Awal pembelajaran selalu dimulai dengan do'a yang dipimpin oleh ketua kelas.
"Siaap grak. berdo'a mulai," begitulah aba-aba yang selalu diucapkan.
Semua orang menundukkan kepala. Tak ada riuh, tak ada bisik. Semua sibuk dengan do'anya masing-masing. Kita tak tahu apa yang masing-masing kita panjatkan. Siswa-siswaku tak tahu apa yang aku panjatkan. Aku pun tak tahu apa yang siswa-siswaku panjatkan. Mestinya mereka meminta kebaikan-kebaikan.
Demikian pula aku. Aku selalu menyempatkan berdo'a dengan khusyuk. Aku selalu berdo'a sesuai dengan kondisi kelas yang akan aku ajar. Saat aku mengajar kelas yang relatif tenang dan pendiam (bukankah ada pepatah "air tenang menghanyutkan"), aku berdo'a:
"Ya Alloh berilah kelancaran kepadaku dalam mengajar dan dan berilah kepahaman kepada mereka dalam menerima pelajaran. Jadikanlah ilmu yang mereka terima menjadi ilmu yang bermanfaat. Dan jadikanlah mereka menjadi orang yang bermanfaat dengan ilmunya dan menjadi orang-orang yang sholih".
Do'a ini akan selalu kuulang di kelas yang mempunyai karakter sama walaupun ada beberapa perubahan ketika kondisi dan situasinya berbeda. Misalnya: "dan berilah kesejukan hati dan pikiran di cuaca yang panas ini" atau "dan berilah kehangatan di pagi yang dingin ini".
Do'a ini pun akan sedikit berubah ketika aku mengajar di kelas yang super ramai. (bukankah ada pepatah juga "air berriak tanda tak dalam")
"Ya Alloh berilah ketabahan dan kesabaran kepadaku dalam mengajar dan tenangkan mereka dalam menerima pelajaran. Masukkanlah ilmu kepada mereka dan jadikan ilmu yang bermanfaat. Dan jadikanlah mereka menjadi orang yang bermanfaat dengan ilmunya dan menjadi orang-orang yang sholih".
Pada akhir pembelajaran juga selalu diakhiri dengan do'a. Sebagaimana do'aku pada awal pembelajaran, do'aku pada akhir pembelajaran juga berbeda-beda:
"Subhanalloh walhamdulillah.... Ya Alloh, terima kasih kepadamu yang telah memberi kelancaran kepadaku dalam mengajar. Jadikanlah ilmu yang aku berikan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi mereka."
atau
"Alhamdulillah....Ya Alloh, terima kasih kepadamu yang telah memberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi siswa-siswaku ini. Jadikanlah mereka menjadi siswa-siswa yang semakin baik".
atau
"Astaghfirulloh" 33 x
Jumat, 31 Oktober 2014
Sabtu, 25 Oktober 2014
MENGAWASI ULANGAN
Sebagai pengawas Ulangan Tengah Semester
1, tampang seram dan galak sudah kupersiapkan sehari sebelumnya. Hari pertama aku
mengawasi di ruang 04 yang ditempati oleh kelas X dan kelas XII. Dengan wajah
tanpa senyum yang telah kupasang sejak kemarin, kubacakan tata tertib
peserta, kubagikan soal dan lembar jawab satu per satu, kuisi berita acara, kuedarkan
daftar hadir, kuperiksa kartu peserta UTS, dan sekali lagi, kuperingatkan
jangan sampai ada yang menyontek.
30 menit awal, suasana sunyi tetap terjaga. Suasana seperti ini membuatku nyaman untuk mengantuk.
30 menit berikutnya, peserta
mulai gelisah. Rupanya, ada beberapa soal yang mulai terasa sulit.
Tengak-tengok dimulai. Mulutku mulai mengeluarkan desis ular. “Ssssssttttt....” Pada saat ini desisku masih cukup ampuh untuk mengembalikan
posisi kepala peserta.
30 menit terakhir sudah mulai tak terkendali. Tengak-tengok kepala dan bisik-bisik mulai semakin berdengung. Desisku sudah mulai tak dihiraukan. Tanganku mulai memberikan isyarat dan mataku mulai keluar. Tak dihiraukan juga. Rasa tegangku dimulai. Aku berdiri dari tempat dudukku. Inspeksi dimulai. Kuberjalan berkeliling dari lajur kiri ke belakang, bergeser ke lajur tengah , ke depan, ke lajur kanan ke belakang. Bolak-balik. Dengan cara ini, situasi kembali terkendali walaupun ada yang komentar.
“Bapak jalan-jalan terus. Nanti capek lho,” kata mereka.
Aku diam saja. Mukaku tetap kupasang jaim (jaga image).
“Silahkan kumpulkan soalnya di depan. Jawaban ditinggal di meja,” kataku ketika bel tanda usai berbunyi.
Kukumpulkan lembar jawab berurutan. Kuhitung dan kumasukkan kembali
ke dalam amplop. Setelah kukunci pintu, kuberjalan menuju sekretariat untuk
mengumpulkan lembar jawab beserta perangkat tes lainnya. Selesai.
Segera kuberlari ke toilet.
“Ghhrraaa,” teriakku di toilet. Kucuci mukaku. Kulepaskan semuanya,
penatku, wajah seramku dan tampang galakku di WC. Ternyata jaim itu capek.
Jumat, 24 Oktober 2014
PROBLEM PENDIDIKAN NASIONAL
Kebiasaanku sarapan
dengan nasi megono dan sepotong tempe goreng ternyata memberi manfaat tambahan selain kenyang. Berbungkus selembar daun pisang
dan koran bekas di luarnya. Murah meriah, cukup 1.500 perak. Pagi ini, kubaca
sebuah artikel di koran bekas bungkus nasi megono-ku berjudul “Problem Pendidikan Nasional”. Disebutkan bahwa
salah satu problem pendidikan nasional adalah "ada diskoneksitas (ketidaknyambungan)
antara pendidikan dan potensi sumber daya alam dan kearifan lokal/ budaya".
Seketika aku terbayang siswaku, Deni. Dia pernah bertanya kepadaku:
“Pak, di perguruan tinggi ada tidak jurusan “Peternakan Badak, Gajah, Harimau atau Orang Utan”?
Deni, siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini mempunyai hobi memelihara binatang. Ada berbagai jenis kucing, monyet, tokek, ular, iguana di rumahnya.
“Kalau tidak dilarang, saya bahkan ingin memelihara harimau sumatra Pak,” kata dia suatu hari
Tidak hanya memelihara, dia juga ingin belajar tentang teknologi binatang. Sekarang ini, ilmu tentang binatang dan reptil sementara dia dapatkan dari internet. Itupun hanya sekedar cara memelihara dan merawat. Dia bermimpi hewan piaraannya tidak hanya untuk dipelihara tetapi juga bisa untuk dikembangbiakkan, bahkan dimanfaatkan dengan teknologi modern. Dia ingin menciptakan jenis tokek broiler, membuat teknologi penggemukan orang utan untuk konsumsi, mengembangkan varietas ular, kloning gajah, penangkaran harimau sumatra, dan penetasan telur buaya beserta DOC-nya (day old crocodille). Dia ingin binatang-binatang langka khas Indonesia bisa dikandangkan, digemukkan, dikembangbiakkan, diternakkan oleh masyarakat umum, dimanfaatkan dagingnya seperti ayam,kambing atau sapi.
Dia beranggapan bahwa tidak perlu mengembangkan teknologi pembuatan mobil, sepeda motor, komputer. Toh, dia tidak mungkin bisa mengejar teknologi mereka karena teknologi tersebut telah mereka kuasai beratus-ratus tahun. Biarkan orang-orang Amerika, Eropa, dan Jepang yang membuat mobil, sepeda motor, dan komputer.
Yang dia inginkan adalah teknologi yang dimanfaatkan untuk pengembangan binatang khas Indonesia. Dia bercita-cita mendirikan “Warung Sate Badak, Tongseng Gajah, Rendang Orang Utan” asli Indonesia hasil ternak sendiri.
Seketika aku terbayang siswaku, Deni. Dia pernah bertanya kepadaku:
“Pak, di perguruan tinggi ada tidak jurusan “Peternakan Badak, Gajah, Harimau atau Orang Utan”?
Deni, siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ini mempunyai hobi memelihara binatang. Ada berbagai jenis kucing, monyet, tokek, ular, iguana di rumahnya.
“Kalau tidak dilarang, saya bahkan ingin memelihara harimau sumatra Pak,” kata dia suatu hari
Tidak hanya memelihara, dia juga ingin belajar tentang teknologi binatang. Sekarang ini, ilmu tentang binatang dan reptil sementara dia dapatkan dari internet. Itupun hanya sekedar cara memelihara dan merawat. Dia bermimpi hewan piaraannya tidak hanya untuk dipelihara tetapi juga bisa untuk dikembangbiakkan, bahkan dimanfaatkan dengan teknologi modern. Dia ingin menciptakan jenis tokek broiler, membuat teknologi penggemukan orang utan untuk konsumsi, mengembangkan varietas ular, kloning gajah, penangkaran harimau sumatra, dan penetasan telur buaya beserta DOC-nya (day old crocodille). Dia ingin binatang-binatang langka khas Indonesia bisa dikandangkan, digemukkan, dikembangbiakkan, diternakkan oleh masyarakat umum, dimanfaatkan dagingnya seperti ayam,kambing atau sapi.
Dia beranggapan bahwa tidak perlu mengembangkan teknologi pembuatan mobil, sepeda motor, komputer. Toh, dia tidak mungkin bisa mengejar teknologi mereka karena teknologi tersebut telah mereka kuasai beratus-ratus tahun. Biarkan orang-orang Amerika, Eropa, dan Jepang yang membuat mobil, sepeda motor, dan komputer.
Yang dia inginkan adalah teknologi yang dimanfaatkan untuk pengembangan binatang khas Indonesia. Dia bercita-cita mendirikan “Warung Sate Badak, Tongseng Gajah, Rendang Orang Utan” asli Indonesia hasil ternak sendiri.
Jumat, 17 Oktober 2014
MENUNGGU PAK HAJI
Rasa kantukku sudah tak tertahankan. Pak Agus dan Pak Gito sekeluarga belum juga datang. Kabarnya mereka pulang pukul 01.00. Sekarang sudah jam 02.00, belum juga ada tanda-tanda kedatangan mereka. Pelan-pelan aku rebahkan tubuhku di karpet. Acara TV yang tidak menarik semakin menambah syahdunya angin malam.
Kudengar suara burung murai batu tetanggaku bersahutan. Kulihat jam dinding: pukul 05.00. Kutersentak setengah meloncat. Tergopoh kutengok rumah Pak Agus (lebih dekat daripada rumah Pak Gito). Sepi. Segera kuambil air wudlu dan kukerjakan sholat shubuh yang sudah terlambat di kamar. Rasa penasaranku belum hilang. Kutengok sekali lagi rumah Pak Agus. Masih sepi. Kulangkahkan kaki ke rumahnya. Hanya ada anak laki-lakinyasedang duduk di teras rumah. Kuberanikan untuk bertanya:
"Bapak Ibu sudah kondur?" tanyaku
"Sudah Pak, tadi jam 03.00, sekarang sedang istirahat," jawabnya
"Ya sudah, nanti saja saya ke sini lagi," kataku
Wah, ternyata aku ketiduran. Hilang sudah kesempatanku untuk mencium wangi Mekah Madinah dari Pak Haji yang baru sampai. Utamanya wangi kurma dan air zam-zamnya yang sudah lama terbayang di pelupuk mata.
Ba'da maghrib, aku bersama bapak-bapak jama'ah maghrib mengunjungi rumah Pak Agus dan Pak Gito. Melepas rasa kangen setelah lebih dari 1 bulan tak bertemu. Secangkir air zam-zam dan buah kurma yang membuatku penasaran akhirnya tersuguhkan.
Kudengar suara burung murai batu tetanggaku bersahutan. Kulihat jam dinding: pukul 05.00. Kutersentak setengah meloncat. Tergopoh kutengok rumah Pak Agus (lebih dekat daripada rumah Pak Gito). Sepi. Segera kuambil air wudlu dan kukerjakan sholat shubuh yang sudah terlambat di kamar. Rasa penasaranku belum hilang. Kutengok sekali lagi rumah Pak Agus. Masih sepi. Kulangkahkan kaki ke rumahnya. Hanya ada anak laki-lakinyasedang duduk di teras rumah. Kuberanikan untuk bertanya:
"Bapak Ibu sudah kondur?" tanyaku
"Sudah Pak, tadi jam 03.00, sekarang sedang istirahat," jawabnya
"Ya sudah, nanti saja saya ke sini lagi," kataku
Wah, ternyata aku ketiduran. Hilang sudah kesempatanku untuk mencium wangi Mekah Madinah dari Pak Haji yang baru sampai. Utamanya wangi kurma dan air zam-zamnya yang sudah lama terbayang di pelupuk mata.
Ba'da maghrib, aku bersama bapak-bapak jama'ah maghrib mengunjungi rumah Pak Agus dan Pak Gito. Melepas rasa kangen setelah lebih dari 1 bulan tak bertemu. Secangkir air zam-zam dan buah kurma yang membuatku penasaran akhirnya tersuguhkan.
Minggu, 12 Oktober 2014
OPERASI HP
Operasi HP memang selalu bikin
heboh. Mendadak dan sangat rahasia. Semacam operasi silumannya Densus 88. Acara
ini terselenggara berkat kerjasama antara Wakil Kepala sekolah bidang Kesiswaan
dengan Guru BK dengan melibatkan seluruh guru. Tujuannya adalah mencegah dan
menghindarkan siswa dari hal-hal negative yang dapat diakses melalui HP.
Pemeriksaan terutama difokuskan untuk mencari film dan gambar porno.
Tim penggeledah memasuki ruang
demi ruang. HP dikumpulkan tanpa kecuali. Ada berbagai macam merk HP, dari HP
berharga ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Setelah terkumpul, HP-HP tersebut
dibawa ke ruang BK dan dibuka satu per satu. Semua guru turut bertugas membuka
isi HP, memeriksa satu per satu isi HP: Gallery, Video, Kamera, Unduhan, Flash
Media Player, bahkan inbox.
Repotnya adalah ketika menemukan HP
ber-password atau dengan teknologi terbaru. Seperti HP layar sentuh terbaru yang
sedang kulihat-lihat ini. Warnanya covernya putih dan lis warna perak. Ada pin
Hello Kitty di kanan atas. Sesuai tugasku sekarang, aku mencoba menyentuh
layarnya untuk mengetahui menu dan isinya. Tiba-tiba…
“Bagaiiimanaa caranyaa agar...kau…”, terdengar lagu “Cinta Mati”nya Agnes
Monika keras sekali.
Aku kaget.
“Gimana mematikannya ini?” tanyaku
gugup.
Semua guru yang ada di ruang BK,
mencoba menghentikan lagu itu tapi berhasil. Tidak tahu pula cara mematikan
HPnya. Beberapa menit dicoba pencet sana pencet sini, tak mati juga. Sementara Agnes
Monika sudah menyelesaikan satu lagu dan bersiap menyanyikan lagu lainnya.
Semuanya menyerah. Jalan terakhir adalah memanggil si pemilik HP.
Si pemilik HP datang. Sekali
pencet, Agnes Monika turun panggung. Akhirnya aku suruh pemiliknya membuka-buka
isi HPnya sendiri dan aku hanya menontonnya sambil melongo terkagum-kagum.
Lha, kalau aku dibohongi, ga tahu
juga.
Rabu, 08 Oktober 2014
FINGER PRINT
Mulai tanggal 1 Oktober 2014 diberlakukan absensi
menggunakan finger print, sebuah alat absensi dengan sidik jari dan scan mata. Dengan
deg-degan, aku berdiri di depan mesin finger print. Ada sebuah layar mungil. Di
sebelah kiri ada angka 06.43 yang menunjukkan jam, di sebelah kanan ada gambar
sketsa wajah. Kutatap dalam-dalam mesin itu. Wajahku muncul di layar mungil
sebelah kanan. Karena arah menghadapku kurang pas dan mataku belum muncul di
layar, mesin berbunyi, “tut” dan muncul tanda silang di layar sebelah kiri. Kuulangi
sekali lagi, kuhadapkan wajahku dengan tepat di depan mesin. Kulihat wajahku
lengkap ada di layar. Di cekungan sebelah kanan layar ada lampu hijau menyala.
Kuletakkan jari telunjuk kananku di
tempat itu. Rasanya hangat. Kemudian terdengar suara “Thankyou” dan muncul gambar
sidik jari di sebelah kiri serta data diriku, NIP, Nama, tulisan Verified di
sebelah kanan. Kuhirup nafas panjang dan kukeluarkan dengan puas. Lega. Tanpa
sadar, senyumku mengembang (jadi cengar-sengir sendiri seperti kawanku yang
setiap pagi teriak-teriak di depan toko enderdil sepeda). Bagaimanapun, ada sebuah
sensasi setelah berhasil mengawali absensi dengan mesin yang aneh ini.
Mesin finger print ini beroperasi secara online. Absen datang
dibuka dari pukul 06.15 sampai dengan 07.00. Absen pulang dibuka dari pukul
14.00 sampai dengan pukul 15.30. Kecuali pada hari jum’at dan hari sabtu. Pada hari
Jum’at absen pulang dibuka pada pukul 11.00. dan pada hari Sabtu dibuka pada
pukul 12.30. Setiap guru harus datang sebelum jam 07.00 dan pulang setelah jam
14.00. untuk itu, kita harus menunggu setengah jam untuk melakukan finger print
karena sekolah usai pada pukul 13.30. Hal ini berkaitan dengan aturan jam kerja
PNS 37,5 jam per minggu. Jadi setiap hari, PNS harus bekerja 7 jam dari hari senin
sampai hari kamis, 4 jam pada hari jum’at, dan 5,5 jam pada hari sabtu.
Dengan adanya finger print ini, kini ada kegiatan baru di
sekolahku: makan siang bersama. Cacing-cacing di perut tak bisa kompromi dan
tak mau tahu dengan finger print. Jadwal makan siang mereka harus tepat waktu. Terpaksa
deh... isi kantin sekolah yang tinggal sisa-sisa terpaksa kami sikat juga.
Anggaran jadi membengkak.
ULANGAN TENGAH SEMESTER
Pada hari Senin, 6 Oktober 2014, di sekolah kami akan diadakan ulangan tengah semester 1. Untuk itu, pada hari Sabtu, 4 Oktober 2014 pukul 08.00 diadakan kebersihan kelas oleh para siswa. Ruang kelas harus disapu dan dipel dan kaca jendela dibersihkan. Tujuannya adalah agar Ulangan Tengah Semester 1 dapat dilaksanakan dengan tenang di ruangan yang bersih. Wali kelas mengawasi pelaksanaan kebersihan tersebut di kelasnya masing-masing.
“Ayo...ayo.... yang bersih,” teriakku memberikan komando.
Aku kan wali kelas.
Setelah ruang kelas bersih, kartu ulangan kubagikan. Tentu
saja dengan beberapa syarat yaitu: Lunas SPP sampai bulan Oktober, SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi) minimal 50
% atau satu juta rupiah untuk kelas X. Dengan ketentuan ini, siswa terbagi
menjadi beberapa kriteria: sukses, pending, cancel.
- Siswa yang tergolong sukses adalah mereka yang lunas sesuai ketentuan. Di kartu pembayaran, ter-cap lunas. Mereka pulang dengan hati berbunga-bunga membawa kartu ulangan.
- Siswa yang tergolong pending adalah siswa yang harus antri terlebih dahulu di loket pembayaran. mereka harus berpeluh keringat terlebih dahulu sebelum menjadi siswa yang sukses menerima kartu ulangan.
- Siswa yang tergolong cancel adalah mereka yang sudah antri lama di loket pembayaran ternyata uangnya kurang atau sama sekali tidak turut antri karena tak ada uang yang dibayarkan. Golongan ini terbagi lagi menjadi beberapa golongan. Ada yang dengan ikhlas mententeng kartu sementara dan surat pernyataan kesanggupan membayar untuk ditandatangani oleh orang tua. Ada yang kurang ikhlas sehingga merayu sampai menangis supaya diberi kartu ulangan.
“Yang penting bisa ikut ulangan walaupun hanya dengan kartu
sementara,” kataku menghibur
“Tapi kan malu Pak, ketahuan kalau belum mbayar,” jawab dia
dengan wajah sembab.
“Kalau ingin tidak malu, nanti di rumah bilang ke ayah atau ibumu
untuk segera membayar biaya sekolah. Kalau orang tuamu belum punya uang, suruh
tanda tangani surat pernyataan ini kapan sanggup membayarnya. Dan ingat ...besok
Senin tetap harus ikut ulangan. Paham?,” kataku cukup tegar menghadapi
rayuan gombal itu. Dan tak lupa aku berikan motivasi untuk tetap belajar giat
supaya mendapat nilai yang bagus.
“Jangan lupa, belajar yang rajin,” tambahku
“Bapak pelit,” jawabnya langsung kabur.
IDUL ADHA BERBEDA
Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama mengumumkan bahwa Idul Adha tahun ini jatuh pada hari Minggu, 5 Oktober 2014. Menurut versi Muhammadiyah, Idul Adha jatuh hari Sabtu, 4 Oktober 2014. Pemerintah Arab Saudi juga memutuskan pada hari Sabtu, 4 Oktober 2014 dan wukuf Haji dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 3 Oktober 2014.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten mengeluarkan edaran
bahwa pada hari Sabtu tanggal 4 Oktober 2014 sekolah masuk pada pukul 08.00
untuk memberi kesempatan kepada guru dan siswa yang berlebaran pada hari itu untuk
megikuti shalat ied.
“Ah, jadi bingung
nih, yang benar yang mana sih?” komentar salah satu siswa
“Asyik Idul Adhanya dua kali, ramai nih, bisa nyate dua kali”
komentar siswa yang lain.
Selasa, 07 Oktober 2014
CIPTO RINI
Sebagai gadis berzodiak Leo, anak ini punya kemauan keras. Agak tomboi. Jiwa kepemimpinanya sangat menonjol. Sempat
dicalonkan jadi ketua OSIS. Tapi dia mengundurkan diri. Ia
suka berdiskusi tentang berbagai hal, agama, politik, ekonomi, dll. Pikirannya
menjelajah. Karena keinginannya untuk melakukan penelitian, dia mengusulkan
kepadaku untuk mendirikan KIR di sekolah. Akhirnya, berdiri ekstrakurikuler KIR
dengan anggota tunggal, dia sendiri.
Bicaranya ceplas-ceplos apa adanya, tanpa tedeng
aling-aling. Kadang tanpa anggah-ungguh. Aku yang tidak suka dengan
formalitas, suka-suka saja dengan sikap dan pemikirannya. Bebas merdeka. Walau
kadang ada beberapa guru yang kurang suka dengan sikapnya. Pernah suatu ketika,
Bu Tri (nama samaran) salah seorang guru BK menegurku karena aku tak menegurnya
saat dia bicara kepadaku sambil duduk di atas meja. Sementara aku berdiri.
“Pak, tidak sopan
sekali anak itu. Bapak kok diam saja. Mbok ditegur”, katanya di ruang guru.
Aku sendiri bingung dengan tegurannya. Di satu sisi, aku
tidak terbiasa dengan anggah-ungguh yang terlalu feodalis. Di sisi lain, lebih
tidak sopan kalau aku menegurnya secara langsung.
Tapi bagaimanapun, aku terpaksa mereka-reka kalimat yang
harus aku sampaikan kepada anak yang menurut orang lain ini tidak sopan:
“Kamu di depanku yang sopan dong. Duduknya jangan di atas
meja. Duduk harus pada tempatnya, di kursi dan jangan jegang. Bicara
yang sopan. Kepalanya menunduk. Aku kan gurumu. Harus dihormati. Masak sama
guru, tidak sopan. Siswa macam apa kamu,” kira-kira seperti itulah kata-kata
yang harus aku sampaikan kepadanya. Tapi menurutku, kata-kata seperti itu sangat
otoriter, lebih tidak sopan, sombong dan egois. Aku jadi bingung, bagaimana
menegur siswa seperti itu.
Setelah merenung, akhirnya aku menemukan cara yang mungkin tidak
menyinggung perasaan, yaitu menyampaikan materi tata krama secara umum di depan
kelas.
“Anak-anak, kita ini orang Jawa. Bagaimanapun, kita harus
menjunjung budaya dan adat Jawa. Salah satunya adalah unggah ungguh atau sopan
santun di depan orang yang lebih tua dari kita. Kepada orang tua kita, kakek,
nenek, kakak, pa’de, paman, termasuk kepada guru kita. Untuk itu, saya mohon
kalian juga bisa menunjukkan unggah-ungguh di depan guru-guru kalian di sekolah
ini. Misalnya, ketika bertemu di jalan, menyapa, tersenyum. Bersalaman dengan
mencium tangan. Ketika berhadapan dengan guru bicara yang jelas tapi lembut. Duduk yang sopan jangan jegang dan jangan duduk di atas meja,” kataku penuh hati-hati, jangan sampai dia tersinggung.
“Wah..Bapak nyindir nih. Bapak kemarin tersinggung ya aku
duduk di atas meja? Bilang langsung saja Pak,” kata dia tanpa kompromi.
Ah, anak ini memang tidak bisa sedikit saja diajak basa-basi.
Rabu, 01 Oktober 2014
BOCORAN (1)
“Siapa yang tadi malam belajar?”,
tanyaku persis seperti guru TK.
Tidak ada yang mengangkat tangan.
“Jadi, kalian tidak belajar tadi
malam?” tanyaku heran, “Terus, kapan kalian belajar?”
“Tak pernah belajar Pak”, kata
mereka serempak.
“haa……! Tak pernah belajar?
Kalian ini sudah kelas XII sebentar lagi Ujian Nasional. Kalian harus
mempersiapkan diri sejak sekarang?”, kataku dengan semangat sampai
berbusa-busa.
“Tak perlu dipersiapkan Pak,”
jawab salah satu dari mereka dengan santai.
“Kenapa?,” tanyaku penasaran
“Kan ada bocoran,” jawabnya menohok jantungku.
Rupanya, jawaban itu merupakan efek domino dari isu bocoran jawaban Ujian
Nasional sejak 2 tahun yang lalu.
Begini isunya:
Walaupun pemerintah mengklaim bahwa ada 1500 paket soal Ujian Nasional yang
diujikan di setiap sekolah sehingga setiap anak dalam satu sekolah akan
mengerjakan soal yang berbeda, tapi hukum “pencuri lebih pintar dari polisi”
berlaku juga. Dengan membayar 100.000 rupiah, mereka mendapatkan kunci jawaban.
Para agen pembocor kunci jawaban mengirimkan kunci jawaban ke wakil agen di
sekolah (salah satu siswa) untuk digandakan sesuai jumlah siswa yang telah
memesan. Sebelum masuk ruang Ujian Nasional, setiap siswa pembeli kunci jawaban
telah menerima selembar kertas yang berisi jawaban lengkap 20 paket untuk mata
pelajaran hari itu. Menurut cerita, dari 1500 paket soal ini ternyata sebenarnya
hanya ada 20 kunci jawaban berkode. Kode kunci jawabannya yaitu suku kata
pertama soal nomor 1. Jadi (menurut cerita juga), untuk kunci jawaban
berkode se- digunakan untuk soal yang
pada kalimat nomor 1 berbunyi : sebaiknya, sebagian, selanjutnya, seminggu,
dst. Untuk kunci jawaban berkode de-
digunakan untuk soal yang pada kalimat nomor 1 berbunyi : dengan, demikian,
desakan, dst.
Mereka yang hati-hati dan takut apabila kunci jawabannya salah, meneliti
kembali soal dengan jawaban mereka sendiri. Mereka yang ingin nilainya lebih
tinggi juga harus mengerjakan soal yang di lembar kunci jawaban tidak ada
jawabannya. Perlu diketahui bahwa setiap paket kunci jawaban tidak 100 %
dijawab, hanya sekitar 60 % sampai 80 %. Sisanya, terserah kepada peserta Ujian
Nasional, apakah mau dilengkapi atau cukup ikhlas mendapat nilai sesuai dengan jumlah
jawaban yang tersedia dalam lembar kunci jawaban.
Isu ini didengar,
dipelajari dan dijadikan pedoman oleh adik kelas mereka yang sekarang sedang
duduk di kelas XII. Efeknya luar biasa: buat apa belajar kalau dengan 100.000 rupiah
bisa lulus dengan mudah.
Kalau isu ini benar, pertanyaannya:
- Mengapa soal Ujian Nasional ini bisa bocor?
- Siapakah agen yang telah membocorkan Ujian Nasional ini?
- Dari mana mereka mengetahui hanya ada 20 kode dalam 1500 paket soal?
Apapun jawabannya, bocoran
kunci jawaban Ujian Nasional ini mungkin dianggap turut mensukseskan
pelaksanaan Ujian Nasional.
Langganan:
Postingan (Atom)