Dalam rangka memperingati HUT PGRI ke-71, maka pada hari
Sabtu, 19 November 2016 diadakan pertandingan volleyball guru antar sekolah.
Sekolahku mengeluarkan tim putra dan putri. Pertandingan volleyball dimulai
pada pukul 08.00. Karena harus bertanding maka guru yang tergabung dalam tim
volleyball tidak bisa mengajar dan harus memberikan tugas untuk siswanya. Karena
aku tidak termasuk anggota tim, maka aku harus tetap di sekolah untuk
melaksanakan tugasku yaitu mengajar.
Jam 1-2 Kegiatan Belajar Mengajar berjalan lancar. Pada saat
pergantian jam ke-3 dan aku bersiap mengajar di kelas XII MIIA 3. Kulihat
siswa-siswa kelas XII IIS 4 berjalan beriringan sambil membawa tas
masing-masing.
“Pada mau kemana kalian?” tanyaku
“Disuruh jadi suporter Pak?” jawab salah satu siswa
“Nanti jam ke 5-6, saya kan mengajar di kelas kalian,”
“Iya Pak. Selamat mengajar kelas kosong,” jawabnya sambil
tertawa bahagia.
Setelah kukonfirmasi ke beberapa guru, ternyata benar ada
perintah untuk mengirim 2 kelas untuk menjadi suporter. Baiklah, aku merelakan
mereka.
Aku melangkah menuju kelas XII MIIA 3. Kulihat banyak siswa
berada di luar kelas, bahkan ada yang sudah nyangklong tas di
punggungnya.
“Pak, jangan mengajar ya. Yang lain pada pulang nonton
volley,” cegat mereka di depan pintu.
“Itu hanya 2 kelas yang disuruh untuk menjadi suporter,”
jawabku
“Nggak adil Pak. Kok bukan kami yang disuruh jadi
suporter,”
“Yang disuruh adalah mereka yang heboh dan suaranya keras.
Kalian kan siswa-siswa yang tenang dan lembut,” jelasku merayu.
“Tapi jangan pelajaran ya Pak!” desak mereka
“Kalau nggak pelajaran mau ngapain?” tanyaku
“Cerita-cerita saja Pak,” usul salah satu siswa
“Nonton film saja Pak,” usul siswa yang lain.
“Ayo masuk dulu,” kataku
Mereka menuruti permintaanku untuk masuk kelas. Tapi kondisi
kelas tidak kondusif. Mereka namaka gelisah dan tak bisa diam. Kelas sebelah kosong
dan siswanya berada di luar kelas. Para siswa kelas-kelas yang lain juga banyak
yang di luar. Bahkan satu siswa kelasku berhasil melarikan diri turut menjadi
suporter.
“Baiklah kita nonton film bersama ya! Saya ambil laptop dulu”
kataku
“horeeee,” teriak mereka serempak.
Aku mengambil laptopku di ruang guru dan segera kembali ke
kelas. LCD dan laptop dinyalakan.
“Mau film apa?” tantangku
“Horor Pak,”
“Komedi Pak,”
“Perang Pak,”
Akhirnya kupilih sebuah film Indonesia dengan judul “guruku”.
15 menit pertama, para siswa masih gelisah. Pada menit ke
30, terlihat dari jendela siswa kelas lain melintas sambil membawa tasnya
masing-masing.
“Pak, pulang Pak,” kata salah satu siswa
“Saya tidak berani memulangkan kalian. Ayolah, katanya
nonton film,” desakku
Mereka tak berkutik. Menit-menit selanjutnya, mereka mulai tenang
dan mulai menikmati alur ceritanya. Mereka sudah tidak mempedulikan kondisi di
luar kelas dan fokus kepada film di depan mereka. Film ini menampilkan tokoh
utama Pak Fajar, seorang guru honorer. Kehidupannya yang sederhana, bahkan bisa
dikatakan kekurangan tidak menyurutkan niatnya untuk menjadi guru yang
mencintai ilmu dan siswanya. Kondisi anaknya tidak bisa sekolah dan harus ngojek
tidak juga membuatnya tergiur dengan uang sogokan. Slogan “rawe-rawe rantas
malang-malang putung” telah banyak menginspirasi siswanya. Metode mengajarnya yang
memanfaatkan kondisi lingkungan dan out of the box banyak menuai kontroversi
di kalangan guru yang lain dan kepala sekolah walaupun banyak mendapat dukungan
dari siswa. Bahkan, ia bergeming memegang prinsip hidupnya walaupun harus
dikeluarkan sebagai guru. Film ini berakhir dengan kematian tokoh utama.
Film yang diproduksi oleh Bintang pratama Entertainment bekerja
sama dengan Pemerintah Kabupaten Boyolali, SMPN 1 Boyolali dan SMAN 1 Boyolali
yang berdurasi kurang lebih 112 menit ini sangat menyentuh perasaan.
Aku ikut terbawa emosi. Ku-shutdown laptopku dan kumatikan
LCD. Aku tak mampu lagi bicara banyak.
“Semoga menginspirasi. Wassalamu’alaikum warohmatullohi
wabarokaatuh”
Para siswa menjawab dengan lirih: wa’alaikum salam warohmatullohi wabarokaatuh. Aku segera keluar kelas dan ternyata sekolah telah lengang. Siswa-siswaku masih belum beranjak dari dalam kelas. Sebagian di antara mereka masih larut dalam isak tangis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar