alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Kamis, 26 Mei 2016

KANTONG BAGONG

Dalam kegiatan Rapat Persiapan UKK pada hari Sabtu tanggal 21 Mei 2016 pukul 10.00 WIB, Bu Tri memohon ijin untuk menyampaikan laporan keuangan. Bu Tri adalah bendahara dari segala bendahara atau juragan bendahara. Banyak kegiatan yang keuangannya dipegang oleh Bu Tri: temongan, PGRI, evadir dan kantong semar.

Kantong semar adalah istilah pengelolaan keuangan yang menampung tabungan para guru dan karyawan. Tabungan ini tidak bisa diambil secara pribadi tapi pemanfataannya digunakan untuk kegiatan yang bersifat komunal (bersama-sama), misalnya untuk piknik. Bu Tri menyampaikan bahwa atas usulan Kepala Sekolah, mulai tahun ini istilah kantong semar diganti menjadi kantong bagong agar isinya lebih banyak.

Pertanyaannya, apakah kata kantong semar berasal dari kata kantongnya Si Semar? Apakah Semar dan Bagong mempunyai kantong? Benarkah kantongnya Bagong lebih besar dari kantongnya Semar?

Menganggap kantong semar berasal dari kata “kantong” dan “semar” adalah sebuah keanehan. Kantong semar adalah nama sebuah tanaman pemakan serangga bernama latin nepenthes. Dalam bahasa Inggris, tanaman ini disebut tropical pitcher plant yang berarti tanaman kendi dari daerah tropis. Bukan “Semar bag”. Tanaman ini mempunyai sulur berbentuk kantong yang berfungsi sebagai alat perangkap yang digunakan untuk memakan mangsanya yang masuk ke dalam.

Apabila Kantong Semar dianggap sebagai kantongnya Semar (salah satu tokoh punakawan), dalam sejarah pewayangan Semar tidak pernah membawa kantong ataupun memakai celana berkantong. Oleh karena itu tak ada alasan yang mendukung bahwa kantong semar berasal dari kata “kantongnya Semar”. Maka, aneh sekali apabila kantong semar diganti dengan kantong bagong. Sama seperti Semar, Bagong yang dalam pewayangan Sunda dikenal dengan nama Cepot atau Astrajingga dan dalam pewayangan Banyumasan dikenal dengan nama Bawor pun tak pernah membawa kantong atau memakai celana berkantong. Dia selalu telanjang dada, memakai kain batik kawung dan bersenjata kudi.

Mungkinkah ada alasan tertentu sehingga kantong semar diganti dengan kantong bagong? Mungkinkah Bagong masa kini tidak lagi memakai kain batik kawung dan telah berganti dengan celana cargo yang berkantong banyak?

Hanya Tuhan, Kepala Sekolah dan Bu Tri yang tahu.




Bagong

Semar

Kantong Semar



 Celana Cargo

Rabu, 25 Mei 2016

FIRA

Di setiap upacara, ada peristiwa yang kutunggu-tunggu yaitu pengibaran bendera. Bukan karena aku suka dengan benderanya yang merah putih, bukan karena aku tergila-gila kepada tiang bendera. bukan karena aku naksir pembawa benderanya yang biasanya cantik, dan bukan pula karena aku suka posisi sikap menghormat (badan tegap dan tangan kanan diangkat ke depan pelipis), tapi karena aku suka melihat dirigen yang memimpin lagu Indonesia Raya.

Meskipun posisiku menghadap ke arah tiang bendera, tapi mataku melirik ke kiri, ke arah paduan suara yang sedang menyanyikan lagu Indonesia Raya, terutama tertuju kepada dirigennya, seorang gadis scorpio yang mengaku belajar dirigen secara otodidak sejak SMP. Anis Safirah namanya. Selain wajahnya yang cantik, gaya dalam memimpin menyanyikan lagu Indonesia Raya sangat ekspresif. Gerakan tangan dan tubuhnya menghentak-hentak mengikuti nada, wajahnya berekspresi antara senyum dan semangat patriotik yang membara, mulutnya (tanpa suara) nampak turut menyanyikan bait lagu. Terbukti, Paduan suara yang dipimpinnya terlarut dalam ekspresi semangat kepahlawanan. Tak lupa, Indonesia Raya ini selalu diakhiri dengan senyum manisnya.

Melihat kepiawaian Fira dalam memimpin paduan suara, aku teringat kepada para konduktor yang sudah terkenal seperti Addie MS yang memimpin twilite orchestra dan Erwin Gutawa yang memimpin Erwin Gutawa orkestra, Andi Rianto yang memimpin Magenta Orchestra, Dwiki Darmawan, dan Purwatjaraka. Orang-orang tersebut adalah para konduktor handal di Indonesia. Ternyata, mereka bisa menjadi konduktor handal karena mereka belajar musik. Mereka seorang musikus. Mereka tahu seluk beluk nada, irama, alat musik dan segala macam bunyi-bunyian. Mereka juga seorang komposer yaitu orang menciptakan hasil karya musik. Maka, kusarankan kepada Fira: "Belajar musiklah Fira!"

Tanpa kusadari, lama-lama mataku pegal karena melirik ke arah kiri terus-menerus. Tapi aku harus mengucapkan satu kata untuk Fira :

“Excellent !”

Selasa, 24 Mei 2016

KABINET BARU

Tahun pelajaran 2015 / 2016 akan segera berakhir dan tahun pelajaran baru akan segera  tiba. Di tahun ini, ada dua wakil kepala yang memasuki masa purna tugas yaitu wakil kepala urusan hubungan masyarakat dan urusan sarana prasarana. Pengangkatan wakil kepala sekolah adalah hak prerogatif Kepala Sekolah, tapi sesuai dengan adat dan kebiasaan di sekolahku, pengangkataan wakil kepala sekolah dilakukan sesuai DUK (Daftar Urut Kepangkatan). Setelah 3 tahun, wakil kepala sekolah lama akan digantikan oleh orang lain yang DUK-nya berada di bawahnya dan telah mempunyai golongan III/c . Dengan sistem ini, semua guru mempunyai kesempatan untuk menjadi wakil kepala sekolah. Tinggal menunggu waktu.

Menjadi wakil kepala sekolah merupakan batu loncatan untuk menjadi Kepala Sekolah karena salah satu syarat menjadi kepala sekolah adalah pernah menjadi wakil kepala sekolah. Selain sebagai batu loncatan, jabatan wakil kepala sekolah mempunyai nilai yang sama dengan 12 jam mengajar. Jadi, seorang wakil kepala sekolah hanya mempunyai kewajiban mengajar 12 jam dari 24 jam mengajar wajib. Bagi seorang guru yang kekurangan jam mengajar, hal ini bisa menjadi alternatif untuk memenuhi jumlah jam mengajar wajib agar tunjangan sertifikasi guru bisa tetap lancar.

Untuk menjabat wakil kepala sekolah, biasanya disesuaikan dengan kemampuannya. Misalnya, guru yang mempunyai pengalaman berorganisasi, dekat dengan siswa dan tahu tentang kegiatan siswa maka akan diangkat menjadi wakil kepala urusan kesiswaan. Guru yang mengetahui tentang jenis-jenis sarana dan prasarana sekolah, harga barang, dan juga bangunan sekolah maka akan diangkat menjadi wakil kepala urusan sarana dan prasarana. Guru yang mempunyai kemampuan human relation, komunikasi yang baik, suka traveling dan suka kuliner akan diangkat menjadi wakil kepala urusan Hubungan Masyarakat. Sedangkan guru yang mempunyai keahlian lebih di bidang pedagogik, bisa membuat perangkat pembelajaran dengan baik, lulus UKG dan lulus evadir akan diangkat menjadi wakil kepala urusan kurikulum.

Menurut isu yang beredar, minggu-minggu ini akan dilaksanakan seleksi oleh Kepala Sekolah. Untuk itu, para guru menunggu-nunggu panggilan sambil berdebar-debar.

Namun demikian, aku bukan termasuk orang yang berdebar-debar. Menurut DUK, aku masih jauh di bawah. Golonganku juga masih III/b. Lagi pula, syarat-syarat lainnya tak ada yang pas bagiku: 
  1. untuk menjadi  Wakil kepala urusan kesiswaan: aku tak pernah menjadi pengurus organisasi apapun kecuali anggota. 
  2. untuk menjadi  Wakil kepala urusan sarana dan prasarana: aku tidak begitu tahu sarana prasarana sekolah dan harga-harganya. Yang kutahu hanya harga sprei (kan aku jualan sprei).
  3. untuk menjadi  Wakil kepala urusan hubungan masyarakat: aku orang rumahan dan tak suka traveling. Dalam hal kuliner, aku juga berprinsip aswaja (asal wareg saja), hanya bisa membedakan makanan enak dan tidak enak melalui rasa ke-asin-an dan tidak. Dan sampai kini masih takut mendatangi warung makan yang memampang banyak foto artis dan pejabat. Biasanya terkenal dan mahal.
  4. untuk menjadi  Wakil kepala urusan kurikulum: semua guru yang bergelar S.Pd. telah mendapat mata kuliah pedagogik yang matang. Sedangkan aku bergelar S.S. yang hanya tahu sedikit tentang pedagogik. Buktinya UKG-ku hanya memperoleh nilai 58. Memprihatinkan. Tentang kurikulum, semua orang tahu, aku ikut evadir karena tak sanggup membuat perangkat.

Jadi, jangan berharap mendapat panggilan untuk duduk di jajaran kabinet baru.

Rabu, 18 Mei 2016

POSISI YANG ANEH

Pada upacara memperingati Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei 2016 kali ini, guru dan staf TU tidak mempunyai tempat. Ruang terbuka di bawah pohon mangga sebelah utara yang biasanya ditempati guru dan staf TU digunakan untuk memasang tratag yang akan digunakan untuk lomba mas mba dan karaoke. Untuk itu, Guru dan staf TU dipersilahkan menempatkan diri di sebelah selatan menghadap ke utara. Berbeda dengan sebelah utara yang teduh karena sinar matahari terhalang pohon mangga yang rimbun, di sebelah selatan hanya ada pohon sawo kecik yang tingginya baru 3 meter. Pohon sawo kecik ini hanya cukup untuk menutupi sebagian kecil guru dan staf TU. Sebagian lainnya masih kepanasan, termasuk aku.

“Tak apalah, matahari pagi banyak mengandung vitamin D, baik untuk kesehatan,” pikirku

Pada awalnya, posisi guru dan staf TU (apabila ditarik garis lurus) sudah tepat berada di tengah-tengah antara pembina upacara yang menghadap ke timur dan peserta upacara (siswa) yang menghadap ke barat. Akan tetapi, matahari yang tak mau diam di tempat (takut kiamat), semakin lama semakin tinggi. Sinarnya yang semakin panas menerpa seluruh guru dan staf TU. Keringat dari dahiku mulai menetes. Mungkin karena terbiasa dimanjakan di tempat yang rindang, tanpa malu-malu (kepada para siswa), semuanya (termasuk aku) bergeser ke timur mendekati pohon sawo kecik untuk mencari perlindungan. Kini, sebagian besar berada di bawah pohon sawo kecik yang semakin terasa mungil dan sesak. Seandainya pohon sawo kecik itu bisa bicara, pasti sudah sejak tadi dia berteriak-teriak “sesak..sempit...panas...bau keringat”.


Dan sekarang, barisan guru dan staf TU telah bergeser ke timur sejajar dengan para siswa tapi tetap menghadap ke utara kepanasan. Sebuah posisi yang aneh.

PRENJAK

Film Prenjak (In The Year of Monkey) yang menjadi satu-satunya film karya anak bangsa Indonesia di Cannes Film Festival, Prancis tahun 2016 ini mengingatkanku pada Yogyakarta, kota tempat aku kuliah pada tahun 90-an. Film pendek berdurasi 12 menit karya Sutradara Wregas Bhatuneja mengangkat kejadian unik dan menggelitik tentang “menonton kehormatan perempuan”. Kejadian tersebut sebenarnya adalah sebuah kebiasaan yang sudah terjadi sejak dulu. Setahuku, kebiasaan ini hanya terjadi di wilayah lokalisasi seperti Pasar Kembang alias Sarkem dan Sanggrahan (sudah lama tutup) dilakukan oleh para penjaja kehormatan ketika pengunjung sepi walaupun menurut sang Sutradara, film ini terinspirasi oleh penjual ronde di alun-alun yang juga “membuka lapak”.

Pada tahun 90-an, dengan membayar Rp. 100,-, seorang anak di bawah umur dapat melihat kehormatan perempuan dengan cara menyalakan sebatang korek api sampai api di batang korek api itu padam. Berbagai cara dilakukan oleh “penonton kecil tersebut” agar durasi nyala korek semakin panjang. Kalaupun di dalam “Prenjak”, satu batang korek api dihargai Rp. 10.000,-, mungkin karena kurs rupiah sekarang adalah Rp. 14.000,- per US dollar. Sementara pada tahun 90-an kurs rupiah adalah Rp.3.000,- per US dollar. Mengapa anak kecil? Secara etika, wilayah anak bau kencur adalah hanya secara visual dan verbal, tidak boleh menyentuh apalagi  menjelajah. Oleh karena itu, wilayah kehormatan perempuan tersebut menjadi wilayah teritorial  yang steril dari segala macam okupasi secara fisik oleh anak kecil.

Meskipun pelaku di film ini digambarkan dengan orang dewasa, tapi tak mengurangi keunikan dan ke-menggelitik-an kisah yang diangkat sehingga pantas film ini masuk dalam kategori Semaine de la Critique.

Bravo.


trailer film prenjak bisa dilihat di : https://www.youtube.com/watch?v=cWyZYPVGsFE

Selasa, 17 Mei 2016

BAU IKAN

Mentari mulai menampakkan kehangatannya setelah tadi pagi nampak bersinar ragu-ragu. Hangatnya mulai terasa. Berkas sinarnya memantul di lapangan basket. Aku pun turut bersemangat menerangkan pronom possesif ketika tiba-tiba tercium bau tak sedap. Bukan hanya aku yang merasakan. Beberapa siswa berkomentar sama.

“Bau ikan kok sampai sini?” kata Hida, salah satu siswa dengan nada heran.

Benar. Ini adalah bau ikan dijemur. Fenomena bau ini sebenarnya hal biasa bagi masyarakat Batang karena Batang adalah salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Tengah. Kegiatan menjemur ikan dan bau ikan dijemurpun bukan sesuatu yang asing. Semuanya terasa biasa. Tapi ketika bau ini bisa mencapai sekolahku, ini adalah sesuatu yang jarang terjadi. Sekolahku berjarak sekitar 7 kilometer dari laut utara dan melewati hutan-hutan rakyat. Aku pikir bau ikan ini akan terserap oleh pepohonan yang masih melingkupi wilayah sekolahku. Tapi tidak. Bau ini masih bisa menembus hutan-hutan rakyat di wilayah Rowobelang, pasekaran dan sekitarnya.


“Mungkin angin utara sedang bertiup kencang”, pikirku

Kamis, 12 Mei 2016

KARNAVAL

Dalam rangka HUT Kabupaten Batang ke-50 yang jatuh pada tanggal 8 April 2016, pada hari Rabu tanggal 20 April 2016 diselenggarakan karnaval budaya. Karnaval ini diikuti oleh perwakilan seluruh instansi di Kabupaten Batang.

Sekolahku menampilkan pewayangan. Beberapa siswa didandani dengan pakaian wayang. Ada yang menjadi Arjuna, Gatotkaca, Bima, Anoman, Sembadra, dan Punokawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong). 

Karnaval dimulai pada pukul 13.00 WIB. Para peserta berjalan kaki dari lapangan Dracik sampai ke alun-alun.


Karena aku tak ikut karnaval, aku menonton di pinggir jalan sambil sekali-kali mengabadikan para peserta karnaval dengan kamera digitalku. Cekrek...cekrek...cekrek.

UPACARA HARI KARTINI

Dalam rangka memperingati hari Kartini 21 April 2016, sekolahku menyelenggarakan upacara bendera. Petugas upacaranya special karena semuanya perempuan. Pembina upacaranya juga perempuan yaitu Wakil kepala sekolah urusan kesiswaan, Ibu Arie.

Dalam amanatnya, Bu Arie menyampaikan sebuah pidato secara tertulis.

“Perempuan tidak hanya sekedar “konco wingking” bagi laki-laki. Perempuan harus mempunyai pengetahuan yang setara dengan laki-laki tapi jangan melupakan ketrampilan perempuan untuk memasak, mencuci dan mendidik anak,” kata Bu Arie dengan semangat yang menggebu-gebu.

Pidato ini berisi tentang “perempuan menggugat” sebagaimana Kartini telah menggugat kondisi perempuan pada jamannya. Pidato yang disampaikan kurang lebih selama 20 menit sangat inspiratif tidak saja bagi kaum perempuan tapi juga kaum laki-laki agar bisa lebih menghargai perempuan.

Di akhir pidato, tak ada satu menteri pun yang disebutkan sebagaimana pidato dalam rangka memperingati hari besar nasional. Aku berburuk sangka, “lancang sekali Bu Arie ini, kok berani-beraninya membacakan sebuah pidato tanpa menyebutkan orang yang membuatnya”.


Setelah selesai upacara, aku baru tahu bahwa pidato yang sangat inspiratif itu disusun oleh Bu Arie sendiri. Pantas saja tak ada nama menteri yang disebutkan.

LOMBA GURU

Dalam rangka memeriahkan HUT ke-16 sekolahku yang jatuh pada tanggal 2 Mei, panitia mengadakan berbagai lomba. Hari Sabtu tanggal 30 April 2016 diadakan lomba Ranking 1 untuk siswa dan lomba kebersamaan untuk guru. Tanggal 2 Mei 2016 diadakan lomba untuk siswa yaitu karaoke duet dangdut, mas dan mba, tumpeng, dan kelas indah.

Acara lomba guru rencananya dimulai pada pukul 09.30 tapi sampai pukul 10.30 para peserta belum muncul di lapangan. Panggilan kepada peserta sudah dilakukan melalui speaker.

“Tolong Pak, dipanggil sekali lagi,” perintah Pak Agus selaku koordinator lomba kepadaku.

Aku menuju ruang guru. Bapak Ibu guru masih sibuk dengan perlengkapan masing-masing. Ada yang sedang berganti seragam. Ada yang berdandan dengan dandanan yang unik. Ada yang sibuk merias wajahnya dengan riasan yang aneh. Ada yang sedang menyiapkan yel-yel.

“Bapak, Ibu. Sudah ditunggu di lapangan. Lombanya mau dimulai,” kataku dengan suara agak keras supaya semuanya mendengar.

15 menit kemudian, mereka muncul. Pak Agus tak menyai-nyiakan waktu. Acara langsung dimulai. Lomba pertama adalah lomba “Balik terpal”. Lomba ini menggunakan sistem gugur. Dua kelompok harus beranding adu cepat. Masing-masing kelompok harus membalik terpal ukuran 2 x 3 meter. Bagian atas dibalik menjadi bagian bawah. Cara membaliknya yaitu masing-masing kelompok yang beranggotakan 6-7 orang harus berada di atas terpal dan selama terpal dibalik kaki harus tetap berada di atas terpal dan tidak boleh menyentuh lantai. Siapa yang cepat dia yang menang dan maju ke babak berikutnya.
Aku memberi contoh sekali sebelum 2 kelompok maju. Setelah mengetahui aturan dan cara bermain, kini saatnya bertanding.

Kelompok 1 melawan kelompok 2. Sebelum lomba dimulai, masing-masing kelompok megeluarkan yel-yelnya. Pemenang lomba “Balik Terpal” adalah kelompok 2.

Acara dilanjutkan dengan lomba meniup bola pingpong. Ada 7 gelas kosong berjajar. Gelas pertama berisi air setengah dan sebuah bola pingpong. Bola pingpong ini harus dipindah ke gelas nomor 2 dan seterusnya. Caranya adalah peserta mengambil air yang telah disediakan oleh panitia di sebuah ember yang berjarak sekitar 10 meter dari tempat gelas tersebut. Air ini digunakan untuk memenuhi gelas pertama. Setelah air penuh, bola pingpong ditiup supaya pindah ke gelas berikutnya. Apabila bola tersebut jatuh keluar gelas maka diambil dan diulangi meniupnya sampai masuk ke tempat yang benar. Lomba ini dimenangkan oleh kelompok 2 juga.


Lomba ketiga adalah memindah bola pinpong dari satu orang ke orang lain dalam kelompoknya. Caranya: masing-masing peserta memakai gelas air mineral bekas yang diberi tali rafia dan diikatkan dikening. Bola pingpong dimasukkan ke gelas peserta pertama dan harus dipindahkan ke gelas peserta berikutnya. Acara ini batal dilaksanakan karena hari sudah terlalu siang.

MAKASSAR (DOUBLE-S)

Setelah pengumuman kelulusan pada tanggal 7 Mei 2016, para siswa meminta Surat Keterangan Hasil Ujian Sementara (SKHUS) untuk mendaftar kuliah, mendaftar kerja atau mendaftar ulang di perguruaan tinggi negeri bagi mereka yang diterima melalui SNMPTN. SKHUS dikeluarkan oleh kepala sekolah karena Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) belum keluar. SKHUS berisi data siswa (nama, tempat dan tanggal lahir, NISN) serta nilai rata-rata raport, nilai Ujian Sekolah dan nilai Ujian Nasional.

Sebagai salah satu anggota tim pembuat SKHUS, aku bertanggung jawab atas kebenaran pengisian data siswa maupun nilai. Sebagai manusia biasa, ada saja kesalahan yang aku lakukan dalam pembuatan SKHUS. Maka, aku bersiaga untuk memperbaiki SKHUS yang salah setiap saat.

Pagi tadi, salah satu siswa mengajukan komplain kepadaku karena kesalahan tempat lahir.

“Saya lahir di Makasar Pak. Di SKHUS masih tertulis Batang, minta tolong untuk diperbaiki !”

Aku segera membuka data SKHUS di komputer untuk aku perbaiki. Aku ganti kata “Batang” menjadi “Makasar”

“Makasar, double-s Pak,” katanya setelah mengetahui aku menulis “Makasar”.
“Yang benar? Double-s?” kataku sambil menghentikan ketikanku.
“Iya Pak, double-s,” tegasnya.

Aku ragu. Segera aku menanyakan kepada Bapak Ibu guru yang ada di ruang guru.

“Bapak Ibu, Makasar itu s-nya satu atau dua?” tanyaku setengah berteriak.
“Satu Pak,” jawab mereka serempak
“Dua Pak,” sanggah siswa tersebut.

Karena penasaran, aku segera browsing di internet. Baru saja aku menulis Makas, telah muncul kata Makassar (double s). Bahkan, tak kutemukan kata Makasar (s tunggal). Oh, kemana saja aku selama ini. Mengapa baru tahu bahwa Makassar ditulis dengan double-s. Benar-benar kurang piknik !


Segera kuketik kata “MAKASSAR” (double s) dengan mantap.