Pak Ahmad Mustaqim adalah salah satu ustadzku di Pondok Pesantren Wahid Hasyim. Selain mengajar di madrasah diniyah beliau juga menjabat sebagai kepala MTs Wahid Hasyim. Atas paksaan beliau pula, aku menjadi guru di MA Wahid Hasyim.
Beliau tinggal satu kamar denganku di Asrama Ali bin Abu Tholib paling pojok dekat sumur. Beliau orangnya sopan, baik hati, tidak sombong dan halus. Beliau selalu berbicara menggunakan Bahasa Jawa krama inggil. Hal ini membuatku kikuk, tidak bisa guyon, gojekan dan ngomong saru. Padahal kata beberapa sufi "Urip mung mampir guyon".
Untuk mencairkan suasana, kupancing dan kuledek beliau dengan bahasa ngoko tur saru setiap hari. Semenjak sekamar dengan beliau, kegiatan isengku bertambah yaitu menghitungkan jumlah pancalan beliau untuk menyalakan Suzuki Jet Coooled kesayangannya yang tidak pernah kurang dari 50 kali.
Mungkin kesal dan tak tahan dengan kelakuanku, akhirnya beliau tidak lagi berbahasa Jawa krama inggil dan berubah menjadi Bahasa Jawa Ngoko.
"Jadi semakin asyik untuk guyon dan ngguyoni ustadzku yang satu ini," batinku.
Setelah 21 tahun tidak bertemu, kemarin aku bertemu beliau beserta keluarganya. Kami berbincang akrab karena sudah lama sekali tak bertemu. Lha kok beliau kembali menggunakan Bahasa Jawa krama inggil lagi.
"Aku jadi tak bisa ngomong saru lagi."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar