“Ini anak pada kemana?” tanyaku melihat ada 6 bangku
kkosong saat aku masuk ke kelas XI MIPA 4 pada jam ke 5. Jam tersebut tepat
setelah istirahat pertama.
“Lagi pada makan mie di kantin Pak,” jawab salah satu
siswa
“Waktu
istiraahatnya kan sudah habis,”
“Iya Pak”
Akhirnya aku memulai aktivitasku dengan mengabsen.
Satu per satu kupanggil siswaku dan ada 6 anak yang masih di kantin.
Ketika aku selesai mengabsen, 6 anak tersebut muncul.
“Dari mana kalian?” tanyaku pura-pura tidak tahu
“Dari kantin Pak. Tadi antri mie, saat jam istirhat selesai
mie-nya baru jadi. Jadi kami makan mie dulu Pak,” jawab salah satu di antara 6
siswa tersebut.
“Kalau begitu kalian maju ke depan. Nyanyikan lagu
nasional,” perintahku
Annisa, Endah, Esti, Laeli, Sukma, Nadia (semuanya
nama samaran) maju ke depan kelas.
“Lagunya apa Pak?”
“Syukur,” jawabku. Kupilihkan lagu karya H. Mutahar
yang sangat terkenal. Pasti mereka bisa menyanyikannya dengan baik.
Beberapa saat mereka kelihatan bingun dan saling
bertanya.
“Syukur itu lagunya yang kayak apa sih?” tanya salah
satu siswa ke teman-temannya.
“Aku nggak tahu,”
“Aku juga nggak tahu,” jawab yang lain
Mereka saling pandang masih dalam kebingungan dan kegalauan.
“Dari yakinku teguh,” kataku, “lagu nasional terkenal
sekali kok kalian nggak tahu”.
“Ooo....” kata mereka hampir serempak
Kulihat mereka masih saling berbisik, dan tidak segera
menyanyi. Dan terdengar suara lirih menyanyikan lagu syukur “dari yakinku
teguh..hati ikhlasku penuh” dan posisi mereka membentuk lingkaran.
“Sedang apa kalian?” tegurku
“Sebentar Pak, kami sedang latihan dulu,” jawab salah
satu
“Halah...pakai latihan segala. Kayak paduan suara mau
lomba,” kataku
Setelah beberapa menit mereka latihan, kini mereka telah
siap dan mempoisisikan diri membelakangi papan tulis dan menghadap ke
teman-temannya.
Dari yakinku teguh.
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniamu
Tanah air pusaka
Indonesia ter..deka....
“Stop..stop..stop,” teriakku, “apa tadi? Tercinta atau
merdeka?” Kudengar ada yang mengucapkan “tercinta” dan ada yang mengucapakan “merdeka”.
“Tercinta Pak,”
“Hei..bukan tercinta tapi merdeka,” sergah yang lain
menyalahkan jawaban temannya.
“Hayo yang benar apa tercinta atau merdeka?” ulangku
“Tercinta Pak,”
“Merdeka Pak,”
“Kalian ternyata nggak hafal ya. Yang benar adalah merdeka,”
kataku
“Tercinta Pak,” kata salah satu siswa masih ngeyel.
“MERDEKA,” tekanku, “yang betul MERDEKA, nggak usah
ngeyel,”
Mereka mengulanginya dari awal
Dari yakinku teguh.
Hati ikhlasku penuh
Akan karuniamu
Tanah air pusaka
Indonesia merdeka
Syukur aku sembahkan
KehadiratMu Tuhan
Mereka berhasil menyanyikan lagu nasional yang sangat
terkenal dan cukup pendek itu dengan apa adanya. Tentu saja tak ada tepuk
tangan setelahnya karena nyanyian ini adalah hukuman.
Persis kayak suganda, anaf, mustofa, ridho, satria, bahrul, lutfi ( 6 ) serangkai yang terlambat ke kantin dengan alasan yang sama yaa pak😄
BalasHapusJadi kangen SMA😐
Persis sekali.
Hapus