Sebagai pengawas Ulangan Tengah Semester
1, tampang seram dan galak sudah kupersiapkan sehari sebelumnya. Hari pertama aku
mengawasi di ruang 04 yang ditempati oleh kelas X dan kelas XII. Dengan wajah
tanpa senyum yang telah kupasang sejak kemarin, kubacakan tata tertib
peserta, kubagikan soal dan lembar jawab satu per satu, kuisi berita acara, kuedarkan
daftar hadir, kuperiksa kartu peserta UTS, dan sekali lagi, kuperingatkan
jangan sampai ada yang menyontek.
30 menit awal, suasana sunyi tetap terjaga. Suasana seperti ini membuatku nyaman untuk mengantuk.
30 menit berikutnya, peserta
mulai gelisah. Rupanya, ada beberapa soal yang mulai terasa sulit.
Tengak-tengok dimulai. Mulutku mulai mengeluarkan desis ular. “Ssssssttttt....” Pada saat ini desisku masih cukup ampuh untuk mengembalikan
posisi kepala peserta.
30 menit terakhir sudah mulai tak terkendali. Tengak-tengok kepala dan bisik-bisik mulai semakin berdengung. Desisku sudah mulai tak dihiraukan. Tanganku mulai memberikan isyarat dan mataku mulai keluar. Tak dihiraukan juga. Rasa tegangku dimulai. Aku berdiri dari tempat dudukku. Inspeksi dimulai. Kuberjalan berkeliling dari lajur kiri ke belakang, bergeser ke lajur tengah , ke depan, ke lajur kanan ke belakang. Bolak-balik. Dengan cara ini, situasi kembali terkendali walaupun ada yang komentar.
“Bapak jalan-jalan terus. Nanti capek lho,” kata mereka.
Aku diam saja. Mukaku tetap kupasang jaim (jaga image).
“Silahkan kumpulkan soalnya di depan. Jawaban ditinggal di meja,” kataku ketika bel tanda usai berbunyi.
Kukumpulkan lembar jawab berurutan. Kuhitung dan kumasukkan kembali
ke dalam amplop. Setelah kukunci pintu, kuberjalan menuju sekretariat untuk
mengumpulkan lembar jawab beserta perangkat tes lainnya. Selesai.
Segera kuberlari ke toilet.
“Ghhrraaa,” teriakku di toilet. Kucuci mukaku. Kulepaskan semuanya,
penatku, wajah seramku dan tampang galakku di WC. Ternyata jaim itu capek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar