alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Jumat, 14 Februari 2020

DUKU


Kulihat di gerobak ada tulisan Duku Palembang Rp. 13.000. Setengah tak percaya karena di mana-mana harga duku Rp. 25.000,- per kilogram.
Benar saja, setelah aku mendekat ada tulisan kecil per 1/2 kg, sebuah harga yg menipu pandangan mata.

"Dukunya berapa Mas?" tanyaku untuk meyakinkan.
"Setengah kilo tiga belas ribu, sekilo dua puluh lima ribu," jawab Mas Penjual.
Benar dugaanku, "sama saja" harganya.

Kulihat di atas gerobak onggokan duku yang kuning, ranum dan besar-besar.

"Waduh kok besar-besar semua," kataku dalam hati.

Aku paham betul dengan buah duku karena sejak kecil setiap musim duku aku pasti pesta duku hasil kebun kakekku. Buah duku yang besar pasti banyak cebongnya (cebong: biji duku yang besar dan berwarna hijau). Aku pasti menghindari buah duku besar karena bijinya besar, susah menelannya dan kalau tergigit rasanya pahit. Sebaliknya, buah duku yang tak terlalu besar, daging buahnya tebal dan tak ada cebongnya, kalaupun ada ukurannya kecil.

"Boleh milih Mas?" tanyaku
"Maaf Pak nggak boleh. Nanti kalau boleh milih yang dipilih yang besar-besar semua Pak. Saya yang rugi," jawabnya.

Ealah, padahal aku tidak akan memilih yang besar. Mungkin di bawah tumpukan duku ini, ada yang lebih kecil.

"Ya sudah lah kalau nggak boleh milih," jawabku pasrah.
"Mau berapa kilo Pak? "
"Sekilo saja Mas," jawabku singkat

Tanpa diduga, dengan menggunakan piring plastik, mas penjual menyerok duku bagian bawah, bukan bagian atas. Hasilnya adalah duku-duku yang ternyata lebih kecil dari duku-duku yang ada di permukaan.

Oh, ternyata duku-duku yang diletakkan dipermukaan adalah yang besar-besar, mungkin agar terlihat menarik. Sedangkan yang lebih kecil ada di bawahnya. Ini juga strategi yang lain untuk menarik (mungkin bisa disebut membohongi?) pembeli.

"Alhamdulillah," aku justru mendapat duku yang kuinginkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar