Entah dari asal kata apa, istilah “temongan” sudah sejak lama ada di sekolahku. Dalam kamus bahasa Jawa kata “temong” artinya
hamil (asal kata "meteng"). Di google, tak ditemukan kata
temong kecuali nama orang. Di sekolahku, temongan adalah iuran mendadak untuk
kegiatan sosial. Kegiatan tersebut antara
lain menjenguk orang sakit, takziah orang meninggal, lahiran, sunatan,
membangun rumah, pindah rumah, pindah kontrakan, pindah kos dan lain
sebagainya. Besarnya temongan adalah Rp.10.000,- untuk guru PNS dan Rp. 5.000
untuk guru non-pns. Walaupun ada dana sosial dari sekolah, namun karena dirasa
kurang memadai maka kegiatan temongan diperlukan untuk menambah sumbangan
sosial.
Karena sifatnya yang mendadak, maka temongan
bersifat tak pasti dan tak tentu.
Temongan tak bisa ditentukan waktunya. Jadi,
bisa kapan saja pada saat ada orang yang sakit, sunatan atau lainnya. Orang yang dimintai temongan juga hanya mereka yang terlihat (berada) di ruang guru. Sedangkan yang tak terlihat di ruang guru, maka dia bebas
dari iuran temongan ini. Jadi, banyak sedikitnya hasil temongan tergantung kepada
banyak sedikitnya guru yang hadir pada hari itu. Orang yang menerima sumbangan
dari hasil temongan pun bernasib sama. Kadang ada yang mendapat sedikit, kadang
ada yang mendapat banyak. Begitulah yang namanya sedekah. Yang penting ikhlas,
baik yang memberi maupun yang menerima.
Petugas temongan andalan di sekolahku
adalah Bu Tri. Beliau sudah mumpuni dan teruji memegang kendali temongan. Dalam
setiap aksinya, beliau membawa pulpen dan selembar kertas ala kadarnya untuk
menulis nama penyumbang temongan dan jumlah uangnya.
“Temongan…temongan” teriak beliau setiap
menarik iuran. Maka kita siap-siap membuka dompet.
Jangan khawatir apabila uang kita adalah ratusan
ribu atau lima puluhan ribu, Bu Tri menyediakan kembaliannya. Atau bahkan,
apabila kita tidak mengantongi uang sepeser pun, Bu Tri pun siap untuk
memberikan pinjaman. Maka, tak ada kata menghindar. Apabila bertemu dengan Bu
Tri dalam keadaan seperti ini, lebih baik menyerah saja. Siapkan hati untuk
ikhlas beramal (sebagaimana moto yang sangat religius dari kementerian agama RI).
Sedangkan, apabila kita melihat Bu Tri
dengan perilaku yang mencurigakan (berkeliling membawa pulpen dan secarik
kertas), kebetulan tanggal tua, tak punya uang sama sekali dan kita sedang tidak
ikhlas untuk memberikan iuran temongan, sebaiknya segeralah menghindar (bisa
pura-pura ke toilet untuk BAB yang lama, ke mushola untuk sholat duhur walaupun
belum waktunya atau sholat duha 20 roka’at, ke pos satpam untuk membaca semua berita
di koran beserta iklan dan lowongan kerjanya, atau pulang untuk menjemput anak
walaupun anaknya belum saatnya pulang sekolah).