alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Sabtu, 26 November 2016

JALAN SEHAT HUT PGRI ke-71

Masih dalam rangka HUT PGRI ke-71, pada hari Minggu, 20 Nopember 2016 diadakan jalan sehat. Kegiatan yang diikuti oleh seluruh guru se-kabupaten ini dimulai pukul 06.00 pagi. Dimulai dari lapangan Dracik, para peserta menyusuri jalan Gajah Mada, jalan Ahmad Dahlan, jalan Pemuda dan kembali ke lapangan Dracik.

Selesai jalan sehat, aku langsung nongkrong di warung lesehan di pinggir lapangan. Aku lapar karena sejak pagi belum sarapan. Ada nasi bakar, sebungkus nasi berisi berbagai macam sayuran dan ayam kemudian dibakar. Seperti arem-arem tapi dalam porsi yang lebih besar. Kupesan satu porsi nasi bakar rasa ayam ditambah sepotong tempe goreng dan tahu isi. Alhamdulillah, perutku yang sudah tenang bisa kuajak menunggu doorprize.

Di sebuah panggung di tengah lapangan, terdengar undian doorprize sedang dibacakan. 50 doorprize hiburan sedang dibagikan. Diselingi lagu dangdut, doorprize diundi 10 demi 10. Tentu saja aku sama sekali tak berharap pada 50 doorprize tersebut. Aku tetap berharap nomor jalan sehatku keluar untuk doorprize sepeda motor sebagai doorprize utama yang disediakan oleh Bank Jateng. Walaupun perasaanku sudah tak enak sejak awal jalan sehat, aku tetap berharap. Kejadian-kejadian yang mungkin menjadi tanda:
  1. Saat berangkat, aku dalam keadaan pusing dan sudah agak terlambat.
  2. Kaos merah sebagai seragam jalan sehat tidak kutemukan (akhirnya aku memakai kaos hijau)
  3. Saat mendapatkan kupon doorprize, aku sempat bekerja keras, ngotot berebut dengan yang lain (padahal tidak berebut pun pasti diberi)
  4. Beberapa meter setelah menerima kupon, tiba-tiba kuponku jatuh dan hampir terinjak oleh orang di belakangku.


Semua hal itu membuatku kesal. Firasatku, kalau sampai aku kesal biasanya keberuntunganku menjauh. Tapi aku tetap keukeuh untuk menunggu doorprize. Bisa saja tanda-tanda tersebut dibuat oleh syetan yang terkutuk. Ketika aku pulang ternyata nomor kuponku keluar. Itu yang aku khawatirkan karena apabila nomor keluar tapi orangnya tidak di tempat maka dianggap gugur.

Ternyata harapan tinggal harapan. Keberuntunganku memang sedang menjauh. Doorprize utama yang kuharapkan dibawa orang.

HIDA

“Pak, lihat tulisan itu,” kata Hida sambil menunjuk ke selembar kertas HVS yang digantung di antara karya-karya siswa yang lain.  Aku mengamati tulisan tersebut:

“Dari Kelas XI MIPA 2?” tanyaku heran karena aku tidak mengajar di kelas XI MIPA 2.
“Iya Pak,” jawab Hida
“Siapa yang buat?” tanyaku lagi
“Saya Pak,” jawabnya
“Ya Allah Hid, kamu baik sekali. Makasih ya doanya,” kataku
“Iya Pak, sama-sama,” jawabnya

Aku menyalaminya dan Hida mencium tanganku. Dia adalah salah siswaku di kelas X tahun lalu. Di kelas XI, aku tidak lagi mengajarnya karena pelajaran lintas minat di kelas XI MIPA 2 bukan Bahasa Perancis. Dulu di kelas X, dia adalah siswa pertama yang aku hapal namanya, Hida Chaerunnisa. Entah kenapa aku langsung hapal namanya padahal nama teman-temannya yang lain sering kulupa atau tertukar dengan lainnya. Mungkin faktor tubuhnya yang agak gemuk sedikit? Mungkin. Atau mungkin lesung pipitnya di wajahnya ketika senyum?  Bisa jadi. Tapi mungkin juga bukan karena faktor ini.

Siswa penggemar novel ini sekarang menjadi salah satu pengurus OSIS. Kemampuannya untuk bergaul secara fleksibel, sopan, dan menghormati kawan memudahkannya dalam berorganisasi. Suaranya yang serak-serak basah dan empuk menjadi andalannya untuk menempati posisi protokoler di setiap upacara bendera sekolahku.

Gadis berzodiak libra ini adalah anak yang ceria. Senyumnya tak pernah hilang dari wajahnya. Tutur katanya sopan lebih sering diucapkan menggunakan Bahasa Jawa halus (kromo inggil) untuk berbicara dengan guru-gurunya. Sesuai namanya ‘chaerunnisa’ (wanita yang baik), gadis hitam manis ini selalu mendorong teman-temannya untuk berbuat baik dan menjaga sopan santun. Hitam manis? Ya, dia adalah gadis hitam manis. Walaupun kata orang, kalau hilang hitamnya tinggal manisnya dan kalau hilang manisnya tinggal hitamnya. Hida lain. Kalau hilang hitamnya atau bahkan hilang manisnya, bukan masalah, sopan santun dan budi pekertinya tak akan hilang darinya dan tetap menjadi kenangan. Mungkin ini juga menjadi salah satu  penyebab aku langsung hapal namanya.


Semoga Hida juga sehat-sehat, tetap semangat, sukses selalu, jadi anak yang sholihah dan tetap menjadi chaerunnisa.

MALAIKAT TANPA SAYAP?


Ada yang mengerti maksud tulisan di atas?

Yang pertama, kuucapkan ‘terima kasih’ telah memberi ucapan selamat hari guru.

Yang kedua, mengajar kalian sebenarnya bosan. Bayangkan, sudah 2 tahun lebih aku mengajar kalian. Kalian nggak bosan? Aneh. Aku bosan sekali. Coba kalian mengerti sedikit saja. Sekali-kali aku ingin ngajar siswa lain. Anak SD mungkin, atau anak TK. Kayaknya asyik. Tiap hari bisa mendongeng, bisa nyanyi-nyanyi.

Yang ketiga, aku seperti malaikat? Malaikat siapa? Ada 10 malaikat yang harus kita ketahui. (1) Malaikat Jibril yang bertugas menyampaikan wahyu. Malaikat ini yang ketemu Nabi Muhammad SAW di gua Hira. (2) Malaikat Raqib yang bertugas mencatat amal baik. (3) Malaikat Atid yang bertugas mencatat amal buruk. Makanya hati-hati, kalian diikuti terus oleh 2 malaikat ini. (4) Malaikat Munkar dan (5) Malaikat Nakir yang tiap hari di kuburan nungguin orang mati. Kesepian. Kalau malam gelap. Kasihan kan? Belum lagi ketemu pocong dan kuntilanak. Serem banget... Yang enakan itu (6) Malaikat Mikail yang tiap hari bagi-bagi rejeki. Bisa ketemu yang cantik-cantik. Biarpun nggak cantik, ketika dikasih rejeki pasti tuh mereka senyum terus bilang ‘terima kasih’. Yang agak susah tuh (7) Malaikat Izroil yang tiap hari mencabut nyawa. Ketemunya orang-orang sakit, ketabrak motor, ketabrak mobil, ketabrak kereta, ketabrak odong-odong, keambrukan pohon, keambrukan rumah, keamburkan pos kamling, kejatuhan pesawat, kejatuhan kelapa, tenggelam, kebakaran, kena gempa, kena letusan gunung, kejeblukan kompor. Ngeri kan? (8) Malaikat isrofil berugas meniup terompet saat hari kiamat dan saat manusia dibangkitkan. (9) Malaikat Malik, sang penjaga neraka. Dan ini.....yang harus kalian ketahui yaitu (10) Malaikat Ridwan, sang penjaga surga. Nah, sekarang kalian jadi tahu Malaikat Ridwan kan? Besok masuk surganya gampang. Soalnya sudah kenal orang dalam.

Terus, aku disamakan malaikat siapa?

Lagi pula, kalian nulisnya malaikat tanpa sayap. Ini  menyakitkan. Kalian anggap sayapku puthul. Menderita sekali. Kalian nggak kasihan apa melihat yang lain bisa terbang aku nggak bisa terbang? Terlalu. Pilih kasih. Aku kan pingin terbang juga.
Lihat gambar di bawah ini :
Kalian gambar mereka semua pakai sayap. Nggak adil.

Yang keempat, aku juga manusia yang bisa marah. Perlu kalian ketahui ya, aku tuh ngempet pingin marah setiap menghadapi kalian. Kalau aku harus marah, ya setiap hari aku marah. Lha wong kalian kayak gitu. Kalau aku setiap hari marah, wah..wah..wah... bisa darah tinggi, asam urat, migrain, stroke, terus mati. Aku nggak mau mati sia-sia gara-gara kalian lah. Enak aja.

Yang kelima, kalian ngatain blog-ku nggak jelas. Salah besar. Blog-ku tuh inspiratif, edukatif, efektif, inovatif, dan produktif. Contohnya tulisan ini. Dalam tulisan ini, aku mengajari kalian tentang nama-nama malaikat dan tugas-tugasnya. Jadi, kalian nggak perlu kepo lagi, besok di dalam kubur ketemu siapa ya? Yang akan menemui kalian adalah malaikat Munkar dan Malaikat Nakir, bukan Ridwan dan Jibril. Jangan salah. Kalau kalian salah menyapa dan salah menyebut nama kan malu sendiri. Betul nggak?

Yang keenam, akhirnya kalian mengakui bahwa kalian mencintaiku kan? Sekarang ketahuan. Kalian memintaku supaya nggak bosan mengajar kalian bukan karena aku nggak pernah marah, bukan karena aku seperti malaikat tanpa sayap, bukan karena blog-ku yang nggak jelas tapi karena kalian terpesona denganku. Itu saja sudah cukup. Kalian tuh ya mau bilang ‘ganteng’ aja kok malu-malu. Sudahlah, bilang saja. Biar aku tenang. Diakui atau tidak, percaya atau tidak, aku kasih tahu ya, ini dari sumber yang bisa dipercaya yaitu istriku, bahwa aku termasuk salah seorang yang ‘ganteng’. Walau mungkin bilangnya sambil ngempet pingin pipis.

Jadi, mulai sekarang kalian tidak perlu malu-malu lagi mengakui kenggantenganku.


Do you love me? I love you too. Je vous aime aussi.

POTONG TUMPENG DAN DOORPRIZE

Selain kegiatan pembuatan karya apresiasi siswa terhadap guru, di ruang guru diadakan tasyakuran berupa potong tumpeng dan pembagian doorprize. Bukan tumpengnya yang aku harapkan karena pagi ini aku sudah sarapan tapi doorprize-nya. Di atas meja depan telah teronggok 2 kotak doorprize yang dibungkus dengan kertas kado menarik.

Setelah sambutan kepala sekolah, doa, dan potong tumpeng, acara dilanjutkan dengan acara pengundian doorprize. Doorprize diundi dengan menggunakan lintingan yang berisi nama-nama semua guru dan staf TU. Acara ini dipandu oleh Pak Taufiq. Jantungku berdetak kencang. Harapanku, aku bisa memperoleh salah satu di antara 2 doorprize tersebut.

“Yang memperoleh doorprize pertama adalaaaaaaaaaah....... Bu...”, putus harapanku, “Estiiii....”
“Doorprize kedua adalaaaaah.....B..,” pasti Basuki, hatiku girang bukan main,”B...Buuuu Anggraeni..”

Habis sudah harapanku

“Masih ada doorprize lagi Pak,” teriak Bu Arie dari belakang.
“Berapa lagi?” tanya Pak Taufiq
“Tiga Pak,”

3 doorprize diundi lagi. Bungkusannya tidak kalah besar dengan 2 doorprize sebelumnya. Jantungku kembali nyut-nyutan.

“Yang ketiga adalaaaah...Pak,” aku menundukkan muka, malu kalau namaku disebut,”...Kumarjo”

Aku bertambah malu
I feel humiliated (red. Bu Arie)
Aku cemberut.
Aku di-PHP-in.

“Yang keempat adalah Bu Rizki”
“Yang kelima adalah Pak Arif”
“Masih ada lagi. Saya menyumbang satu kerudung," teriak bu Arie yang juga nyambi jualan kerudung.

Paling-paling bukan aku lagi yang dapat.

“Yang keenam adalah Bu Yukin”
“Ada lagi. Pak Uji beli 2 buah kerudung dari Bu Arie.”
‘Yang ketujuh adalah Bu Tri”
“Yang kedelapan adalah Pak Edi”

Pak Edi dapat kerudung. Bisa dipakai buat arisan ya Pak.

“Ada lagi?” tanya Pak Taufik
“Ada Pak, Bu Ruwati menyumbang sabun colek, sabun cuci, pembersih lantai,”
“Yang kesembilan adalah Bu Ruwati,”

Yaachh... kembali ke pemiliknya.

“Saya nyumbang amplop Pak,” kata Pak Kasmudi
“Yang kesepuluh adalah Pak Aji,”

Selesai sudah undian doorprize dalam rangka memperingati HUT guru ke-71 dan aku tak dapat apa-apa. Nasib...nasib.

Jumat, 25 November 2016

APRESIASI SISWA TERHADAP GURU

Untuk memeriahkan peringatan hari guru, para siswa diberi kesempatan untuk membuat puisi, poster, gambar atau karya-karya yang lain sebagai bentuk apresiasi terhadap guru. Karya-karya ini selanjutnya akan dipajang di aula.

Selesai upacara, para siswa menuju kelasnya masing-masing untuk membuat karya. Karya ini bersifat individu bukan atas nama kelas. Satu jam kemudian pengurus OSIS mulai membentangkan 2 shaf tali rafia mengelilingi aula. Dibantu oleh pengurus OSIS, para siswa kemudian memasang karya-karya mereka menggunakan isolasi.

Sembari mereka memasang karya-karya mereka, para guru, staf TU dan siswa yang lain mulai mengamati, melihat, dan membaca karya-karya tersebut. Berbagai ungkapan dan penghargaan terhadap guru disampaikan melalui karya-karya tersebut. Karya berupa puisi, cerpen, karikatur, kritik, kuis, atau hanya sekedar ucapan ‘selamat hari guru’ dipajang mengelilingi aula. Karya tersebut tidak hanya menggunakan Bahasa Indonesia, namun juga menggunakan Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, Bahasa Perancis, bahkan Bahasa Korea dan Bahasa Thailand. Kedua bahasa yang terakhir tidak diaajarkan di sekolahku.

Kegiatan ini ternyata tidak hanya sebagai ajang pameran, namun dimanfaatkan untuk berfoto-foto. Tidak hanya selfie, para siswa juga mengajak bapak ibu guru dan staf TU untuk berfoto bersama.


Selain diminta untuk berfoto bersama, aku juga berkali-kali diminta untuk mengambilkan foto. 
Oh... aku sungguh terharu.

Ini foto dari karya-karya mereka :
























UPACARA HARI GURU 2016

Hari ini, Jum’at 25 Nopember 2016 sekolahku memperingati Hari Guru dengan mengadakan upacara bendera. Seperti tahun-tahun sebelumnya, petugas upacara kali ini adalah bapak dan ibu guru dan karyawan. Alhamdulillah aku tidak termasuk di dalam daftar petugas upacara. Oleh karena itu, aku hanya ikut dalam kelompok paduan suara. Tapi pada latihan pertama, aku urung menjadi anggota paduan suara karena harus menggantikan Pak Kas yang saat itu sakit. Aku ikut berlatih sebagai pemimpin barisan. Pada latihan kedua, aku kembali menjadi anggota paduan suara.

Namun demikian, pada saat pelaksanaan upacara, ternyata Pak Kas kembali tidak sanggup menjadi pemimpin barisan. Oleh karena itu, aku harus menggantikannya.

“Saya belum lancar Pak,” kataku kepada Pak Taufiq selaku koordinator upacara.
“Nggak apa-apa Pak, pemimpin barisan 3 kan hanya mengikuti pemimpin barisan 1. Biar saja pemimpin barisan 1 yang memberi aba-aba,” jelas Pak Taufiq

Upacara dimulai. Aku menempatkan diri di sebelah kanan barisan 3 yang terdiri dari siswa-siswa kelas X menghadap ke utara. Sedangkan barisan 1 kelas XII dan barisan 2 kelas XII menghadap ke barat.

“Upacara bendera memperingati hari guru nasional ke-71 tahun 2016 segera dimulai, masing-masing pemimpin barisan menyiapkan barisannya” teriak Bu Titin, petugas protokol.

Aku segera maju satu langkah kemudian serong kiri dan maju lagi lima langkah. Hadap kanan. Balik kanan. Kini aku menghadap ke selatan, ke arah barisanku. Aku segera memberi aba-aba menyiapkan barisan.

“Siaap grak”
“Grrrrr...” para siswa kelas X tertawa

Aku terperanjat, apa yang terjadi? Apa salahku? Jangan-jangan aba-abaku atau gerakanku ada yang salah. Aku tak bisa melihat pemimpin barisan 1 dan 2. Mereka ada di belakangku. “Mereka sedang apa ya?” Aku tak mungkin menengok. Beberapa saat aku terdiam.

“Siaaaaaaap grak, istirahat di tempaaaaaat grak,” teriak Pak Arif, salah satu guru olahraga sebagai pemimpin barisan 1 bersama-sama dengan Mas Seto, salah satu staf Tata Usaha sebagai pemimpin barisan 2. Demikianlah aturannya. pemimpin barisan 1 yang mengawali aba-aba dan langsung diikuti oleh pemimpin barisan 2 dan 3. Jadi, kesannya aba-abanya diucapkan secara bersamaan.

Ooo...ternyata aku terlalu cepat menyiapkan barisan. Seharusnya bersama-sama dengan pemimpin barisan 1 dan 2.

Itulah akibatnya kalau dibilangin orang tua tidak nurut. Jadi salah. Tadi kan Pak Taufik sudah bilang, pemimpin barisan 3 cukup mengikuti pemimpin barisan 1. Sejak saat itu aku berjanji akan diam saja. Biarkan Pak Arif dan Mas Seto yang berteriak memberi aba-aba. Toh, suara mereka berdua terdengar sampai ke barisanku juga.

Beberapa kali aba-aba, aku tak ikut berteriak. Bahkan sampai akhir upacara, aku diam.

“Pak, kok diam saja. Nggak ikut teriak,” komentar siswa di sampingku.
“Kamu dengar tidak aba-abanya?” tanyaku
“Dengar Pak,” jawabnya

“Ya sudah. Ikuti saja. Saya tak perlu ikut berteriak. Mubazir,” kataku

Senin, 21 November 2016

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SMA): DIMENSI SIKAP


Standar Kompetensi Lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar Dan Menengah, setiap lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah memiliki kompetensi pada tiga dimensi yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Yang akan kita bahas di sini adalah dimensi sikap.
Sikap yang harus dimiliki oleh seorang siswa SMA agar dikatakan memenuhi standar untuk lulus dari sekolahnya adalah:
1. beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
2. berkarakter, jujur, dan peduli,
3. bertanggungjawab,
4. pembelajar sejati sepanjang hayat, dan
5. sehat jasmani dan rohani
sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan internasional.

Standar Kompetensi Lulusan ini tak dapat dipisahkan dari proses penilaian yang dilakukan oleh guru. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan, Penilaian aspek sikap dilakukan melalui tahapan:
a. mengamati perilaku peserta didik selama pembelajaran;
b. mencatat perilaku peserta didik dengan menggunakan lembar observasi/pengamatan;
c. menindaklanjuti hasil pengamatan; dan
d. mendeskripsikan perilaku peserta didik.

Mari kita coba uraikan satu per satu.

1.      Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.
Beriman artinya 'membenarkan' itu disebutkan dalam al-Quran, di antaranya dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang bermaksud: "Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman." Imam al-Ghazali menguraikan makna iman: "Pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-rukun (anggota-anggota)." Menurut agama Kristen, Iman (bahasa Yunani: Ï€Î¯ÏƒÏ„ιν— pisti) adalah rasa percaya kepada Tuhan.
Taqwa / takwa dalam bahasa Arab berarti memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Siswa harus melakukan kewajiban-kewajiban beragama. Dalam Islam, seorang siswa harus  memenuhi rukun iman dan rukun islam. Rukun iman: iman kepada Alloh, rosul, malaikat, hari kiamat, dan qodlo dan qodar.
Penilaian :
Sesuai dengan standar penilaian, penilaian sikap terhadap siswa dilakukan melalui pengamatan pada saat pembelajaran. Aku sendiri bingung untuk menilai seorang siswa beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME hanya pada saat pembelajaran. Kriterianya apa? Bagaimana cara mengetahui seorang siswa menjalankan kewajiban-kewajiban agama atau tidak? Apakah cukup ditanya: kamu sholat? kamu puasa? Ataukah kita harus menguntit apakah dia pergi ke mushola sekolah atau tidak pada saat azan dzuhur berkumandang? Di bulan romadlon, apakah kita juga bisa mengamati untuk memastikan dia puasa atau tidak. Ataukah cukup dengan mencium bau mulutnya? Bau tak sedap = puasa, bau sedap = tidak puasa.
Entahlah...

2.      Berkarakter jujur dan peduli
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Menurut (Ditjen Mandikdasmen - Kementerian Pendidikan Nasional), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,  bangsa  dan  negara.  Individu  yang  berkarakter  baik  adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat
Jujur 
  1. 1.    lurus hati; tidak berbohong (misalnya dengan berkata apa adanya)
  2. 2.    tidak curang
  3. 3.    tulus; ikhlas

jika diartikan secara baku adalah “mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran”.
Peduli
 mengindahkan; memperhatikan; menghiraukan adalah sebuah sikap keberpihakan kita untuk melibatkan diri dalam persoalan, keadaan atau kondisi yang terjadi di sekitar kita. Orang-orang peduli adalah mereka yang terpanggil melakukan sesuatu dalam rangka memberi inspirasi, perubahan, kebaikan kepada lingkungan di sekitarnya.
Penilaian :
Untuk menilai siswa jujur selama pembelajaran agak mudah. Berilah pertanyaan “paham apa belum?” Pertanyaan ini biasanya dijawab dengan jujur. Atau mengamati perilaku ketika ulangan harian. Selain itu, dengan menanyakannya kepada teman-temannya tentang kejujurannya? Tapi jangan sekali-sekali menanyakan kepada pacarnya, karena pasti jawabannya tidak objektif.
Untuk menilai apakaha seorang siswa mempunyai sifat peduli, kita bisa mengamati apakah dia suka membantu temannya, mentraktir temannya, memberi contekan kepada temannya, mengerjakan PR temannya? Kalau iya, artinya siswa ini benar-benar peduli terhadap temannya. Peduli yang membabi buta.

3.      Bertanggung jawab
Menurut kamus KBBI bertanggung jawab artinya:
a.       berkewajiban menanggung
b.      menanggung segala sesuatunya.
Penilaian :
Bagaimana cara menilai tanggung jawab seorang siswa? Cukupkah dengan memberi tugas lalu dia bertanggung jawab mengerjakan tugas tersebut? Atau ada cara lain?

4.      Pembelajar sejati sepanjang hayat
Siswa tidak boleh berhenti belajar dan harus terus belajar sepanjang hayat.
Penilaian :
Apakah kriteria seorang pembelajar sejati sepanjang hayat?
Bingung kan? Aku juga bingung. Bagaimana cara untuk mengetahui seorang siswa benar-benar telah menjadi pembelajar sejati sepanjang hayat? Walaupun kita bisa mengetahuinya dengan kebiasaannya belajar, membaca buku, atau mencari informasi melalui internet tapi apakah setelah lulus dia akan tetap belajar? Wallohu a’lam. Selanjutnya, kriteria materi belajarnya apa? Belajar matematika, Bahasa Inggris, sejarah ataukah belajar tentang kehidupan, tentang kegagalan, tentang cinta, atau tentang apa? Ataukah kita harus membuat perjanjian tentang kesanggupannya untuk tetap terus belajar sepanjang hayat, ditempel materai Rp. 6000,-, tanda tangan Pihak I, Pihak II, dan saksi. Kayak jual beli tanah dong.

5.      Sehat Jasmani dan Rohani
Siswa harus sehat secara fisik maupun psikis. Olahraga, makanan bergizi, dan istirahat yang cukup adalah upaya untuk menjaga kesehatan jasmani. Kesehatan rohani diindikasikan dengan 4 hal yang pertama.
Penilaian :
a.       Menilai kesehatan jasmani seorang siswa relatif lebih mudah. Kita cukup melihat penampilan fisiknya. Sehat berarti bugar, ceria, lincah, tidak pucat, dan tidak ngantukan. Atau kalau kita masih ragu, siswa harus menyertakan Surat Keterangan Sehat dari Puskesmas terdekat.
b.      Untuk menilai kesehatan rohani seorang siswa sebenarnya juga mudah yaitu dengan menggunakan indikasi “suka senyum-senyum sendiri atau tidak”.

Sedetail itukah seorang guru menilai sikap siswanya? Aku menjawab “ya”
Rumitkah? Aku menjawab “ya” karena kita harus mengenal siswa satu per satu. Bayangkan, aku mengajar 7 kelas dengan jumlah siswa rata-rata 38 siswa per kelas. Maka, aku harus mengamati 5 kriteria sikap dari 266 siswa. Untuk menghafal nama-nama mereka saja, aku masih sering lupa. Aku pernah mengamati Eri tapi kumasukkan ke data milik Ulvi di lembar oservasi. Pastinya, aku membutuhkan energi, waktu dan konsentrasi lebih untuk melakukan semua penilaian ini.


Untuk menilai karakter jujur dan peduli, tanggung jawab, sehat jasmani dan rohani, aku bisa mengamati dengan menilai sikapnya terhadap guru dan teman-temannya, caranya menyampaikan pendapat, mengerjakan ulangan dan menyelesaikan tugas, serta presensi /kehadirannya. Untuk kriteria ‘pembelajar sejati sepanjang hayat’, aku hanya bisa memberi dorongan dan semangat untuk belajar terus. Dan untuk kriteria ‘beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME’, biarlah urusan dia dengan Tuhan karena kriteria penilaiannya bukan “Lulus atau Tidak Lulus” tapi “Surga atau Neraka”.

Minggu, 20 November 2016

SEKOLAHKU JUARA VOLLEYBALL

Walaupun aku bukan anggota tim volleyball sekolahku dan aku tidak bisa menyaksikan secara langsung pertandingan mereka, aku tetap memantau pertandingan tersebut melalui siaran langsung yang disiarkan oleh Bu Edi (salah satu official) melalui group WA. Detik demi detik, jam demi jam, siaran langsung masih saja mengudara. Artinya, tim volleyball sekolahku masih terus bertanding melewati babak demi babak. Bahkan sampai sore masih ada siaran langsung.

Ternyata benar, Tim volley putri berhasil meraih juara 1 dan tim putra meraih juara 3.

Wuih...bangga tenan aku.

Tim putra : Pak Habibi, Pak Lani, Mas Seto, Pak Edi, Pak Arif, Pak Aji, Pak Prapto, Pak Harjo.
Tim Putri : Bu Ari, Bu Us, Bu Maryati, Bu Nanin, Bu Nia, Bu Titin, Bu Tri, Bu Hanjar, Mba Leni.

Official : Bu Edi, Bu Yeni, Pak Nurrochim, dkk
Pelatih : para siswa

ini lho pialanya.....!!
(beserta amplopnya)

NONTON BARENG

Dalam rangka memperingati HUT PGRI ke-71, maka pada hari Sabtu, 19 November 2016 diadakan pertandingan volleyball guru antar sekolah. Sekolahku mengeluarkan tim putra dan putri. Pertandingan volleyball dimulai pada pukul 08.00. Karena harus bertanding maka guru yang tergabung dalam tim volleyball tidak bisa mengajar dan harus memberikan tugas untuk siswanya. Karena aku tidak termasuk anggota tim, maka aku harus tetap di sekolah untuk melaksanakan tugasku yaitu mengajar.

Jam 1-2 Kegiatan Belajar Mengajar berjalan lancar. Pada saat pergantian jam ke-3 dan aku bersiap mengajar di kelas XII MIIA 3. Kulihat siswa-siswa kelas XII IIS 4 berjalan beriringan sambil membawa tas masing-masing.

“Pada mau kemana kalian?” tanyaku
“Disuruh jadi suporter Pak?” jawab salah satu siswa
“Nanti jam ke 5-6, saya kan mengajar di kelas kalian,”
“Iya Pak. Selamat mengajar kelas kosong,” jawabnya sambil tertawa bahagia.

Setelah kukonfirmasi ke beberapa guru, ternyata benar ada perintah untuk mengirim 2 kelas untuk menjadi suporter. Baiklah, aku merelakan mereka.

Aku melangkah menuju kelas XII MIIA 3. Kulihat banyak siswa berada di luar kelas, bahkan ada yang sudah nyangklong tas di punggungnya.

“Pak, jangan mengajar ya. Yang lain pada pulang nonton volley,” cegat mereka di depan pintu.
“Itu hanya 2 kelas yang disuruh untuk menjadi suporter,” jawabku
Nggak adil Pak. Kok bukan kami yang disuruh jadi suporter,”
“Yang disuruh adalah mereka yang heboh dan suaranya keras. Kalian kan siswa-siswa yang tenang dan lembut,” jelasku merayu.
“Tapi jangan pelajaran ya Pak!” desak mereka
“Kalau nggak pelajaran mau ngapain?” tanyaku
“Cerita-cerita saja Pak,” usul salah satu siswa
“Nonton film saja Pak,” usul siswa yang lain.
“Ayo masuk dulu,” kataku

Mereka menuruti permintaanku untuk masuk kelas. Tapi kondisi kelas tidak kondusif. Mereka namaka gelisah dan tak bisa diam. Kelas sebelah kosong dan siswanya berada di luar kelas. Para siswa kelas-kelas yang lain juga banyak yang di luar. Bahkan satu siswa kelasku berhasil melarikan diri turut menjadi suporter.

“Baiklah kita nonton film bersama ya! Saya ambil laptop dulu” kataku
“horeeee,” teriak mereka serempak.

Aku mengambil laptopku di ruang guru dan segera kembali ke kelas. LCD dan laptop dinyalakan.

“Mau film apa?” tantangku
“Horor Pak,”
“Komedi Pak,”
“Perang Pak,”

Akhirnya kupilih sebuah film Indonesia dengan judul “guruku”.

15 menit pertama, para siswa masih gelisah. Pada menit ke 30, terlihat dari jendela siswa kelas lain melintas sambil membawa tasnya masing-masing.

“Pak, pulang Pak,” kata salah satu siswa
“Saya tidak berani memulangkan kalian. Ayolah, katanya nonton film,” desakku

Mereka tak berkutik. Menit-menit selanjutnya, mereka mulai tenang dan mulai menikmati alur ceritanya. Mereka sudah tidak mempedulikan kondisi di luar kelas dan fokus kepada film di depan mereka. Film ini menampilkan tokoh utama Pak Fajar, seorang guru honorer. Kehidupannya yang sederhana, bahkan bisa dikatakan kekurangan tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi guru yang mencintai ilmu dan siswanya. Kondisi anaknya tidak bisa sekolah dan harus ngojek tidak juga membuatnya tergiur dengan uang sogokan. Slogan “rawe-rawe rantas malang-malang putung” telah banyak menginspirasi siswanya. Metode mengajarnya yang memanfaatkan kondisi lingkungan dan out of the box banyak menuai kontroversi di kalangan guru yang lain dan kepala sekolah walaupun banyak mendapat dukungan dari siswa. Bahkan, ia bergeming memegang prinsip hidupnya walaupun harus dikeluarkan sebagai guru. Film ini berakhir dengan kematian tokoh utama.

Film yang diproduksi oleh Bintang pratama Entertainment bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Boyolali, SMPN 1 Boyolali dan SMAN 1 Boyolali yang berdurasi kurang lebih 112 menit ini sangat menyentuh perasaan.

Aku ikut terbawa emosi. Ku-shutdown laptopku dan kumatikan LCD. Aku tak mampu lagi bicara banyak.

“Semoga menginspirasi. Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh”

Para siswa menjawab dengan lirih: wa’alaikum salam warohmatullohi wabarokaatuh. Aku segera keluar kelas dan ternyata sekolah telah lengang. Siswa-siswaku masih belum beranjak dari dalam kelas. Sebagian di antara mereka masih larut dalam isak tangis. 

Senin, 14 November 2016

PAK BAHRUDIN JADI MANTEN

Bikin Patah Hati
“Pak Bahrudin menikah? Ya Tuhan, kenapa harus menikah?” kata salah satu siswa kemudian terdiam lama dengan mata berkaca-kaca.
“Aku tak percaya. Putus harapanku,” kata siswa yang lain

Sejak terdengar kabar bahwa Pak Bahrudin mau menikah, banyak siswa perempuan merasa patah hati, putus harapan, kecewa, speachless, terbata-bata, terhuyung-huyung, termehek-mehek, dan tak percaya. Untung tak sampai bunuh diri.

Bagaimanapun, Pak Bahrudin adalah guru muda idola para siswa. Beliau adalah salah satu guru Pendidikan Agama Islam di sekolahku. Wajahnya yang ganteng serta pembawaannya yang cool, ramah dan penuh senyum membuat semua orang terpesona. Para siswa, terutama siswa perempuan sangat megidolakannya. Tentu saja sambil berharap.

Undangan
Aku sudah menerima undangannya sejak hari Rabu. Di dalam undangan tertera acara pernikahan yang akan dilaksanakan pada hari Sabut tanggal 12 Nopember 2016. Akad nikah akan dilaksanakan pada pukul 09.00 sedangkan tasyakuran akan dilaksanakan pada pukul 13.00 s/d selesai. Semua acara dilaksanakan di rumah mempelai wanita.

Untuk menindaklanjuti undangan ini, Pak Taufiq selaku Waka Humas merencanakan acara kondangan. Perjalanan direncanakan menggunakan kendaraan yang dimiliki oleh guru dan karyawan. Ada 8 mobil yang direncanakan akan berangkat, termasuk mobilku.

Waka kurikulum juga telah mengatur jadwal pembelajaran untuk hari Sabtu dengan pola waktu 30 menit per mata pelajaran. Jadi, pembelajaran hanya sampai pukul 11.45.

Tertinggal Rombongan
Ini salahku. Rombongan kondangan ke pernikahan Pak Bahrudin sudah berangkat pada pukul 12.15 dari sekolah. Namun aku harus pulang terlebih dahulu untuk mengambil mobil. Aku juga tak bisa langsung kembali ke sekolah. Perutku menuntut aku pergi ke toilet. Aku menurutinya. Akhirnya, aku terlambat kembali ke sekolah. Tujuh mobil lainnya sudah berangkat. Untungnya, anggota rombonganku, Pak Kas, Pak Harjo dan Pak Ros masih setia menungguku.

Pukul 12.40 aku start dari sekolah menuju ke Ampelgading, Pemalang, ke rumah mba Weni, sang mempelai wanita. Walaupun sudah kuusahakan untuk ngebut sepanjang jalan pantura, tak ada mobil rombongan sekolahku yang bisa kusalip. Ya pastilah, aku sudah telat sekali.

Sesuai dengan petunjuk dari Pak Bahrudin, setelah jembatan Comal, aku belok kiri.

“Alamat lengkapnya mana nih?” tanyaku kepada Pak Kas di sampingku.
“Waduh. Undangannya nggak dibawa, ada yang bawa undangannya?” Pak Kas bertanya balik ke Pak Ros dan Pak harjo.
“Tidak ada Pak,” jawab mereka berdua serempak.

Malheureusement alias apes. Aku hanya hafal nama desanya yaitu Ampelgading, kecamatan Ampelgading. Bagaimana ini?

Aku tidak tahu Rt Rw-nya dan nama orang tua mempelai putrinya. Padahal inilah yang paling penting. Akhirnya, dengan mengandalkan insting seorang supir, aku melanjutkan perjalanan. Ampelgading adalah nama desa sekaligus kecamatan. Artinya, desa ini adalah ibukota kecamatan. Menurut pendapatku, sebuah ibukota kecamatan pasti dihubungkan dengan jalan utama antar kecamatan. Maka, kesimpulanku adalah jalan menuju Ampelgading pastilah jalan yang paling bagus.

Tanpa bertanya, aku mengikuti jalan yang paling bagus dan mulus. Jalan jelek abaikan.

Dugaanku tepat. Setelah sekitar 15 menit, kami memasuki desa Ampel gading. Nah, sekarang tinggal mencari rumahnya. Sekali lagi, kami tak punya petunjuk apapun. Untuk itu, kami sepakat untuk mencari tanda-tanda hajatan perkawinan: janur kuning. Alhamdulillah, tak jauh dari perbatasan desa, kami sudah menemukan penjor (janur hias) di tepi jalan. Kami dekati janur tersebut. Di tiangnya yang terbuat dari bambu terdapat selembar tulisan : Bahrudin & Weni.

Hore. Seperti orang menang lotere, aku tertawa sambil berteriak “Yes”.

Kuparkir mobilnya di pekarangan kosong. Kami turun. Tapi kami belum yakin. Jangan-jangan ada Bahrudin dan Weni yang lain. Kami memasuki pintu gerbang rumah pengantin dengan was-was. Langkah pertama, sebelum memasukkan amplop kondangan de dalam tempat amplop, kami bertanya untuk meyakinkan bahwa ini adalah tempat pernikahan Pak Bahrudin teman kami. Setelah yakin, kami baru berani memasukkan amplop ke tempatnya. Tentu saja, kami tak lupa mengisi buku tamu.  Lebih yakin lagi, kami disambut langsung oleh Pak Bahrudin yang sudah berbalut busana pengantin. Dan kami tidak menyia-nyiakan moment ini. Kami berfoto-foto dengan riang gembira.

Pertama
Setelah duduk, minum dan menikmati hidangan, perasaanku agak aneh. Kemana rombongan 7 mobil yang di depanku? Mereka belum datang. Ternyata, rombonganku datang pertama. Aneh.
Seperempat jam kemudian, mereka baru muncul.

“Kok baru datang?” tanyaku kepada mereka.
“Kesasar ke hajatan pernikahan orang,” jawab salah satu dari mereka.
“Wah sudah kenyang dong?” kataku
“Lha untung belum masuk. Jadi amplopnya masih utuh hehe,” jawabnya dengan wajah memelas tapi kemudian tersenyum bahagia.

Acara dimulai
Prosesi pernikahan adat Jawa ini baru dimulai pada pukul 13.30. Acara ini dibuka dengan tari gambyong. Acara sesungguhnya diawali dengan cucuk lampah yang diiringi tembang dandanggulo oleh pranoto coro. Pengantin wanita diapit oleh wali terlebih dahulu menuju ke pelaminan. Menunggu pengantin pria yang datang belakangan. Acara dilanjutkan dengan lempar-lemparan daun sirih, injak telur dan tumplek punjen yaitu menumpahkan beras kuning dari selembar kain oleh pengantin pria dan diterima oleh pengantin wanita dengan selembar kain pula. Kemudian, sungkeman kepada kedua orang tua pengantin pria dan wanita diiringi tembang Asmaradana. Dilanjutkan acara srah-srahan dari pihak pengantin pria kepada pihak pengantin wanita.

Tari Bajidor Kahot
Setelah srah-srahan, acara dilanjutkan dengan pertunjukan tari Bajidor Kahot. Tari ini merupakan tari kreasi baru yang diciptakan pada tahun 2000. Tari yang mempunyai unsur gerakan dari Sunda, Betawi, Jawa, Bali dan biasanya ditarikan oleh 6-8 penari, kali ini hanya ditarikan oleh 1 orang penari. Diiringi dengan gamelan dan tembang khas pasundan, sang penari bergerak meliuk-liuk di panggung, lengan, bahu dan kepala secara dinamis tepat di depan pengantin. Gerakan pinggulnya menghentak-hentak mengikuti irama kendang. Kuperhatikan pengantin pria sama sekali tidak memperhatikan sang penari yang seksi, energik dan anggun ini. Pak Bahrudin lebih banyak menundukkan kepala. Tidak elok tentunya atau mungkin nggak enak hati sama istri barunya.

Sembari menyaksikan tari ini, para tamu dipersilahkan mengambil hidangan makan secara prasmanan.

Kirab dan Pamitan
Setelah tari Bajidor Kahot ini selesai, kedua pengantin turun panggung untuk berganti pakaian. Acara ini disebut kirab. Memanfaatkan acara turun panggung ini, kami berpamitan kepada pengantin. Acara salam-salaman berlangsung di rumah, tidak di panggung sebagaimana mestinya karena hari sudah sore.


Selamat menjalankan hidup baru Pak Bahrudin dan Mba Weni. Semoga menjadi keluarga Sakinah, Mawadah dan Rohmah. Barokalohu lakuma wa baroka ‘alaikuma. Wa jama'a bainakuma fii khoir.









Senin, 07 November 2016

DILARANG KELUAR SEBELUM WAKTU HABIS

Waktu menunjukkan pukul 06.15 WIB. Try out ujian nasional 1 untuk kelas XII baru berjalan 15 menit, tiba-tiba Mba Desi, salah seorang staf Tata Usaha masuk ruanganku sambil membawa selembar kertas.

“Tolong diumumkan Pak,” kata Mba Desi

Kubaca sebentar tulisannya: “Peserta tidak diperbolehkan meninggalkan ruangan sebelum waktu habis. Sesuai dengan Tata Tertib Peserta nomor 16". Tanpa banyak tanya, aku segera membacakan tulisan tersebut.

“Aghhh,” sambut para peserta try out riuh.

Aku tak menanggapi keriuhan para peserta try out tersebut. Mba Desi segera keluar membawa selebaran tersebut utuk diumumkan ke ruang berikutnya. Aku kembali duduk di kursi pengawas. Suasana yang masih pagi, dingin dan hening Aku memilih untuk mengobrol dengan Bu Tarmi, rekan pengawas.

Waktu menunjukkan pukul 07.15 WIB.
Aku berkeliling ruangan untuk memeriksa kartu peserta satu per satu.

“Sudah selesai?” tanyaku kepada salah satu peserta.
“Sudah Pak,” jawabnya

Nah, sekarang, aku baru tersadar. Kata-kata yang biasanya aku ucapkan setelah mendengar jawaban ini adalah : “Ya sudah dikumpulkan kemudian keluar”. Namun kali ini, kata-kata tersebut tak sempat keluar dari mulutku karena aku teringat selebaran yang dibawa Mba Desi tadi.

“Capek Pak duduk terus,” kata peserta tadi.
“Kan sudah aturannya seperti itu. Tidak boleh kelur sebelum waktu habis,” kataku

Tapi aku penasaran mengapa aturan itu harus dipertegas kembali dan diperketat. Padahal aturan ini biasanya relatif fleksibel. Peserta try out yang sudah selesai mengerjakan soal diperbolehkan untuk keluar. Ada apa ini?

“Kenapa bu, kok mereka tidak boleh keluar sebelum waktu habis?” tanyaku kepada bu Tarmi.
“Soalnya kemarin, pas pelajaran matematika, pukul 06.30 sudah pada keluar. Hanya setengah jam mereka mengerjakan 40 soal matematika.
“Oh itu tho penyebabnya. Saya tidak tahu bu, kemarin saya tidak ada jadwal mengawasi. Mungkin soalnya mudah bu. Jadi mereka bisa mengerjakan secepat itu,” kataku
“Ya tak mungkin. Secepat-cepatnya mengerjakan matematika ya tak secepat itu,” jawab beliau.

Waktu menunjukkan pukul 07.45 WIB.
Aku kembali berkeliling ruangan untuk menghilangkan rasa kantuk dan rasa capek karena duduk terus.

“Sudah boleh keluar ya Pak?” rengek salah peserta try out.
“Belum. 15 menit lagi,” jawabku
“Jenuh Pak. Kan sudah selesai,” kata dia
“Ini salah kalian kenapa kemarin 30 menit sudah keluar,” jelasku
“Soalnya susah Pak. Dipikir juga percuma Pak. Nggak bisa mengerjakan. Yang penting lembar jawabnya diisi penuh,”
“Ya sudah, tak usah protes. Anggap saja duduk hari ini untuk mengganti duduk hari kemarin,” kataku
“Tapi sudah tepos bokongnya nih Pak,” desaknnya
“Tunggu sampai pukul 08.00,” jawabku


Dalam hati aku berkata: “emangnya kalian doang yang bokongnya tepos. aku juga nih”.