Kang Qosim Assodiqi adalah teman seperjuanganku di pondok dalam urusan belakang, urusan dapur, koperasi, dan lain-lain.
Walaupun bukan urusanku, aku kadang suka mencampuri urusan orang lain. Salah satunya, ikut ngliwet di kantin pondok, ikut mencuci piring, ikut bikin teh. Keuntungannya mendapat makan gratis.
Dengan pelatihan bersama Kang Qosim ini, aku tidak kikuk untuk mencuci piring, ngliwet, bikin teh dengan cara teh dimasukkan ke plastik lalu plastiknya dicoblos-coblos dan dimasukkan ke dalam air mendidih, semacam teh celup pada masa sekarang dalam porsi besar.
Ing wolak-walike jaman, sekarang Kang Qosim sudah sukses. Selain mengurusi masjid, beliau menjadi juragan beras dan kontraktor bangunan.
"Menjadi kontraktor ternyata perlu bergaya sedikit biar tidak diremehkan orang," katanya mengawali pembicaraan.
Maka ke mana-mana, dia harus membawa mobil.
"kalau cuma naik sepeda motor, tidak dipercaya orang," tambahnya.
Dia menceritakan perjalanan hidupnya sambil menghisap dalam-dalam "Djarum 76"nya. Aku mendengarkan pengalamannya dengan antusias.
"Kalau begitu, masih ada yang harus diubah dari sampeyan Kang," kataku.
"Apa lagi?" tanyanya.
"Rokokmu harus ganti dengan Djie Sam Soe."
"Wah, tidak bisa. Ini soal selera dan kecocokan. Tak ada yang cocok di mulut kecuali Djarum 76 ini," ujarnya.
Kali ini aku baru terpikirkan untuk mengusulkan untuk mengganti wadahnya saja. Isinya tetap 76.
Mudah-mudahan dia membaca tulisan ini dan berpikir ulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar