alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Kamis, 12 Maret 2020

MENGANTAR MEMBUAT KTP



Mumpung sedang libur sekolah karena siswa kelas XII sedang menjalani Ujian Sekolah (US) dan aku tak bertugas menjadi pengawas US, hari ini aku menyempatkan waktu untuk mengantar anakku yang sudah genap berumur 17 tahun untuk membuat KTP baru. Hanya kuantar dan kutemani, berbekal fotocopy Kartu Keluarga (KK) semua urusan anakku sendiri yang menjalani.

"Sana tanya sendiri ke ibu atau bapak petugas yang ada di kantor kelurahan," suruhku
"Bilangnya gimana?"
"Pak Bu mau membuat KTP caranya gimana?"

Seperti mau disuntik imunisasi, anakku merajuk.
"Ayolah Pa...temani,"
"Urus sendiri," kataku

Anakku masuk ke kantor kelurahan sementara aku menunggu di luar. Lima menit selesai. Berbekal surat pengantar dari kelurahan, kami menuju ke Disdukcapil yang kantornya ada di belakang kecamatan.

Di sini antrinya lama.

Sambil menunggu, iseng aku menyapa perempuan di sampingku yang masih mengenakan seragam sekolah.
"Mba mau bikin KTP juga?"
"Nggak Pak. Mau ambil,"
"Oh... Tinggal ambil ya. Berarti sudah ngurus sejak kemarin ya?" tanyaku
"Sudah enam bulan Pak. Sejak September dua ribu sembilan belas,"
"Oh.. Lama sekali ya,"
"Iya Pak,"

Aku membayangkan pasti nanti KTP anakku juga lama. Setidaknya masih harus menunggu sampai bulan September.
"Seandainya tak ada kasus korupsi e-KTP, mungkin tidak selama ini." kataku

Setelah menunggu beberapa lama, dari lubang loket, petugas mulai memanggil satu per satu untuk menerima KTP yang sudah jadi.

"Sadino,"
Seorang laki-laki maju menuju loket dan menerima KTP.
"Sumarni,"
Seorang ibu maju dan menerima KTP.
"Ariani,"
Tak ada yang maju
"Arianiii," petugas mengulangi sekali lagi dengam nada yang agak mendayu.
"Arianiiiii," sekali lagi dengan lebih mendayu. Tujuannya agar pemilik nama atau yang mewakili mendengar.
Semua orang saling memandang dan mencari siapa pemilik nama tersebut.
Tak ada yang maju juga.
"Fahri," akhirnya petugas memanggil nama yang lain. Seorang ibu maju sambil berkata "Itu anak saya Bu, saya ibunya," jelas seorang ibu. Sambil menyerahkan fotocopy KK. Di depan loket ada pengumuman bahwa KTP boleh diambil oleh anggota keluarga lainnya dengan menunjukkan fotocopy KK.

Setelah terpanggil semuanya, petugas mengulangi panggilan dari awal.
"Ariani,"
"Arianiiii,"
"Arianiiiii,"
Seorang laki-laki yang sejak tadi duduk di bangku depanku maju ke loket.
"Dari tadi sudah dipanggil-panggil kok nggak dengar," kata petugas agak jengkel
"Maaf Bu, itu istri saya yang baru. Jadi belum terbiasa ketika dipanggil namanya. Hafalnya masih nama istri yang lama,"

Upss....

Masih menunggu.

"Yang mau foto e-KTP silahkan masuk lewat pintu samping," kata ibu petugas tiba-tiba.

Anakku masuk. Aku menunggu di luar dan tak ikut masuk. Sepuluh menit dia menjalani sesi foto.
"Sudah selesai?" tanyaku ketika dia keluar.
"Sudah," jawabnya singkat.
"Surat Keterangannya mana?" tanyaku karena e-KTP yang belum jadi akan diganti dengan Surat Keterangan sementara sampai e-KTPnya jadi.
"Nggak pakai surat keterangan. Minggu depan e-KTPnya sudah jadi. Suruh ngambil sambil bawa fotocopy KK," terang anakku
"Wow.. Kok cepat sekali. Mba yang tadi sampai enam bulan lho." kataku

"Mungkin Mba-nya bikinnya e-KTP yang dikorupsi,"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar