Dua puluh satu tahun setelah aku meninggalkan pondok pesantren Wahid Hasyim, baru kali ini aku bersama istriku dan anak laki-lakiku sowan kembali ke pondok. Tujuan pertama sowan ke Simbah Nyai Hadiyah Abdul Hadi, kemudian sowan ke Pak Kyai Jalal Suyuthi dan Ibu Nyai Nelly.
Mendapat informasi bahwa Simbah Nyai Hadiyah Abdul Hadi masih tindak, aku berziarah ke maqbaroh Simbah Kyai Abdul Hadi terlebih dahulu.
Selesai ziarah, kulihat Pak Kyai Jalal Suyuthi (putra K.H. Abdul Hadi) yang sekarang menggantikan menjadi pengasuh pondok, memakai kaos warna abu-abu, sarung kotak-kotak, dan sandal selop sedang melihat-lihat bangunan baru yang masih dalam proses pembangunan. Aku segera menemui beliau.
"Assalamu 'alaikum," sapaku
"Weh, Pak Basuki. Keprime kabare?" dengan logat Banyumasan kental seakan menyesuaikan dengan logatku yang ngapak-ngapak karena asalku dari Purbalingga.
Dalam hati aku tercengang dengan sapaan beliau. Dua puluh satu tahun tak pernah bertemu, tak kusangka beliau masih mengenal namaku dan asal daerahku.
Aku segera menyalami beliau dan mencium tangannya namun tak berhasil karena beliau segera menarik tangannya.
#
Kyai Jalal mengajakku untuk masuk ke ndalem. Kami ngobrol ngalor-ngidul sebelum Bu Nyai Abdul Hadi kondur.
"Nah itu Simbah sudah kondur," kata Pak Kyai Jalal.
"Kersanipun. Kalau beliau harus istirahat, mboten nopo-nopo," kataku.
"Nggak apa-apa. Beliau senang sekali kalau ada santri yang nengokin."
Pak Kyai Jalal meninggalkan kami setelah Simbah Nyai Hadiyah Abdul Hadi datang menemui kami. Beliau masih seperti dulu. Murah senyum dan menentramkan. Kami mengenang dan mengulang cerita pada tahun 90-an ketika kami masih mondok dan ketika Simbah Kyai Abdul Hadi masih sugeng.
Sehat-sehat selalu Simbah Nyai Hadiyah Abdul Hadi, Pak Kyai Jalal Suyuthi, Ibu Nyai Nelly Jalal Suyuthi, Pak Kyai Sonhaji, Mba Aminah Ulinuha, Pak Saiful Anam, Mba Hindun, Mba Fatimah, Gus Jazim, Gus Nur Wahid dan keluarga beserta keluarga besar Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar