Hari ini, Jum’at 25 Nopember 2016 sekolahku memperingati
Hari Guru dengan mengadakan upacara bendera. Seperti tahun-tahun sebelumnya, petugas upacara
kali ini adalah bapak dan ibu guru dan karyawan. Alhamdulillah aku tidak termasuk di dalam daftar petugas upacara. Oleh karena itu, aku hanya ikut dalam kelompok
paduan suara. Tapi pada latihan pertama, aku urung menjadi anggota paduan suara karena
harus menggantikan Pak Kas yang saat itu sakit. Aku ikut berlatih sebagai pemimpin barisan. Pada
latihan kedua, aku kembali menjadi anggota paduan suara.
Namun demikian, pada saat pelaksanaan upacara, ternyata Pak Kas kembali tidak sanggup
menjadi pemimpin barisan. Oleh karena itu, aku harus menggantikannya.
“Saya belum lancar Pak,” kataku kepada Pak Taufiq selaku
koordinator upacara.
“Nggak apa-apa Pak, pemimpin barisan 3 kan hanya mengikuti pemimpin
barisan 1. Biar saja pemimpin barisan 1 yang memberi aba-aba,” jelas Pak Taufiq
Upacara dimulai. Aku menempatkan diri di sebelah kanan barisan
3 yang terdiri dari siswa-siswa kelas X menghadap ke utara. Sedangkan barisan 1 kelas XII dan barisan 2 kelas XII menghadap ke barat.
“Upacara bendera memperingati hari guru nasional ke-71 tahun
2016 segera dimulai, masing-masing pemimpin barisan menyiapkan barisannya”
teriak Bu Titin, petugas protokol.
Aku segera maju satu langkah kemudian serong kiri dan maju
lagi lima langkah. Hadap kanan. Balik kanan. Kini aku menghadap ke selatan, ke arah barisanku. Aku segera
memberi aba-aba menyiapkan barisan.
“Siaap grak”
“Grrrrr...” para siswa kelas X tertawa
Aku terperanjat, apa yang terjadi? Apa salahku? Jangan-jangan
aba-abaku atau gerakanku ada yang salah. Aku tak bisa melihat pemimpin barisan
1 dan 2. Mereka ada di belakangku. “Mereka sedang apa ya?” Aku tak mungkin menengok.
Beberapa saat aku terdiam.
“Siaaaaaaap grak, istirahat di tempaaaaaat grak,” teriak Pak Arif, salah satu guru olahraga sebagai pemimpin
barisan 1 bersama-sama dengan Mas Seto, salah satu staf Tata Usaha sebagai pemimpin barisan 2. Demikianlah aturannya. pemimpin barisan 1 yang mengawali aba-aba dan langsung diikuti oleh pemimpin barisan 2 dan 3. Jadi, kesannya aba-abanya diucapkan secara bersamaan.
Ooo...ternyata aku terlalu cepat menyiapkan barisan.
Seharusnya bersama-sama dengan pemimpin barisan 1 dan 2.
Itulah akibatnya kalau dibilangin orang tua tidak nurut. Jadi salah. Tadi
kan Pak Taufik sudah bilang, pemimpin barisan 3 cukup mengikuti pemimpin
barisan 1. Sejak saat itu aku berjanji akan diam saja.
Biarkan Pak Arif dan Mas Seto yang berteriak memberi aba-aba. Toh, suara mereka berdua
terdengar sampai ke barisanku juga.
Beberapa kali aba-aba, aku tak ikut berteriak. Bahkan sampai akhir upacara, aku diam.
“Pak, kok diam saja. Nggak ikut teriak,” komentar siswa di sampingku.
“Kamu dengar tidak aba-abanya?” tanyaku
“Dengar Pak,” jawabnya
“Ya sudah. Ikuti saja. Saya tak perlu ikut berteriak.
Mubazir,” kataku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar