alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Kamis, 31 Desember 2015

LHA WONG SAYA NDAK BISA BOSO LONDO

Antrian sudah mengular panjang di depan loket 1 pembelian tiket masuk Candi Prambanan tapi antrian ini tak bergerak maju. Banyak orang yang menunggu dengan kesal. Satu per satu orang di loket 1 mulai mengundurkan diri pindah ke loket 2. Ada apa rupanya? Ternyata sejak tadi ada 2 orang turis asing (laki-laki & perempuan) berdiri di depan loket dan belum selesai urusannya membeli tiket. Tinggal seorang ibu muda yang bertahan dan mendesak ke samping 2 orang turis tersebut. Aku mencoba antri di belakang 2 turis dan ibu muda tersebut. Siapa tahu, giliran aku berdiri, urusan mereka sudah selesai.

“Tolong Pak. Nih turis ngeyel sekali. Sudah dibilangin turis asing bukan di sini tempatnya. Nggak mau juga,” kata ibu muda yang berdiri di sebelah kedua turis tersebut.

Turis (laki-laki) tersebut juga masih ngomel-ngomel masalah tiket.

“Excuse me sir,” sapaku

Eh..dia langsung balik badan menghadapku dan nyerocos masalah tiket. Sambil menunjukkan struk pembelian tiket masuk Candi Borobudur. Dia protes harus membayar lagi di loket ini. Dia bilang pembelian tiket di Candi Borobudur dan di Candi prambanan adalah satu paket. Jadi, dia tidak harus membayar lagi dan langsung menerima tiket masuk. Aku tak tahu apakah benar yang dia katakan. Aku dengarkan omongannya sampai selesai. Sementara ibu penjaga loket berumur sekitar 50-an hanya bisa menunjukkan angka yang harus dibayar oleh turis tersebut menggunakan sebuah kalkulator.

“Do you understand? Do you understand?” kata turis tersebut kepadaku seakan-akan memaksa aku harus paham.
“Yes, I understand but I don’t know the solution. This is a ticket window for local tourist. You must inform your problem at the ticket window for foreign tourist at the other side of this building, over there,” kataku sambil menunjukkan tempat loket khusus untuk turis asing.

Dua orang turist itu langsung ngluyur pergi menuju loket khusus turis asing. Rupanya dia tidak tahu ada loket khusus untuk turis asing.

“Sudah saya tunjukkan harga tiket untuk turis asing dan saya suruh bayar di loket khusus turis asing. Nggak mau,” kata ibu penjaga tiket
“Padahal saya juga menunjukkan tempat loket khusus turis asing lho Pak. Kok ya ndak mudeng,” imbuh ibu muda itu kepadaku
“Pasti pakai bahasa Indonesia ya Bu?” tanyaku
“Ya iya, lha wong saya ndak bisa Boso Londo,” jawab ibu muda tersebut

Kamis, 17 Desember 2015

KECERDASAN VISUAL SPASIAL

Pagi ini aku sibuk menjelaskan tentang kata benda.

“Dalam bahasa Prancis kata benda mempunyai jenis kelamin, ada kata benda masculin ada kata benda feminin”, jelasku

Lalu kusebutkan benda-benda yang ada di sekitarku dan kutulis di papan tulis. Ada 10 kata benda yang kutemukan :
  1. Meja                          : une table (feminin)
  2. Kursi                          : une chaise (feminin)
  3. buku tulis                    : un cahier (masculin)
  4. buku cetak                  : un livre (masculin)
  5. pulpen                        : un stylo (masculin)
  6. pensil                          : un crayon (masculin)
  7. tas                              : un sac (masculin)
  8. penggaris                    : une regle (feminin)
  9. penghapus                  : une gomme (feminin)
  10. sepatu.                       : une chaussure (feminin)

“Regardez au tableau, Ecoutez et repetez!” perintahku untuk melihat di papan tulis dan menirukan apa yang aku baca.
“Sekarang, salin di buku kalian!”

Sepuluh menit adalah waktu yang cukup longgar untuk menyalin kata-kata tersebut ke dalam buku.

“Ça finit?” aku menanyakan apakah sudah selesai. Semuanya serempak menjawab “sudah” kecuali Dini (nama tak sebenarnya) yang menjawab “belum”.
“Baik, kita tunggu”

Tiga menit kemudian, aku bertanya kepada Dini, “Ça finit, Dini?”.

“Belum Pak!” jawabnya.

Aku penasaran, waktu 13 menit tidak cukup baginya. Kudatangi dia.

“O la la, qu’est-ce que tu fait madmoiselle?” aku kaget. Ternyata kata-kata yang beraada di papan tulis tidak hanya ditulis tapi digambar.
“Pantas, lama sekali kamu. Lain kali, kamu menggambarnya di rumah. Di kelas cukup dicatat saja,”
“Tapi saya lebih mudah belajar kalau ada gambarnya Pak”

Aku terdiam sejenak mendengar jawabannya. Aku teringat bahwa salah satu kecerdasan manusia adalah kecerdasan visual spasial (kecerdasan gambar dan visualisasi). Kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala seseorang atau mencitrakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Itulah yang dimiliki oleh Dini. Dia lebih mudah belajar dengan gambar. Buku tulisnya juga penuh dengan gambar serta coretan warna-warni.

Kemampuan visual spasial ini menurut Gardrer dibagi menjadi tiga komponen dalam bukunya Frames of mind: The Theory of Multiple Intelligences.
  1. Kemampuan untuk mengenali identitas sebuah objek yang ada didepannya dari sudut pandang yang berbeda
  2. Kemampuan untuk membayangkan perubahan sebuah konfigurasi  ketika komponen konfigurasi itu dirubah atau dipindah. Misal saat bermain balok, anak dapat membayangkan apabila sebuah balok dipindah nantinya akan terbentuk sebuah bangunan seperti yang ia inginkan
  3. Kemampuan untuk memahami hubungan spasial antara dirinya dengan benda lain. Misalnya saat naik sepeda, seorang anak dapat memperkirakan jarak dirinya dengan sebuah pohon.

Ciri-ciri anak dengan potensi kecerdasan ini:
  1. Mampu/mudah tertarik dengan melihat gambar, bentuk, warna, ruang, benda dengan mudah
  2. Mudah mengingat letak benda dan lokasi  (objek dengan ruang)
  3. Memiliki daya imajinasi yang tinggi, mampu membayangkan sesuatu yang tidak dilihat
  4. Memiliki kelebihan dalam menyesuaikan sesuatu menjadi serasi
  5. Senang mendesain sesuatu/menggambar dan melakukan permainan dengan komputer
  6. Hasil gambarnya biasanya cukup bagus dan senang membaca peta

Terhenyak dari lamunanku, aku masih menatapi gambar warna-warni di buku tulisnya.

“Iya, saya tahu tapi menggambarnya di rumah saja. Kasihan tuh teman-temanmu menunggu,” kataku
“Iya Pak. Maaf,” jawabnya


Selasa, 15 Desember 2015

MEMBUAT NILAI RAPORT

Penilaian terhadap peserta didik seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Memiliki Validitas yaitu penilaian harus benar-benar mengukur apa yang hendak diukur.
  2. Memiliki Reabilitas yaitu menunjukkan ketetapan hasilnya.
  3. Objektivitas yaitu suatu alat evaluasi harus benar-benar mengukur apa yang diukur, tanpa adanya interpretasi yang tidak ada hubungannya dengan alat evaluasi itu.
  4. Efisiensi yaitu tidak membuang waktu dan uang yang banyak.
  5. Kegunaan/kepraktisan yaitu usefulness (berguna untuk memperoleh keterangan tentang siswa sehingga dapat memberikan bimbingan sebaik-baiknya bagi para siswanya


Untuk memenuhi syarat tersebut, kita harus melalui langkah-langkah yang penuh perjuangan dan tak ringan :
  1. Koreksi: koreksilah hasil ulangan akhir semester (UAS) dengan teliti dan hati-hati. Luangkan waktu 2-4 hari penuh untuk mengoreksi hasil UAS. Kalau perlu pagi, siang, sore, malam jangan berhenti menatapi hasil pekerjaan siswa ini. Ambil kopi secukupnya untuk menemani. Setelah koreksi selesai, masukkan nilai ke daftar nilai dan secepatnya disetorkan ke panitia UAS. Siapa tahu ada bonus untuk korektor tercepat: misalnya, voucer gratis nonton balap karung se-kecamatan.
  2. Konsentrasi: khusus untuk membuat nilai raport, jangan nonton bola atau sinetron, apalagi main game. Hentikan semuanya. Buatlah suasana yang tenang di sekitar kita. Settinglah kamar kedap suara. Kondisikan anak-anak agar tidak berisik atau ramai. Suruh mereka diam atau tidur. Banyak-banyak sedia CTM (obat tidur) untuk mereka. Dengan suasana sepi dan lengang, konsentrasi kita akan lebih baik.
  3. Kontemplasi: Renungi semua jawaban siswa sebelum dinilai. Siapa tahu ada makna tersirat dibalik jawaban mereka. Seandainya menemukan tulisan-tulisan yang tak bisa dibaca, jangan berburuk sangka. Renungi sekali lagi tulisan tersebut: sebuah jawaban, kode rahasia, resep obat atau anaknya memang belum bisa menulis?
  4. Meditasi: seandainya makna tulisan-tulisan yang tak bisa dibaca tersebut belum terpecahkan, perlu dilakukan meditasi. Siapa tahu ada wangsit atau petunjuk turun dari langit dan ternyata tulisan tersebut adalah sebuah kode rahasia tentang harta karun. Wooow.
  5. Refleksi: dipikirkan kembali makna nilai kognitif, ketrampilan & sikap. Untuk menilai 3 ranah tersebut kita harus melihat kembali catatan nilai kognitif (lihat nilai ulangan, UTS dan UAS), catatan ketrampilannya (lihat bakatnya: trampil memanjat pohon, berenang, menjahit, atau trampil dalam bidang lainnya), catatan sikapnya (sopan, santun, jujur, suka menolong, rajin menabung, tidak suka PHP, dan tidak lebay). Untuk itu silahkan croshceck dengan catatan amal baik dan buruk yang dimiliki oleh guru lain.
  6. Diversifikasi: Tolong membuat nilai itu dibedakan antara siswa yang satu dengan yang lain. Jangan membuat nilai yang sama untuk siswa sekelas. Walaupun terkesan adil tapi pasti diprotes siswa. Masih banyak di antara mereka yang menyamakan jawaban dengan temannya alias mencontek, tapi mereka tak suka disama-samakan. Mereka menjunjung tinggi falsafah Bhineka Tunggal Ika.
  7. Sentralisasi: kitalah yang membuat nilai. Jangan mencontek atau copas nilai dari pelajaran lain apalagi minta tolong orang lain untuk membuatkan nilai.
  8. Spekulasi: kadang dibutuhkan spekulasi untuk menilai anak-anak suka berspekulasi. Misalnya, siswa menjawab E padahal pilihan jawabannya hanya A, B, C, D. Walaupun sifatnya spekulasi, buatlah nilai spekulasi yang paling kecil efek negatifnya. Setidaknya itu menyelamatkan kita dari kemungkinan-kemungkinan buruk.
  9. Toleransi: Membuat nilai dengan sistem KKM (Kriteria Ketuntasan minimal), kita harus menumbuhkan rasa toleransi yang tinggi. Kita harus bisa menahan emosi dan bersabar sesabar-sabarnya untuk menoleransi angkat 3 berubah menjadi angka 7. Ingat, Alloh bersama orang-orang yang sabar.

Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, mudah-mudahan kita bisa memenuhi syarat-syarat untuk membuat penilaian yang baik.

Mari membuat nilai !

Selasa, 08 Desember 2015

PAK SUPBECHAN JADI MANTEN

10 Oktober 2015 (Catatan untuk Kenangan)

Temanku Pak Supbechan jadi manten. Ia menikahi seorang putri bernama Nana (sebut saja demikian). Akad nikah sudah dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 7 Oktober 2015 di rumah mempelai perempuan di Batang. Sedangkan resepsi diselenggarakan pada hari Sabtu, 10 Oktober 2015 pukul 10.00 di rumah mempelai putra di Pageruyung, Kendal.

Karena itu, Ulangan Tengah Semester (UTS) 1 yang sedianya diselenggarakan untuk 2 mata pelajaran sampai jam 12.00, hari ini diselenggarakan hanya 1 mata pelajaran. Mata pelajaran ke-2 dialihkan ke hari Senin.

Pukul 09.30 UTS telah usai, para siswa sudah pulang. Dua armada bus telah menunggu di depan sekolah. Dua bus dengan kapasitas 35 tempat duduk ini cukup untuk mengangkut sekitar 49 orang guru dan karyawan yang mau ikut. Bus dipilih karena perjalanan yang akan ditempuh lumayan jauh, sekitar 2 jam perjalanan.

Bapak dan ibu guru dan staf TU satu per satu masuk ke dalam bus. Sebagai koordinator bus 2, aku menghitung dan mengabsen peserta. Lengkap 24 orang yang terdaftar di busku. Semuanya telah masuk dan duduk di kursinya masing-masing. Tentu saja, mereka memilih kursi sendiri sesuai kehendak hati dan kenyamanan. Tak ada tiket dan nomor kursi tapi tak berebut.

Tepat pukul 10.00 WIB bus berangkat. Perjalanan yang mengasyikkan tentunya karena melewati kota Bandar dan Blado yang bergunung-gunung dan jalannya berliku-liku. Sawah, ladang, sungai, dan hutan kami lalui. Angin sejuk menerobos jendela bus tanpa AC ini. Kami betul-betul menikmati perjalanan.

Di dalam undangan tertera acara resepsi mulai pukul 10.00. Dengan perjalanan yang begitu jauh dan lama, aku yakin kami pasti terlambat. Acara pasti sudah dimulai. Organ tunggal beserta penyanyi dangdutnya pasti sedang tampil.Tamu undangan pasti sudah berdatangan. Stand berbagai jenis makanan dan minuman pasti sedang diserbu oleh para tamu undangan. Celaka, aku pasti tak kebagian.

Pukul 11.50, sesuai denah yang disertakan di undangan, bus telah memasuki desa tempat tinggal Pak Supbechan. Jalan sedikit sempit. Masih 3 km lagi untuk menuju dusun lokasi resepsi, melewati beberapa dusun. Banyak tikungan, banyak perempatan. Tentu saja, aku harus turun naik bus untuk bertanya arah kepada orang di pinggir jalan. Suatu saat bus berhenti di pertigaan jalan di tengah sawah. Ada 2 belokan jalan. Tak ada yang tahu, ke kanan atau ke kiri. Aku kembali turun untuk menanyakan arah. Tapi ini di tengah sawah, tak ada orang. Ah, di belakang bus ada sebuah mobil Honda City warna krem. Barangkali itu mobilnya orang sini. Pasti tahu arah ke dusun yang sedang kami tuju atau bahkan mengenal nama Supbechan. Aku mendekati mobil yang ikut terjebak macet di belakang bus-ku. Sebelum kuketuk kacanya untuk menanyakan arah, kaca telah terbuka lebih dahulu.

“Lho kok Ibu?” tanyaku kaget. Ternyata bu Herry, istri Kepala Sekolahku.

Dan kemudian kaca belakang juga dibuka.

“Lho kok mantennya di sini?” tanyaku lebih kaget melihat Pak Supbechan dan istrinya ada di jok belakang. Masih dalam keterkejutanku dan tak mungkin membahas rasa penasaranku labih lanjut, aku langsung bertanya:

“Ke kanan apa ke kiri nih?”
“Kanan,” jawab Pak Supbechan

Sampai di rumahnya, kami turun. Para tamu yang sudah hadir berdiri menyambut kami. Pengantinnya juga turun dari mobil. Dengan diapit kedua orang tua mempelai putri dan diringi gending (dari kaset), sang pranoto coro menyampaikan pengantar untuk mengantarkan sang pengantin menuju singgasananya.

“Ini sih bukan menghadiri resepsi pernikahan tapi jujug manten,” kataku dalam hati


Acara dimulai. Para tamu dipersilahkan duduk. Alhamdulillah, ternyata kami belum terlambat dan stand makanan dan minuman masih penuh.

Minggu, 06 Desember 2015

FATWA MBAH MAIMUN



Firman Allah dalam surat al Baqarah ayat 174:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ الْكِتَابِ وَيَشْتَرُونَ بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ مَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ إِلَّا النَّارَ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyi-kan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak akan menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.

Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW.yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah SWT.

Bahkan, salah satu perbuatan mencuri yang halal adalah mencuri ilmu. Maka bagaimana mungkin, sesuatu yang dicuri saja halal, apalagi diminta, ya logikanya, harus diberikan. Tanpa Imbalan.  Ingat....tanpa imbalan.

Bagimana caranya? Aku sudah mendapat gaji bulanan dan tunjangan sertifikasi dan itu aku harapkan setiap bulannya. Aku mencoba membayangkan seandainya aku tak digaji sebulan saja atau tunjangan sertifikasiku tak keluar. Maukah aku? Ikhlaskah aku? Berat. Ikhlas menjadi guru tanpa mengharapkan gaji? Haruskah aku mengikuti saran dari Mbah Maimun?

“Kalau ada usaha sampingan, walaupun ada gaji bulanan, kan sudah bukan menjadi tuntutan, bukan menjadi harapan. Besok kalau usahamu sudah besar, gaji gurumu bisa diberikan kepada orang yang membutuhkan, biar barokah,” jawab kyaiku ketika aku bertanya kepada beliau.

Mulai sekarang, dengan niat bulat aku buka usaha sampingan : jualan sprei dan tupperware.

Ayo.. dipilih dipilih.

Kamis, 03 Desember 2015

HALAL BIHALAL DAN BINTEK

Pada tanggal 29 Juli 2015, pasca lebaran Idul Fitri, sekolah kami mengadakan acara halal bihalal keluarga besar SMA Negeri 2 Batang. Seluruh guru dan karyawan beserta keluarga menghadiri acara tersebut. Aku pun harus melaksanakaan tugas sebagai seksi perlengkapan acara halal bihalal. Tugasnya adalah mempersiapkan segala perlengkapan (meja, kursi, sound system, panggung, MMT) dan merapikan perlengkapan setelah acara selesai. Aku merapikan tempat kegiatan, menumpuk kursi plastik, menurunkan MMT, dan mengembalikan sound system ke sekolah. Dengan tergopoh-gopoh, aku pulang mengganti baju koko dengan baju batik karena pada pukul 13.00 aku harus sudah mengikuti bintek bersama Bapak Kepala Sekolah di Pagilaran. Aku ditunjuk sebagai bendahara bantuan DAK Kabupaten. Menurut Ibu Siti Habibah, S.Pd., Waka Sarana Prasarana, acara ini hanya satu hari.

“Paling-paling jam delapan malam selesai,” kata beliau

Tepat pukul 13.00 aku menjemput Bapak Kepala Sekolah, Pak Herry di rumahnya. Beliau membawa sebuah tas besar, entah apa isinya. Kuangkat ke jok belakang. Selanjutnya kukebut mobilku menuju Pagilaran karena undangannya adalah jam 13.00. Tepat pukul 14.00, aku sampai di lokasi. Huft dinginnya. Pagilaran adalah tempat wisata perkebunan teh yang berada di lereng gunung kemulan /kamulyan dengan ketinggian 740-1600 mdpl tepatnya di,Kecamatan Blado, Kabupaten Batang. Ternyata belum telat. Masih banyak peserta yang baru datang. Selanjutnya, kami melakukan registrasi. Kami ditempatkan di Wisma Azalea kamar 6. Kami dipersilahkan untuk istirahat sebentar sebelum acara pembukaan. Aku tengok kamar berukuran 3 x 5 meter dengan 3 buah dipan bertingkat untuk ditempati 6 orang.

“Kok pakai kamar dan tempat tidur Pak?” tanyaku kepada Pak Herry.
“Kan 2 hari, nanti kita nginap di sini,” jelas beliau.
“Oh Mon Dieu !” kataku dalam hati. Ternyata, kegiatannya berlangsung 2 hari. Padahal aku tidak membawa sabun, sampo, handuk, sikat gigi, odol, sandal jepit dan baju ganti. Aku terpaku di depan kamar sambil menyeruput teh panas yang disediakan oleh panitia.

Acara pembukaan dimulai tepat pukul 14.00. Acara ini dibuka oleh plt Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kab. Batang, Bapak Arbak Yhoga Widodo, SE, MM. Acara pembukaan ini selesai pukul 16.30.

Setelah sholat maghrib dan makan malam, acara dilanjutkan dengan bimbingan pembuatan proposal dan laporan. Karena tak mandi, badanku terasa lengket. Sisa-sisa tenaga tadi siang pun tak bisa kuandalkan untuk menahan rasa kantuk. Antara tidur dan bangun, antara sadar dan terjaga, antara ada dan tiada, aku mengikuti slide demi slide tentang pembuatan proposal dan laporan DAK sampai pukul 22.00.

Setelah acara selesai, aku matur (bilang) ke Pak Herry bahwa malam ini aku harus pulang dan tak bisa menginap di wisma karena tak membawa selimut dan bekal apapun untuk besok pagi.

“Kalau begitu saya juga ikut pulang,” kata beliau
“Lho, Bapak menginap saja biar tidak capek,” bujukku
“Nggak ah, kamarnya nggak enak. Masa satu kamar buat berenam begitu. Tumpuk-tumpukan,” jawab beliau.

Malam itu, kami memutuskan pulang. Pukul 22.00 sampai pukul 23.00 kami menyusuri jalan yang sepi yang berliku-liku. Dan kami janjian besok akan berangkat pukul 07.00 karena kegiatan dimulai pada pukul 08.00.
Esoknya, aku kembali menjemput Pak Herry di rumah beliau. Kali ini beliau hanya membawa tas kecil. Pada pukul 08.00 kami sampai di Pagilaran dan acara belum dimulai.

Pukul 09.00 acara baru dimulai. Rupanya, istirahat semalam juga masih kurang. Udara dingin dan angin semilir yang bertiup melalui celah-celah jendela membelai-belai kelopak mataku. Aku ngantuk berat. Maka, kuikuti presentasi pagi ini dengan keadaan setengah sadar, dari pasal-pasal korupsi yang dipaparkan oleh petugas kejaksaan sampai tata cara membuat laporan keuangan. Lamat-lamat ada seseorang yang bertanya kepada nara sumber:

“Kenapa bendahara DAK harus guru, bukankah tugas guru sudah banyak sekali?”
“Ketentuan dari pusat seperti itu,” jawab narasumber
(pertanyaan dan jawaban inilah nanti yang akan merubah nasibku)
Acara ini selesai pada pukul 13.00. Untung ada CD tentang presentasi kegiatan yang dibagikan untuk dipelajari lebih lanjut.

Dalam perjalanan pulang, Pak Herry bertanya kepadaku, “Kenapa bendahara DAK tidak boleh guru ya?”

“Mungkin sudah ketentuannya seperti itu Pak,” jawabku. Aku hanya berkata dalam hati, “Yes, Pak Herry mengantuk. Kesimpulan beliau adalah guru tidak boleh  jadi bendahara DAK”.

Aku pulang. Sampai rumah, tanpa malu-malu kulemparkan tubuhku ke atas kasur dan kupeluk guling sejadi-jadinya.

Esok harinya, aku melaporkan hasil bintek kepada Bu Habibah. Juga menyampaikan bahwa guru tidak boleh jadi bendahara. Maka saat itu juga, posisiku sebagai bendahara digantikan oleh Bu Sri Wati, salah satu staff TU dan aku menempati posisi baru sebagai Sekretaris 2. Lumayan, pekerjaan yang lebih ringan.

Selasa, 01 Desember 2015

SEBUAH CERPEN: MABOK AO

Matahari berdiri tegak tepat di atas ubun-ubunku. Hari ini aku bersama teman-temanku akan belajar bersama di rumah Ano. Dari SMA-ku, aku berjalan kaki menyusuri trotoar melintasi pertokoan dan alun-alun. Akhirnya sampailah aku di rumah Ano yang berada di sebelah selatan alun-alun. Teman-temanku telah sampai duluan karena mereka naik sepeda motor. Nafasku tersengal, ubun-ubunku terbakar, tenggorokanku kering. Aku memilih duduk di teras dekat pintu. Selain ada angin yang semilir dari luar, shofa di ruang tamu sudah penuh.

“Ayo Bas, sudah dimulai dari tadi. Kamu sudah ketinggalan,” kata Awin kepadaku

Aku mengeluarkan buku matematikaku, ada PR yang rencananya dikerjakan bersama. Kulihat teman-temanku masih duduk-duduk sambil menikmati hidangan. Setoples kacang dan sepiring kue serta beberapa botol yang berisi minuman.

“Katanya sudah mulai. Mana buku kalian?” tanyaku.
“Lha ini sudah mulai. Ayo lah ambil gelasnya nih,” kata Adi sambil menyodorkan sebuah gelas besar kepadaku. Kemudian menuangkan minuman hitam ke dalamnya.

“Wah, enak nih, hebat sekali minuman kalian anggur,” kataku sambil hirup dalam-dalam aromanya. Tanpa basi-basi aku tenggak habis satu gelas. Hausku berkurang. Kemudian aku kembali membuka-buka PR-ku. Kulihat tak ada satupun teman-temanku yang mulai membuka buku. Mereka malah asyik ngobrol sambil cekikikan.

“Hei, kapan mulainya? Ayo keluarin buku kalian!” ajakku
“Kamu kerjain aja dulu Bas, nanti kalau ada kesulitan kami bantu,” jawab Eko

Aku sibuk mengerjakan PRku. Kubiarkan teman-temanku ngobrol.

“Biar saja mereka nggak jadi belajar bersama. Apa urusanku, yang penting PRku selesai” kataku dalam hati. Aku takut tak mengerjakan PR, soalnya guru matematikaku terkenal killer.

Satu jam kemudian, aku sudah selesai mengerjakan 10 soal yang harus dikumpulkan besok.
Kutengok teman-temanku. Mereka malah pada tiduran sambil ketawa-ketawa, bergumam dan berdendang tak jelas.

“Mau ngerjakan PR nggak nih?” tanyaku.

Tak ada yang menyahut, tubuh mereka tak tegak lagi. Ada yang sudah rebah di sofa dan terkapar di lantai sambil tertawa-tawa dan bergumam. Aneh. Daripada seperti ini, lebih baik aku pulang. Kurapikan buku dan pulpenku. Kulihat di meja masih ada minuman yang tersisa. Kuambil sebuah botol yang masih tampak penuh. Kutuang lagi ke dalam gelasku. Kutenggak sampai habis.

“Aku pulang dulu ya,” teriakku. Tak ada yang menyahut. Kugendong tasku. Kuberjalan kaki menuju tempat pemberhentian bus, sekitar 10 menit jalan kaki dari rumah Ano.

#

Esok harinya di sekolah, teman-temanku bercerita tentang acara kemarin siang di rumah Ano.

“Wih, asyik. Kamu sih nggak ikut, kita minum sampai fly,” kata Eko kepada Rendra.

Ternyata acara kemarin adalah acara minum-minum alias mabok-mabokan. Aku hanya bertanya-tanya, kenapa mabok-mabokan pakai jamu?

Yach, aku akrab sekali dengan minuman yang mereka gunakan untuk mabok-mabokan. Anggur cap OT yang sering disebut AO adalah jamu. Ada tulisan “jamu” di labelnya. Sejak 6 tahun yang lalu, tepatnya sejak kelas 5 SD, kakekku menyuruhku minum minuman tersebut sebelum berangkat sekolah dan sebelum tidur.

“Untuk penghangat badan,” kata kakekku waktu itu.

Awalnya, hanya satu tutup botol atau se-sloki setiap minum. Menginjak kelas 6 SD, meningkat 2 sloki. Sampai sekarang, satu gelas setiap minum. Rasanya manis agak mint di lidah dan hangat di badan.


Ah, kere.... ternyata AO buat mabok.

TUGAS OVER DOSIS

Semester 1 sudah hampir selesai. Dengan demikian, tugasku pada semester ini juga akan segera berakhir. Perlu kusampaikan, bahwa menjadi guru tidak bisa melulu menjadi guru. Tugas sekolah lain juga menunggu. Pada semester ini aku telah mendapat tugas selain guru yaitu :

1.    Seksi perlengkapan kegiatan Halal bi halal
2.    Pembina ekstra rebana
3.    Asisten Kurikulum
4.    Sekretaris Tim pengembang Kurikulum
5.    Verifikator level 1 PUPNS
6.    Operator dapodik
7.    Sekretaris bantuan sarana prasaran DAK.
8.    Bedahara Bansos RKB pusat
9.    Panitia bidang pencetak LCK UTS 1
10.  Sekretaris RSKM (Rencana Sekolah Kategori Mandiri)
11.  Koordiantor Sekretariat UTS 1.
12.  Pengepul berkas sertifikasi.
13.  Koordinator Bus 2 acara pernikahan Pak Subechen


Begitu sibuknya dengan pekerjaan ini, aku kehilangan asyiknya mengajar, senangnya bertemu dengan siswa-siswaku. Aku bahkan kehilangan hobiku. Aku tak sempat menulis tentang suasana kelasku lagi. Suatu saat, kalau sudah bebas dari tugas ini, mungkin aku mempunyai kesempatan untuk menulis tentang kelasku lagi juga tentang seluk beluk pekerjaan ini satu per satu.

DAPODIK

Monggo siapa lagi?” tanyaku
“Saya Pak,” jawab bu Tri
“Saya setelah Bu Tri,” teriak bu Nita
“Bu Nita, saya setelah Bu Tri,” protes Pak Agus
“Ya sudah, saya setelah Pak Agus,” sambung bu Nita

Seperti itulah model antrian untuk mengisi Dapodik di sekolahku. Tak ada nomor urut, tak ada mesin pemanggil antrian tapi mereka dengan tetib mengantri untuk dikoreksi dan dimasukkan datanya di dapodik. Mereka hanya modal nge-cup antrian sebelumnya.

Aku sebagai operator Dapodik yang menangani Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) duduk dengan tenang di kursiku. Bu Tri sudah siap dengan segepok file berisi data. Selanjutnya aku bacakan satu per satu data yang tersedia. Sementara Bu Tri yang duduk di sebelahku membuka berkas untuk mencocokkan data dengan berkas yang ada. Data yang harus dimasukkan adalah data diri, keluarga, diklat, riwayat jabatan, riwayat gaji berkala, diklat dan sebagainya. KTP, NPWP, sertifikat pendidik, data keluarga, Ijazah, transkrip nilai, SK jabatan, SK gaji berkala dibuka satu per satu. Persis seperti PUPNS. Bedanya, dalam PUPNS, setiap PNS harus mengisi sendiri-sendiri, sementara dapodik operator lah yang mengisinya. Jadi, aku mengerjakan pekerjaan yang sama dua kali.

Kadang aku bertanya-tanya: Kenapa dapodik ini tidak mengambil dari data PUPNS? Kan kemdikbud bisa pinjam ke BKN, kan sama-sama milik negara. Kenapa tidak dikerjakan bersama? Ah.. mungkin yang menangani beda, proyeknya beda dan anunya juga beda. Wallohu a’lam.

Data Pokok Pendidikan atau Dapodik adalah sistem pendataan skala nasional yang terpadu, dan merupakan sumber data utama pendidikan nasional, yang merupakan bagian dari Program perancanaan pendidikan nasional dalam mewujudkan insan Indonesia yang Cerdas dan Kompetitif. Data Pokok Pendidikan tidak hanya data Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) tapi juga data siswa yang ditangani oleh Bu Ema dan sarana prasarana serta kurikulum ditangani oleh Mas Eko. 

Tepat pukul 24.00 tanggal 30 Nopember 2015 program dapodik ditutup. Tugasku juga selesai.  Walaupun masih ada beberapa data PTK yang belum dikoreksi, setidaknya data guru penerima tunjangan sertifikasi telah ter-input dan telah dikoreksi semua. Hal ini karena tunjangan sertifikasi tahap ke-4 (bulan Oktober, Nopember dan Desember 2015) direncanakan dicairkan berdasarkan pada data dapodikmen. Selanjutnya untuk mengecek hasil input, setiap PTK dapat membuka http://dapo.dikmen.kemdikbud.go.id


Sebagaimana PUPNS, sebagai operator dapodikmen aku juga sangat berharap beberapa hari ke depan ada penandatanganan penerimaan honor. Wallohu a’lam juga.