alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Minggu, 20 November 2016

NONTON BARENG

Dalam rangka memperingati HUT PGRI ke-71, maka pada hari Sabtu, 19 November 2016 diadakan pertandingan volleyball guru antar sekolah. Sekolahku mengeluarkan tim putra dan putri. Pertandingan volleyball dimulai pada pukul 08.00. Karena harus bertanding maka guru yang tergabung dalam tim volleyball tidak bisa mengajar dan harus memberikan tugas untuk siswanya. Karena aku tidak termasuk anggota tim, maka aku harus tetap di sekolah untuk melaksanakan tugasku yaitu mengajar.

Jam 1-2 Kegiatan Belajar Mengajar berjalan lancar. Pada saat pergantian jam ke-3 dan aku bersiap mengajar di kelas XII MIIA 3. Kulihat siswa-siswa kelas XII IIS 4 berjalan beriringan sambil membawa tas masing-masing.

“Pada mau kemana kalian?” tanyaku
“Disuruh jadi suporter Pak?” jawab salah satu siswa
“Nanti jam ke 5-6, saya kan mengajar di kelas kalian,”
“Iya Pak. Selamat mengajar kelas kosong,” jawabnya sambil tertawa bahagia.

Setelah kukonfirmasi ke beberapa guru, ternyata benar ada perintah untuk mengirim 2 kelas untuk menjadi suporter. Baiklah, aku merelakan mereka.

Aku melangkah menuju kelas XII MIIA 3. Kulihat banyak siswa berada di luar kelas, bahkan ada yang sudah nyangklong tas di punggungnya.

“Pak, jangan mengajar ya. Yang lain pada pulang nonton volley,” cegat mereka di depan pintu.
“Itu hanya 2 kelas yang disuruh untuk menjadi suporter,” jawabku
Nggak adil Pak. Kok bukan kami yang disuruh jadi suporter,”
“Yang disuruh adalah mereka yang heboh dan suaranya keras. Kalian kan siswa-siswa yang tenang dan lembut,” jelasku merayu.
“Tapi jangan pelajaran ya Pak!” desak mereka
“Kalau nggak pelajaran mau ngapain?” tanyaku
“Cerita-cerita saja Pak,” usul salah satu siswa
“Nonton film saja Pak,” usul siswa yang lain.
“Ayo masuk dulu,” kataku

Mereka menuruti permintaanku untuk masuk kelas. Tapi kondisi kelas tidak kondusif. Mereka namaka gelisah dan tak bisa diam. Kelas sebelah kosong dan siswanya berada di luar kelas. Para siswa kelas-kelas yang lain juga banyak yang di luar. Bahkan satu siswa kelasku berhasil melarikan diri turut menjadi suporter.

“Baiklah kita nonton film bersama ya! Saya ambil laptop dulu” kataku
“horeeee,” teriak mereka serempak.

Aku mengambil laptopku di ruang guru dan segera kembali ke kelas. LCD dan laptop dinyalakan.

“Mau film apa?” tantangku
“Horor Pak,”
“Komedi Pak,”
“Perang Pak,”

Akhirnya kupilih sebuah film Indonesia dengan judul “guruku”.

15 menit pertama, para siswa masih gelisah. Pada menit ke 30, terlihat dari jendela siswa kelas lain melintas sambil membawa tasnya masing-masing.

“Pak, pulang Pak,” kata salah satu siswa
“Saya tidak berani memulangkan kalian. Ayolah, katanya nonton film,” desakku

Mereka tak berkutik. Menit-menit selanjutnya, mereka mulai tenang dan mulai menikmati alur ceritanya. Mereka sudah tidak mempedulikan kondisi di luar kelas dan fokus kepada film di depan mereka. Film ini menampilkan tokoh utama Pak Fajar, seorang guru honorer. Kehidupannya yang sederhana, bahkan bisa dikatakan kekurangan tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi guru yang mencintai ilmu dan siswanya. Kondisi anaknya tidak bisa sekolah dan harus ngojek tidak juga membuatnya tergiur dengan uang sogokan. Slogan “rawe-rawe rantas malang-malang putung” telah banyak menginspirasi siswanya. Metode mengajarnya yang memanfaatkan kondisi lingkungan dan out of the box banyak menuai kontroversi di kalangan guru yang lain dan kepala sekolah walaupun banyak mendapat dukungan dari siswa. Bahkan, ia bergeming memegang prinsip hidupnya walaupun harus dikeluarkan sebagai guru. Film ini berakhir dengan kematian tokoh utama.

Film yang diproduksi oleh Bintang pratama Entertainment bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Boyolali, SMPN 1 Boyolali dan SMAN 1 Boyolali yang berdurasi kurang lebih 112 menit ini sangat menyentuh perasaan.

Aku ikut terbawa emosi. Ku-shutdown laptopku dan kumatikan LCD. Aku tak mampu lagi bicara banyak.

“Semoga menginspirasi. Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh”

Para siswa menjawab dengan lirih: wa’alaikum salam warohmatullohi wabarokaatuh. Aku segera keluar kelas dan ternyata sekolah telah lengang. Siswa-siswaku masih belum beranjak dari dalam kelas. Sebagian di antara mereka masih larut dalam isak tangis. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar