Selasa, 11 Februari 2020
SMA ALASKA DI MALAM HARI
"Kwuuuk... Kwuuuk...kwuuk," suara itu berasal dari pojok tenggara sekolahku, salah satu sudut yang tak ada lampu penerang.
"Suara apa itu Pak?" tanyaku
"Burung malam," jawab Pak Agus.
Suara itu terus berbunyi sementara di beberapa ruang kelas ada kegiatan pramuka dalam rangka pelantikan bantara. Beberapa guru termasuk aku yang diberi tugas untuk mendampingi siswa-siswa ini berkemah di sekolah memilih duduk-duduk di depan ruang guru.
SMA-ku yang terkenal sebagai SMA Alaska berada di Dusun Krengseng Desa Rowobelang. Sekolahku terpencil, jauh dari perumahan penduduk walaupun jalan di depan sekolahku adalah jalan utama masuk ke dusun Krengseng. Malam ini, jalanan di depan sekolah terlihat sepi. Sudah tak ada orang yang lewat lagi. Hanya lampu di depan sekolahku yang menyala. Selebihnya ada di pemukiman penduduk di dusun Krengseng dan di jalan Pasekaran-Lebo yaitu jalan sebelum menuju dukuh Krengseng yang sudah dipasang lampu jalan. Walaupun begitu, hanya beberapa orang terpaksa melewati jalan ini di malam hari. Alasan yang paling sering adalah pulang kemalaman, kerja lembur atau ada saudara yang sakit. Tanpa alasan yang jelas, sulit dimengerti orang akan melewati jalan ini pada malam hari.
Sambil ngopi dan makan cemilan dan menunggu kegiatan jurit malam, aku membuka internet lewat hp. Kaos kaki dan sarung yang kubawa dari rumah mulai kumanfaatkan karena banyak nyamuk. Untung saja di sekolahku sudah tersedia wifi sehingga lebih mudah untuk mengakses internet lewat hp atau juga untuk menelpon.
Malam ini seluruh pendamping juga mengikuti jurit malam. Tentu saja, jalur yang harus dilewati oleh peserta jurit malam adalah hutan, kebun dan perkampungan di sekitar sekolah kami. Tak seperti di area sekolah yang masih ada lampu, di perjalanan jurit malam ini kami hanya mengandalkan sinar lilin yang dipasang di setiap jarak dua ratus meter. Selebihnya hanya kegelapan dan suara binatang hutan yang kadang tiba-tiba muncul di sekeliling kami. Hanya kebersamaanlah yang bisa meredam rasa takut kami. Aku tak bisa membayangkan seandainya harus berjalan sendirian di tempat ini. Walaupun masih ada acara menakut-nakuti para peserta, sebenarnya sudah tak perlu karena berjalan menyusuri hutan, kebun dan perkampungan di sekitar sekolahku ditambah suara-suara binatang malam sudah sangat menyeramkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar