Sebagai gadis berzodiak Leo, anak ini punya kemauan keras. Agak tomboi. Jiwa kepemimpinanya sangat menonjol. Sempat
dicalonkan jadi ketua OSIS. Tapi dia mengundurkan diri. Ia
suka berdiskusi tentang berbagai hal, agama, politik, ekonomi, dll. Pikirannya
menjelajah. Karena keinginannya untuk melakukan penelitian, dia mengusulkan
kepadaku untuk mendirikan KIR di sekolah. Akhirnya, berdiri ekstrakurikuler KIR
dengan anggota tunggal, dia sendiri.
Bicaranya ceplas-ceplos apa adanya, tanpa tedeng
aling-aling. Kadang tanpa anggah-ungguh. Aku yang tidak suka dengan
formalitas, suka-suka saja dengan sikap dan pemikirannya. Bebas merdeka. Walau
kadang ada beberapa guru yang kurang suka dengan sikapnya. Pernah suatu ketika,
Bu Tri (nama samaran) salah seorang guru BK menegurku karena aku tak menegurnya
saat dia bicara kepadaku sambil duduk di atas meja. Sementara aku berdiri.
“Pak, tidak sopan
sekali anak itu. Bapak kok diam saja. Mbok ditegur”, katanya di ruang guru.
Aku sendiri bingung dengan tegurannya. Di satu sisi, aku
tidak terbiasa dengan anggah-ungguh yang terlalu feodalis. Di sisi lain, lebih
tidak sopan kalau aku menegurnya secara langsung.
Tapi bagaimanapun, aku terpaksa mereka-reka kalimat yang
harus aku sampaikan kepada anak yang menurut orang lain ini tidak sopan:
“Kamu di depanku yang sopan dong. Duduknya jangan di atas
meja. Duduk harus pada tempatnya, di kursi dan jangan jegang. Bicara
yang sopan. Kepalanya menunduk. Aku kan gurumu. Harus dihormati. Masak sama
guru, tidak sopan. Siswa macam apa kamu,” kira-kira seperti itulah kata-kata
yang harus aku sampaikan kepadanya. Tapi menurutku, kata-kata seperti itu sangat
otoriter, lebih tidak sopan, sombong dan egois. Aku jadi bingung, bagaimana
menegur siswa seperti itu.
Setelah merenung, akhirnya aku menemukan cara yang mungkin tidak
menyinggung perasaan, yaitu menyampaikan materi tata krama secara umum di depan
kelas.
“Anak-anak, kita ini orang Jawa. Bagaimanapun, kita harus
menjunjung budaya dan adat Jawa. Salah satunya adalah unggah ungguh atau sopan
santun di depan orang yang lebih tua dari kita. Kepada orang tua kita, kakek,
nenek, kakak, pa’de, paman, termasuk kepada guru kita. Untuk itu, saya mohon
kalian juga bisa menunjukkan unggah-ungguh di depan guru-guru kalian di sekolah
ini. Misalnya, ketika bertemu di jalan, menyapa, tersenyum. Bersalaman dengan
mencium tangan. Ketika berhadapan dengan guru bicara yang jelas tapi lembut. Duduk yang sopan jangan jegang dan jangan duduk di atas meja,” kataku penuh hati-hati, jangan sampai dia tersinggung.
“Wah..Bapak nyindir nih. Bapak kemarin tersinggung ya aku
duduk di atas meja? Bilang langsung saja Pak,” kata dia tanpa kompromi.
Ah, anak ini memang tidak bisa sedikit saja diajak basa-basi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar