali lagi.... Selamat lagi Bu Tri. Anda masih tetap menjabat Bendahara Dana sosial. Yang sabar.”

Jumat, 15 Januari 2016

BULAN DUKA

Pada tanggal 26 November 2015, pukul 14.30, sesaat setelah aku tiba di rumah, aku mendapat kabar bahwa salah satu siswaku kecelakaan. Sekarang sedang ditangani oleh Pak Nurrochim dan Bu Arie. Aku agak tenang. Artinya dari pihak sekolah sudah ada yang menangani. Pada pukul 16.51, aku mendapat kabar dari bu Edi Retnosari, Waka Humas bahwa siswa bernama Imam Yusril Ashari kelas X IPA 2 yang tadi siang mengalami kecelakaan telah meninggal dunia. Jenazah akan dimakamkan pada pukul 19.30 ba’da Isya di pemakaman Kalipucang.

Pukul 19.15, setelah sholat isya aku takziyah. Ternyata sudah banyak guru dan siswa yang datang takziyah. Hampir saja ketinggalan sholat jenazah. Setelah mengantarkan jenazah ke peristirahatan terakhir, aku menemui ayahnya yang terlihat masih sedih. Beliau bercerita sedikit tentang peristiwa kecelakaan tersebut.
Esoknya, tanggal 27 November 2015, kami masih dalam keadaan berduka. Di ruang guru, cerita tentang kecelakaan yang menimpa Imam Yusril Ashari masih kudengar dari beberapa guru. Pagi itu, kami mengadakan do’a bersama di seluruh kelas dipimpin oleh masing-masing guru yang mengajar pada jam pertama.

Belum selesai berduka, pada tanggal 3 Desember 2015 pukul 05.30 aku mendapat kabar (sms dari bu Edi Retnosari) bahwa Ibunda dari Bu Dyah Estiningsih meninggal dunia dan akan dimakamkan pada pukul 10.00 di Slawi Tegal. Karena tak mungkin membatalkan Ulangan Akhir semester yang sedang berlangsung, maka hanya perwakilan beberapa guru yang takziyah ke Slawi.

Pada Hari Jum’at tanggal 4 Desember 2015 lagi-lagi kami mendapat kabar bahwa mertua Pak Aji Purwantono juga meninggal dan dimakamkan pada pukul 13.00 siang di pemakaman Bogoran. Setelah jum’atan aku meluncur untuk takziyah. Pukul 12.50 aku telah sampai di rumah mertua Pak Aji. Tapi rupanya, aku ketinggalan karena jenazah sudah dimakamkan langsung setelah jum’atan.

Dan pada hari Senin, tanggal 7 Desember 2015, kami mendapat kabar bahwa suami Bu Hj. Nuraeni, S.Pd. juga meninggal dan dimakamkan pada pukul 16.00. Aku juga takziyah dan masih sempat ikut menyolati.
Rangkaian kejadian duka tersebut mudah-mudahan menjadi pengingat bagiku akan kematian.

Innalillahi wainnailaihi roji’un. Allohumaghfirlahum warhamhum wa’afihi wa’fu’anhum.

Sabtu, 02 Januari 2016

MBA SILVIE SAKIT (SERI PERPISAHAN PAK HERRY BAG 8)

Acara selesai. Mba Silvie sakit. Perutnya melilit. Dia dibawa ke RSUD Dr. Adhiyatma, MPH Semarang naik taksi oleh Bu Sari dan Pak Kasmudi. Kebetulan rumah sakit tersebut berada di jalur perjalanan pulang sehingga kami mampir dan ikut menjenguknya. Sebagai koordinator bus (apa hubungannya?), aku turun untuk menjenguknya juga. Mba Silvie tergolek di ruang UGD. Kata dokter, terkena kolik yaitu nyeri abdomen. Penyakit ini menyebabkan rasa tidak enak di dalam rongga perut, antara batas atas paha dan batas bawah rusuk dada. Gejala yang menyertainya antara lain, mual,muntah, mulas dan bising usus serta kentut. Penyebabnya adalah makan terlalu kenyang, makanan yang terlalu banyak asam,pedas, dan kebanyakan minuman beralkohol. Nyeri abdomen juga dapat terjadi karena diare atau sembelit.

Nah ini dia...
Aku menduga. Hanya menduga lho ya. Mba Silvie ini kekeyangan. Biasanya, orang yang menahan lapa, akan melampiaskan rasa lapar sejadi-jadinya. Malam ini, makan malam agak telat. Jadi, mungkin... mba Silvie mengamuk dan menyatap apa saja yang tersedia di atas meja.
Atau Mba Silvie kebanyakan nangka.
Sekali lagi ini hanya dugaanku saja.

Hanya disuntik dan menunggu reaksi obat,  kata perawat

Setelah menunggu beberapa saaat, akhirnya Mba Silvie bisa dibawa pulang. Demi kenyamanannya, kami harus memberi tempat duduk yang nyaman untuk berbaring. Untuk itu, Mba Silvie ikut bus-ku yang kosong. Satu tempat duduk direbahkan ke belakang dan tempat duduk belakang dikosongi. Cukup nyaman untuk tidur Mba Silvie.

Sesaat setelah bus kembali berjalan, tak lupa kutawarkan kembali nangkaku kepada anak-anak OSIS dan para penyanyi.

“Maaf Pak, sudah kenyang,” jawab mereka.

Karena takut terkena kolik juga, aku tak berani menghabiskan nangka ini. Biarlah kubungkus lagi sebagai oleh-oleh.

Sepanjang perjalanan pulang, sekali lagi hanya Ebiet G Ade dan Obie Mesakh lah yang kuat menemani kami sambil menyanyi.


Perjalanan yang panjang dan melelahkan. Sampai rumah hampir pukul 24.00.

ACARA INTI (SERI PERPISAHAN PAK HERRY BAG 7)

Acara dimulai pada pukul 17.15.

Dipandu oleh 2 orang MC handal: Bu Arie dan Bu Erni acara dibuka dengan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an oleh Bu Uswatun dan saritilawah Bu yanti. Karena lampu penerangan hanya ada di panggung utama, maka pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an ini dilakukan di panggung utama dengan background Merry Christmas an 15 and Happy New Year 16. Kalau direkam, seperti pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an di perayaan Natal. Mungkin hanya baru terjadi sekali di Indonesia bahkan di dunia.

Dilanjutkan dengan sambutan OSIS dan kemudian Rosa menyanyikan lagunya Adelle yang berjudul Someone like you dan Kartika yang membawakan lagu Hello.

Sebagaimana acara perpisahan pada umumnya, ada acara kesan dan pesan yang dibawakan oleh Pak Turmudi. Berbagai macam kesan yang baik-baik terhadap Pak Herry diungkapkan oleh beberapa guru.

Acara diputus sebentar untuk menjalankan sholat maghrib sebelum diselingi hiburan yang lain: Pak Shodik menyanyikan lagu dangdut “malam perpisahan”, Bu Titin membacakan puisi, Pak Edi dan Bu Arie juga tak ketinggalan menyumbangkan suaranya.

Kilas balik Pak Herry diisi dengan tayangan LCD mengenai foto-foto Pak Herry selama bertugas di sekolah kami dari awal sampai akhir dan dilanjutkan pemberian kenang-kenangan dari PGRI, OSIS, Komite, Koperasi, dan para guru. Berbagai kado yang terbungkus rapi dan indah diserahkan kepada Pak Herry.

Setalah diberi kenang-kenangan, Pak Herry memberikan sambutan dan tak lupa menyanyi.

Dilanjutkan dengan acara yang kutunggu-tunggu yaitu makan-makan. Sejak tadi, perutku telah ikut bernyanyi. Hidangan pepes bandeng, ikan patin goreng, ayam goreng, sambal kusikat dengan lahap Hidangan akhir, biar tak mengantuk kupesan segelas kopi hitam. Maklum, tugas sebagai koordinator bus belum selesai.

Acara ini diselingi acara hiburan dan pemberian doorprize. Pak Uji, Pak Agus Mawar, Bu Arie dan Angga bergantian mengisi acara hiburan. Pak Uji menyanyikan lagu nostalgia, Pak Agus Mawardani menyanyikan lagunya Ebiet G Ade, Bu Arie menyanyikan lagu Inggris dan Angga menyanyikan lagunya Pasya. Sementara Bu Hanjar dan Bu Yanti memandu pengundian doorprize. Puluhan doorprise telah disediakan oleh panitia untuk memeriahkan acara ini. Beberapa orang diberi kesempatan untuk mengambil lintingan. Aku beruntung mendapatkan doorprize tapi kukembalikan. Kukocok-kocok sebentar. Dari bentuk dan beratnya, aku tahu isinya. Soalnya, doorprize itu berisi barang daganganku sendiri. Beberapa hari sebelumnya, Bu Hanjar membeli barang-barang daganganku untuk doorprize. Makanya, aku tak mau menerimanya. Tidak Etis.


Acara ini ditutup dengan do’a oleh KH. Zainal Muttaqin.

NATALAN (SERI PERPISAHAN PAK HERRY BAG 6)

Setelah perjalanan selama hampir 2 jam, kami sampai di Kampung Laut, sebuah restaurant dengan berbagai fasilitas di tepi laut.  Lokasinya sangat luas. Di sini kami berganti pakaian dengan pakaian Batik. Kami disambut oleh patung bandeng berukuran sekitar 6 meter di depan pintu masuk.

Sebuah ruangan telah dipersiapkan untuk acara kami. Piring, sendok, garpu dan sebotol air mineral telah ditata rapi di atas meja yang berjajar membentu 2 bersap. Kami memilih meja sendiri-sendiri. Tapi ada yang aneh, background panggungnya adalah “Merry Christmas  15 and Happy New Year 16”.

“Wah, kayak mau natalan nih,” kataku. Kesempatan ini juga kumanfaatkan untuk berselfie ria di depan background dan di dekat pohon natal kerlap-kerlip di samping panggung. “Cheese…….”

Panitia mengkonfirmasi ke pemilik resto mengenai permasalahan ini.

“Soalnya ruangan ini sudah disewa untuk perayaan Natal. Jadi sekalian dirias Natal”


Akhirnya panitia mengalah. Pak Agus Mawardani selaku panitia seksi perlengkapan memasang MMT berjudul perpisahan Pak Herry dan bergambar foto beliau di sebelah kiri panggung dan layar LCD di sebelah kanan panggung.

BANDUNGAN (SERI PERPISAHAN PAK HERRY BAG 5)

Pukul 13.30, bus kami memasuki jalan Mayor Suyoto menuju kawasan wisata Bandungan. Di sudut pertigaan, kami disambut baliho besar Candi Gedong Songo. Aku belum pernah ke Bandungan, jadi masih penasaran sekaligus was-was dengan perjalanan ini. Aku hanya mendengar dari cerita dan berita bahwa Bandungan adalah kawasan wisata di pegunungan berhawa dingin. Jadi, banyak orang ke sini untuk mencari kehangatan. Jalan berkelak-kelok naik turun khas jalan di pegunungan. Aku tak mengerti ternyata jalan ini mempunyai nama lain yaitu Jalan Raya Lemahabang, Jalan jimbaran, Jalan Raya Bandungan. Padahal nama resminya adalah Jalan Mayor Suyoto. Ah..peduli amat.

Di kanan kiri, kulihat tebing, jurang, tanaman hijau dan berderet-deret hotel. Berbagai macam hotel tersedia di sini dari bintang kecil sampai bintang besar. Melewati jalan kendalisodo kemudian jalan Tirtomoyo, kami memasuki kawasan kota Bandungan. Bus mulai melambat dan akhirnya parkir di halaman kantor dinas.  (Aku lupa nama dinasnya. Besok kalau ke sana lagi, aku janji akan mencatatnya). Jantungku berdebar. Hatiku deg-degan. Kita mau dibawa ke hotel mana?

Tour leader kami mengumumkan bahwa kita sudah sampai di tempat tujuan yaitu pasar Bandungan.

“Silahkan yang mau berbelanja, kita beri waktu 45 menit saja”

Ternyata tujuan kita hanya pasar. Ini adalah wisata belanja. Aku turun. Deg-deganku batal. Debaran jantungku kucabut. Aku melihat-lihat para pedagang pasar yang sibuk menawarkan berbagai macam buah.

“Kelengkeng 25 ribu, 2 kilo 45 ribu.  Alpokat kualitas bagus 15 ribu kualitas sedang 10 ribu, yang kecil-kecil 3 kilo 10 ribu. Sirsak 15 ribu yang kecil 10 ribu, Nangka 10 ribu. Monggo Pak, Bu”

Dengan semangat ibu-ibu memborong buah dan sayuran. Pasar bandungan terkenal dengan produk buah dan sayurnya. Berbagai macam buah dan sayur dapat dibeli di pasar ini. Tak kalah dengan ibu-ibu, aku memborong alpokat 3 kg, kelengkeng 2 kg, sirsak 2 kg dan nangka 1 kg untuk oleh-oleh anak dan istri. Tapi khusus nangka, aku makan di dalam bus sebagai makanan penutup setelah makan siang tadi hanya ditutup dengan es teh. Tentu saja, tak kumakan sendiri. Kutawar-tawarkan juga kepada yang lain untuk mecicipinya. Tak lupa kutawarkan kepada anak-anak OSIS dan para penyanyi.

“Maaf pak, kami takut serak,” jawab mereka
“Ini bukan gorengan. Ini buah. Tak perlu takut serak,” jawabku
“Kan ada getahnya,”
“Getahnya sudah dibuang sama penjualnya. Kan ada pepatah ‘Dapat getahnya tak dapat nangkanya’. Jadi sudah sendiri-sendiri. Yang mengambil getahnya tak mengambil nangkanya. Yang mengambil nangkanya tak kena getahnya. Gimana sih,” terangku panjang lebar
“Nggak ah Pak,” jawab mereka bertahan
“Ya sudah nanti setelah menyanyi kutawarkan lagi. Kalau belum habis. Oke?”


Pukul 15.15 kami telah selesai berbelanja. Bus melaju menuju Kampung Laut tempat acara inti dilaksanakan.

SEDOTAN (SERI PERPISAHAN PAK HERRY BAG 4)

Jam 11.00, kami baru memasuki jalan tol Semarang. Jalanan lumayan padat. Perjalanan menjadi molor. Setelah berkoordinasi dengan Bu Sari, tour leader mengganti jadwal perjalanan. Bus langsung menuju rumah makan untuk makan siang. Pada pukul 11.45, bus tiba di Rumah Makan Bintangan di daerah Bawen. Tanpa basa-basi kami segera turun. Sebagai pembuka, teh panas dan es teh tersaji di pintu masuk ruang makan. Tinggal pilih sesuai selera. 

Untuk melepas dingin, tentu saja kuambil segelas teh panas. Di sebelahnya disediakan straw atau sedotan plastik warna putih. Ini bukan sedotan biasa, bukan seperti sedotan yang ada di warung ketika kita membeli es teh dibungkus plastik. Sedotaan ini terlihat mewah  seperti di restoran-restoran besar. Sepertiga ujungnya bisa ditekuk sesuai kemauan sang peminum. Agar terkesan berkelas, kuambil satu buah sedotan itu. Kupilih tempat duduk agak di depan, tepat di dekat pintu masuk ruang makan. Kupandangi teh panas yang masih mengepulkan asap tipis. Kumasukkan straw, kumajukan badanku, kucium aroma wangi tehnya, kumonyongkan mulutku meraih ujung sedotan, kupejamkan mataku sedikit agar tehnya lebih terasa, kubayangkan pemandangan indah di taman. Dan kusedot.

“Grrrhhh,” hampir saja aku berteriak kencang. Untung bisa kutahan. Teh panas menyengat lidah. 

Tenggorokanku terasa terbakar. Mataku yang semula agak menutup seketika terbelalak.

“Panas sekali,” kataku lirih.

Aku tengak-tengok ke kanan dan ke kiri. Siapa tahu ada yang sedang memperhatikan salah tingkahku. Aman. Untung tak ada yang memperhatikanku. Kupegang leherku yang masih terasa melepuh. Aku sadar bahwa ternyata minum teh panas tidak sepantasnya menggunakan sedotan. Sedotan hanya digunakan untuk minum minuman dingin. “Dasar ndeso,” makiku kepada diriku sendiri. Segera saja, kucabut sedotan itu dari gelasku dan kusingkirkan jauh-jauh ke tempat sampah.

#

Badanku mulai hangat. Kini, giliranku mengantri makan. Rencana awal, aku duduk di depan agar bisa mengantri paling depan ternyata gagal. Aku masih dalam penderitaanku. Aku masih sibuk mengusap-usap leherku ketika yang lain sudah mengantri. Tak apalah, yang penting masih kebagian nasi dan lauknya. Kuambil nasi, sayur daun papaya, dan ayam. Kembali ke meja semula, kunikmati makananku. Sebagai penutup kuambil es teh. Aneh, kali ini aku juga tak mengambil straw. Aku masih taruma dengan kejadian tadi.

Dilanjutkan dengan sholat duhur dan asar (dijama’ qashar: memanfaatkan keringanan Tuhan) di mushola restaurant sebelum melanjutkan perjalanan.

ROMBONGAN ZIARAH WALI SONGO (SERI PERPISAHAN PAK HERRY BAG 3)

Diiringi hujan yang tak henti-henti, bus-ku berjalan melanjutkan perjalanan. Sekardus roti dan sebotol air mineral dari agen tour lumayan bisa mengganjal perutku yang belum sarapan. Tak lupa tour leader membagikan jadwal perjalanan. Kubaca pelan-pelan :

Pukul 06.00 – 06.15 WIB                : Persiapan (Cecking Peserta)
Pukul 06.15 – 09.00 WIB                : Perjalanan menuju Bandungan
Pukul 09.00 – 11.30 WIB                : Kunjungan Bandungan
Pukul 11.30 – 12.00 WIB                : Perjalanan menuju Kampung Apung
Pukul 12.00 – 13.00 WIB                : Kunjungan Kampung Apung
Pukul 13.00 – 13.15 WIB                : Perjalanan menuju RM. Bintangan
Pukul 13.15 – 14.00 WIB                : Makan siang, Sholat, dll di RM. Bintangan
Pukul 14.00 – 14.00 WIB                : Perjalanan menuju Kampung Laut
Pukul 15.00 – 19.00 WIB                : Acara Gathering dan Perpisahan Bp. Kepala Sekolah dan Makan Malam
Pukul 19.00 – 22.00 WIB                : Perjalanan pulang menuju Batang
Pukul 22.00 WIB                             : diharapkan tiba di Batang

Kusimpan jadwal ini baik-baik. Siapa tahu ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab mengenai perjalanan ini.

Di kota Kendal, bus kembali berhenti di POM bensin. Lagi-lagi untuk memenuhi HIV para penumpang. Pemberhentian dimanfaatkan untuk sarapan bagi mereka yang belum sarapan. Termasuk aku, aku membeli semangkok bakso dan kopi hitam. Beberapa orang membeli makanan ringan dan minuman. Lagi-lagi, kegiatan ini menyita banyak waktu.

Perjalanan masih diiringi hujan. Lagu yang diputar lewat VCD player adalah lagu-lagu kenangan. Album Ebiet G Ade dan  Obbie Mesakh diputar berulang-ulang. Pak Edi yang terbiasa dengan dangdut pantura nampak mulai gelisah.

“Wah, rombongan ziarah wali songo nih,” kata Pak Edi.

Walaupun tahu kegelisahan Pak Edi, tour leader kami (Mas Adim) tak berani memutar lagu-lagu yang berbau koplo. Penumpang bus ini adalah penumpang istimewa. Ada kepala sekolah, kepala TU dan Pak Kyai. Lagu-lagu dangdut koplo tentu tidak sehat bagi mereka dan dapat memancing reaksi adrenalin yang berlebihan sehingga kestabilan tekanan darah bisa terganggu.


Aku duduk di dekat pintu belakang menemani salah satu tour leader, Mas Rozak. Kumanfaatkan untuk mengobrol dan menimba ilmu tetang ke-tour-leader-an. Siapa tahu, setelah pensiun aku bisa beralih profesi menjadi tour leader handal.

KEBERANGKATAN (SERI PERPISAHAN PAK HERRY BAG 2)

Hujan tak henti-henti mengguyur kota Batang. Sejak pukul 06.00 WIB, para penumpang (guru, karyawan, komite, pengurus OSIS) yang kedinginan telah berdiri di emperan toko menunggu kedatangan bus. Pada pukul 07.00, 2 buah bus “Muda Perkasa” warna hijau datang.

Setelah bus berputar menghadap utara, para penumpang kupersilahkan segera naik ke busnya masing-masing. Sebagai koordinator bus A, aku menghitung dan mengabsen penumpang. Bus yang aku koordinir berisi para sesepuh dan pinisepuh. Ada kepala sekolah, kepala TU, anggota komite sekolah dan guru-guru yang termasuk sepuh. Sebagai koordinator aku harus mengatur seluruh penumpang dari berangkat sampai pulang.

Inilah anggota Bus A yang seharusnya:
  1. Pak Yayan
  2. Pak Harjo
  3. Mas Rofik
  4. Pak Agus Mawar
  5. Pak Supbechan
  6. Pak Muji
  7. Pak Bahrudin
  8. Anggota OSIS (lupa namanya... bukan lupa ding tapi nggak nanya namanya)
  9. Anggota OSIS (sama: nggak nanya namanya)
  10. Rosa (siswa penyanyi)
  11. Kartika (siswa penyanyi)
  12. Pak Herry
  13. Bu Herry
  14. Bu Ruwati
  15. Bu Hajah Hadiyukin
  16. Bu Hajah Sri Wati
  17. Pak Lani
  18. Bu Lani
  19. Pak Tarman (Komite)
  20. Pak Sarpani (Komite)
  21. Pak KH. Zaenal Mutaqin (Komite)
  22. Pak Sodiq (Komite)
  23. Pak Marwan (Komite)
  24. Bu Hj. Nuraeni
  25. Bu Hj. Hendra Hartini
  26. Bu Edi Retnosari (Ketua panitia)
  27. Bu Tri Muji
  28. Bu Sari Tunggul
  29. Bu Uswatun KH
  30. Bu Sri Kandi
  31. Bu Titin
  32. Bu Esti
  33. Bu Cita
  34. Mas Kumarjo
  35. Bu Ema
  36. Pak Nurnasetya
  37. Pak Edi Pratikno
  38. Pak Kasmudi
  39. Bu Arie
  40. Bu Erni
  41. Hamzah (alumni yang pemain keyboard)
  42. Angga (alumni yang penyanyi)
  43. aku
Dari 43 orang yang terdaftar, Pak Lani tidak ikut naik bus dan akan menyusul naik kereta karena ada kepentingan. Bu Arie, Bu Erni, Hamzah, dan Angga pindah ke bus B tanpa alasan. Jadi ada 12 kursi kosong di bus-ku dan tentu saja sangat longgar. Dan maaf orang-orang yang tidak ikut dan pindah dari bus-ku tidak ter-photo karena aku mem-photo semua anggota bus-ku satu per satu. Takut ada yang tercecer.

Bus ini dikendalikan oleh 1 orang sopir dan dikawal oleh 1 orang kondektur, 2 orang tour leader (Mas Adim dan Mas Rozak) serta 1 orang koordinator bus (aku)

Pada pukul 07.30, diawali do’a yang dipimpin oleh KH. Zaenal Mutaqin (beliau ini seorang ulama yang menjadi anggota komite sekolahku), bus-ku berangkat. Hujan belum juga reda. AC bus menambah dingin udara di dalam bus. Namun demikian,masih ada anggota bus-ku yang belum naik. Masih ada 1 orang menunggu di depan Warung Makan Sambel Layah yaitu Bu Cita. Mungkin sekalian sarapan. Bu Hj. Nuraeni dan Bu Ema menunggu di depan masjid Darul Muttaqin alun-alun. Sekalian sholat duha.  Bu Sri Wati menunggu di perempatan timur alun-alun. Rumahnya di sebelah selatannya. Pak Shodik menunggu di sebelah timur pasar. Tentu saja karena rumahnya dekat pasar. Pak Tarman menunggu di depan kantor DPPKAD. Ini kantornya sekalian minta ijin kepada atasannya. Bu Uswatun  menunggu di depan Rumah Sakit QIM. Bukan karena sedang sakit tapi rumahnya berada 1 km di belakang Rumah Sakit Qim. Jauh juga. Dan Pak Kasmudi menunggu di tikungan tugu kembar desa Jatisari, kecamatan tempat kelahiran dan tumpah darahnya.

Perjalanan sempat tersendat karena ada beberapa orang yang menunggu di sepanjang perjalanan ternyata belum siap. Setelah penumpang dalam kota yang terakhir yaitu Bu Us naik, bus kembali melanjutkan perjalanan. Belum ada 30 menit bus berjalan, sudah ada penumpang yang pingin pipis.

“Pak, Pom bensin depan berhenti ya,” kata Bu Ema kepadaku. Aku tahu yang kau mau, pasti pingin pipis.

Belum mencapai pom bensin, tepatnya baru sampai kantor CV. Mitra Kartika Tour di jalan Kaliboyo Tulis, bus berhenti. Sebenarnya hanya untuk urusan administrasi para tour leadernya tapi dimanfaatkan oleh para penumpang untuk melampiaskan HIV-nya (Hasrat Ingin Vivis). Hampir setengah jam bus berhenti sebelum melanjutkan perjalanan menjemput penumpang terakhir di Subah.

Di tikungan Jatisari, Pak Kasmudi tak kelihatan. Kutelepon Pak Kasmudi dan bus sudah kebablasan sampai di depan SMPN 1 Subah. Ternyata dia sedang ngobrol di dalam warung.

“Cepat lari Pak, sudah ditunggu di depan SMP 1,” kataku.

Dengan semangat 45, nafas ngos-ngosan dan keringat mengucur deras, Pak Kasmudi berhasil melompat ke dalam bus.

LAGI-LAGI JADI KOORDINATOR BUS (SERI PERPISAHAN PAK HERRY BAG 1)

Purna Tugas Pak Herry, kepala sekolahku jatuh pada tanggal 1 Januari 2016. Jauh-jauh hari, Bu Sari selaku Waka Humas  telah merencanakan acara perpisahan beliau. Acara tersebut akan dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 21 Desember 2015 bertepatan dengan awal liburan semester pertama di Kampung laut, Semarang. Undangan warna biru ekslusif bermotif kerang (mungkin biar langsung terbayang Kampung Laut) telah diberikan kepada seluruh guru, karyawan, pengurus komite, beberapa anak OSIS dan beberapa orang lainnya. Adapun perjalanan ke Semarang menggunakan jasa Biro Perjalanan Wisata CV. Mitra Kartika Tour. Biro wisata ini sudah berkali-kali menngani wisata siswa sekolahku.


Panitia acara ini pun telah lama dibentuk. Mungkin karena sudah teruji menjadi koordinator bus pada saat Pak Subechan jadi manten, untuk kedua kalinya aku ditunjuk lagi menjadi koordinator bus. Kalau dulu  bus dengan kapasitas 35, sekarang lebih besar yaitu kapasitas 50 tempat duduk. Jadi bisa dibilang jabatanku naik tingkat. Bagiku, menjadi koordinator bus adalah seperti menjadi seorang co-pilot di pesawat. Tak semua orang mampu dan mempunyai kompetensi seperti ini bukan?