"Ayo murah. Hanya dua puluh lima ribu rupiah per kilo. Besar-besar," teriak Bu Yanti menawarkan Srikaya hasil kebunnya.
Srikayanya besar-besar. Dengan kulit warna kuning.
""Hari ini hanya bawa lima buah. Yang mau beli, silahkan pesan dulu. Minggu depan sudah panen," imbuh Bu Yanti.
Srikaya (annona squamosa) adalah salah satu tanaman semak yang buahnya banyak menganfung zat besi. Sedangkan bijinya dapat digunakan sebagai pestisida alami dan pemberantas kutu rambut. Makanya, jangan sekali-kali mengunyah biji srikaya. Bukannya kenyang, kau akan keracunan. Tapi kalau ditelan tanpa dikunyah, biji srikaya akan tetap utuh dan keluar bersama kotoran. Semacam kopi yang ditelan oleh luwak dan menjadi kopi luwak. Siapa tahu bisa dibuat menjadi kopi biji srikaya. Coba saja.
"Saya pesan satu kilo Bu," kataku.
Banyak ibu-ibu yang ikut memesan Srikaya. Bu Yanti nampak sibuk mencatat pesanan. Namun, karena aku pesan paling awal, aku tidak perlu menunggu satu minggu lagi. Aku diberi tiga buah Srikaya yang sudah dibawanya.
"Ini satu kilo Bu?" tanyaku.
"Kurang lebihnya satu kilo," jawab beliau sambil menimbang-nimbang tiga buah Srikaya itu dengan tangannya.
Aku tak mau protes dan percaya saja dengan timbangan manual tangannya. Kuberikan uang dua puluh lima ribu rupiah sebagai tanda sah pembayaran atas satu kilo srikaya.
Tak mau rugi, sampai rumah kutimbang srikaya tersebut.
"Jangan-jangan kurang dari satu kilo," batinku.
Akan kuprotes seandainya timbangannya sampai kurang dari 1 kg. Akan kuurus sampai ke ujung langit atas ketidaksesuaian ini.
Dengan penuh hati-hati kuambil timbangan dan kuletakkan 3 buah srikaya tersebut di atas timbangan. Ternyata hasilnya adalah 1,25 kilogram.
Kali ini, aku jadi ragu-ragu untuk mengurus ketidaksesuaian hasil timbangan ini kepada Bu Yanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar