alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Selasa, 07 Oktober 2014

CIPTO RINI

Sebagai gadis berzodiak Leo, anak ini punya kemauan keras. Agak tomboi. Jiwa kepemimpinanya sangat menonjol. Sempat dicalonkan jadi ketua OSIS. Tapi dia mengundurkan diri. Ia suka berdiskusi tentang berbagai hal, agama, politik, ekonomi, dll. Pikirannya menjelajah. Karena keinginannya untuk melakukan penelitian, dia mengusulkan kepadaku untuk mendirikan KIR di sekolah. Akhirnya, berdiri ekstrakurikuler KIR dengan anggota tunggal, dia sendiri.
Bicaranya ceplas-ceplos apa adanya, tanpa tedeng aling-aling. Kadang tanpa anggah-ungguh. Aku yang tidak suka dengan formalitas, suka-suka saja dengan sikap dan pemikirannya. Bebas merdeka. Walau kadang ada beberapa guru yang kurang suka dengan sikapnya. Pernah suatu ketika, Bu Tri (nama samaran) salah seorang guru BK menegurku karena aku tak menegurnya saat dia bicara kepadaku sambil duduk di atas meja.  Sementara aku berdiri.
 “Pak, tidak sopan sekali anak itu. Bapak kok diam saja. Mbok ditegur”, katanya di ruang guru.
Aku sendiri bingung dengan tegurannya. Di satu sisi, aku tidak terbiasa dengan anggah-ungguh yang terlalu feodalis. Di sisi lain, lebih tidak sopan kalau aku menegurnya secara langsung.
Tapi bagaimanapun, aku terpaksa mereka-reka kalimat yang harus aku sampaikan kepada anak yang menurut orang lain ini tidak sopan:
“Kamu di depanku yang sopan dong. Duduknya jangan di atas meja. Duduk harus pada tempatnya, di kursi dan jangan jegang. Bicara yang sopan. Kepalanya menunduk. Aku kan gurumu. Harus dihormati. Masak sama guru, tidak sopan. Siswa macam apa kamu,” kira-kira seperti itulah kata-kata yang harus aku sampaikan kepadanya. Tapi menurutku, kata-kata seperti itu sangat otoriter, lebih tidak sopan, sombong dan egois. Aku jadi bingung, bagaimana menegur siswa seperti itu.
Setelah merenung, akhirnya aku menemukan cara yang mungkin tidak menyinggung perasaan, yaitu menyampaikan materi tata krama secara umum di depan kelas.
“Anak-anak, kita ini orang Jawa. Bagaimanapun, kita harus menjunjung budaya dan adat Jawa. Salah satunya adalah unggah ungguh atau sopan santun di depan orang yang lebih tua dari kita. Kepada orang tua kita, kakek, nenek, kakak, pa’de, paman, termasuk kepada guru kita. Untuk itu, saya mohon kalian juga bisa menunjukkan unggah-ungguh di depan guru-guru kalian di sekolah ini. Misalnya, ketika bertemu di jalan, menyapa, tersenyum. Bersalaman dengan mencium tangan. Ketika berhadapan dengan guru bicara yang jelas tapi lembut. Duduk yang sopan jangan jegang dan jangan duduk di atas meja,” kataku penuh hati-hati, jangan sampai dia tersinggung.
“Wah..Bapak nyindir nih. Bapak kemarin tersinggung ya aku duduk di atas meja? Bilang langsung saja Pak,” kata dia tanpa kompromi. 
Ah, anak ini memang tidak bisa sedikit saja diajak basa-basi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar