alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar alt/text gambar

Kamis, 27 Oktober 2022

FUTSAL

 



Untuk memeriahkan pertandingan futsal antar kelas dalam rangkaian ASG (Alaska School Game), diadakan pertandingan futsal antar guru dan staf TU (laki-laki). Dua puluh sembilan guru dan staf TU laki-laki dibagi menjadi 2 team yaitu team merah dan team putih. Masing-masing beranggotakan 14 dan 15 orang. Tersedia banyak cadangan untuk bergantian bermain. Aku berada di team merah. Setelah ratusan purnama, baru kali ini aku.kembali bermain bola.


Pengalamanku sebagai kiper (penjaga gawang) kesebelasan Wahid Hasyim sewaktu masih kuliah di Jogja, membuatku tetap memilih posisi sebagai penjaga gawang. 


"Penjaga gawang itu santai, tidak banyak mengeluarkan tenaga dan keringat," anganku.


Pukul 13.30, pertandingan pun dimulai. Menggunakan lapangan basket yang untuk srmentara disulap menjadi lapangan futsal, panas terasa menyengat. Permukaan lantai masih panas, sementara mendung yang biasanya datang setelah dhuhur, kali ini seakan enggan untuk mendekat.


Namun demikian untuk menjaga supremasi team merah, aku tetap bertahan di bawah sengatan matahari. Pertandingan berlangsung seru tapi teamku lebih sering terdesak. Aku pun mati-matian menjaga gawangku jangan sampai kebobolan. Aku pontang-panting, berlari, menubruk, dan meloncat untuk menyelamatkan gawangku. Tidak seperti perkiraan awal, aku tak bisa santai. Dan akhirnya, gempuran lawan membuat gawangku kebobolan 4 goal.


Malam harinya, tubuhku terasa remuk redam, tulang linu-linu, otot kaku dan pegal-pegal.


"Makanya, nggak usah aneh-aneh Pa. Ingat umur. Bukannya sehat malah sakit," kata istriku.

Senin, 24 Oktober 2022

SRIKAYA

 




"Ayo murah. Hanya dua puluh lima ribu rupiah per kilo. Besar-besar," teriak Bu Yanti menawarkan Srikaya hasil kebunnya.


Srikayanya besar-besar. Dengan kulit warna kuning.


""Hari ini hanya bawa lima buah. Yang mau beli, silahkan pesan dulu. Minggu depan sudah panen," imbuh Bu Yanti.


Srikaya (annona squamosa) adalah salah satu tanaman semak yang buahnya banyak menganfung zat besi. Sedangkan bijinya dapat digunakan sebagai pestisida alami dan pemberantas kutu rambut. Makanya, jangan sekali-kali mengunyah biji srikaya. Bukannya kenyang, kau akan keracunan. Tapi kalau ditelan tanpa dikunyah, biji srikaya akan tetap utuh dan keluar bersama kotoran. Semacam kopi yang ditelan oleh luwak dan menjadi kopi luwak. Siapa tahu bisa dibuat menjadi kopi biji srikaya. Coba saja.


"Saya pesan satu kilo Bu," kataku.


Banyak ibu-ibu yang ikut memesan Srikaya. Bu Yanti nampak sibuk mencatat pesanan. Namun, karena aku pesan paling awal, aku tidak perlu menunggu satu minggu lagi. Aku diberi tiga buah Srikaya yang sudah dibawanya.


"Ini satu kilo Bu?" tanyaku.

"Kurang lebihnya satu kilo," jawab beliau sambil menimbang-nimbang tiga buah Srikaya itu dengan tangannya.


Aku tak mau protes dan percaya saja dengan timbangan manual tangannya. Kuberikan uang dua puluh lima ribu rupiah sebagai tanda sah pembayaran atas satu kilo srikaya.


Tak mau rugi, sampai rumah kutimbang srikaya tersebut.


"Jangan-jangan kurang dari satu kilo," batinku.


Akan kuprotes seandainya timbangannya sampai kurang dari 1 kg. Akan kuurus sampai ke ujung langit atas ketidaksesuaian ini.


Dengan penuh hati-hati kuambil timbangan dan kuletakkan 3 buah srikaya tersebut di atas timbangan. Ternyata hasilnya adalah 1,25 kilogram. 


Kali ini, aku jadi ragu-ragu untuk mengurus ketidaksesuaian hasil timbangan ini kepada Bu Yanti.

Sabtu, 22 Oktober 2022

LESTI HARUS BERLATIH SILAT



Menanggapi isu KDRT yang melibatkan Lesti Kejora dan Rizky Billar yang berseliweran di Tik Tok dan group WA, istriku gemas dengan kelakuan suami yang suka menganiaya istrinya. 


"Lesti seharusnya berlatih silat. Biar bisa menghadapi suami yang suka bertindak sewenang-wenang," gerutu istriku.

"Ma, kekuatan perempuan itu seberapa sih untuk menghadapi laki-laki?" sanggahku.

"Setidaknya bisa untuk membela diri," katanya ngotot.

"Tetap kalah Ma," kataku.

"Eh, kalau sudah tahu kelemahan laki-laki pasti bisa menang. Tinggal ditendang. Ciaat duk," ujar istriku.

"Laki-laki juga sudah tahu kelemahannya sendiri. Tinggal ditutupi pakai mangkuk. Aman."

"Kan tidak semua laki-laki tahu," kata istriku ngeyel.

"Sudah tahu semua Ma," kataku.

"Pokoknya Lesti harus belajar silat."


"Nggak perlu Ma. Lihat berita tuh. Lesti sudah mencabut laporan sambil nangis-nangis. Sudah damai," terangku.


"Berarti ada kesempatan Lesti belajar silat. Ciaat," kata istriku sambil memperagakan kakinya menendang.


"Sabar Ma. Sebentar, kuambil mangkuk dulu,"


#) foto hanya pemanis

HARI CUCI TANGAN PAKAI SABUN SEDUNIA

 


Hari cuci tangan pakai sabun sedunia yang jatuh pada tanggal 15 Oktober 2022 diperingati pada hari ini.


Setelah upacara, semua siswa, guru dan staf Tata Usaha diharuskan mencuci tangan memakai sabun terlebih dahulu sebelum memasuki ruang kelas. Ada lebih dari 850 siswa dan 70 guru dan staf TU. Mereka harus mencuci tangan dalam waktu bersamaan. Sabun telah disiapkan di setiap westafel yang ada di depan kelas. 


Aku hanya membayangkan betapa banyak air dan sabun yang dipakai untuk mencuci tangan. Ini baru di SMAN 2 Batang. Lha kalau sedunia, apa nggak banjir gara-gara semua orang cuci tangan?


Satu per satu mereka mengantre untuk mencuci tangan. Belum ada separoh siswa yang mencuci tangan ketika ada teriakan dari salah seorang siswa.


"Airnya habis."

SENYUM



الاِبْتِسَامَةُ كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ بِغَيْـرِ حُرُوْفٍ


Senyuman adalah ucapan baik tanpa kata-kata.


Lihatlah

Senyum mereka begitu indah

Bahagia mereka begitu tulus


Senyum mereka tak membuat orang iri

Karena tak ada yang tersakiti

Bahagia mereka membuat orang lain bahagia

Karena bukan bahagia di atas derita


Senyum mereka bak bunga merekah di musim semi.

Senyum yang alami

Tak bisa dihalangi

Tak bisa dipungkiri.


Bahagia mereka begitu sejati

Bahagia yang ikhlas

Bahagia untuk sesama


Lihatlah

Dalam senyum, mereka sedang bicara

Dalam senyum, mereka sedang berbagi cerita

Dalam senyum, mereka saling menyayangi

Dalam senyum, mereka saling mengasihi

Dalam senyum, mereka saling memotivasi

Dalam senyum, mereka saling memaafkan


Lihatlah

Dalam senyum mereka, ada rindu yang tersampaikan

Dalam rindu mereka, ada sakit yang tersembuhkan

Dalam senyum mereka, ada luka yang teobati

Karena senyuman adalah obat hati dan penyembuh luka

الاِبْتِسَامَةُ هِيَ بَلْسَمُ الرُّوْحِ وَدَوَاءُ الـجُرُوْحِ


Lihatlah,

Yang satu berkata, "apa kabarmu hari ini?"

Yang lain menjawab, "kabarku sama dengan kabarmu hari ini."

Yang satu berkata, "kabarku bahagia hari ini,"

Yang lain menjawab, "demikian pula aku dan aku berharap semua orang juga bahagia,"


Lihatlah,

Yang satu bicara, "maafkan aku,"

Yang lain menjawab, "aku tak mau memaafkanmu karena tak ada yang perlu dimaafkan."


Lihatlah,

Mereka begitu indah.

Tak ada yang tua

Tak ada yang muda

Tak ada yang tinggi

Tak ada yang rendah

Berdiri sama tinggi duduk sama rendah


Lihatlah, 

Senyum mereka begitu indah

Karena senyum mereka dari hati

Bahagia mereka begitu tulus

Karena bahagia mereka bukan untuk sendiri

UNTUNG NGGAK SALAH PILIH



Istriku adalah santriwati Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta dari tahun 1996 sampai tahun 2000. Dia tinggal di asrama Al Hidayah. Sedangkan aku adalah santri di pondok yang sama dari tahun 1993 sampai tahun 2000. Aku tinggal di asrama Ali bin Abi Tholib.


Terus terang, aku lupa awal mengenal istriku karena begitu banyak santriwati yang kukenal. Tapi aku iseng-iseng menanyakan kepadanya kapan awal dia mengenalku.


"Ma, aku mau tanya kapan sih Mama mengenl laku pertama kali?" tanyaku.

"Waktu sepulang mengaji ba'da asar, mama sama teman-teman lewat dapur ndalem. Di situ ada dua orang sedang menambal lantai pakai semen. Dua anak muda yang rajin. Itu kesan mama pertama kali."


Berkat menjadi anak buah Pak Harjani, ahlinya ahli dalam bidang bangunan, aku sedikit-sedikit bisa pasang bata merah, nglepo, ngaci, pasang keramik dan lain-lain termasuk menambal lantai dapur ndalem yang berlubang.


"Terus?" tanyaku penasaran.

"Terus hari berikutnya masih sama. Dua anak muda itu belum selesai menambal lantai dapur. Karena penasaran, aku tanya ke teman-teman, siapa sih dua anak muda yang sedang menambal lantai dapur? Apakah mereka berdua itu tukang bangunan? Jawabannya, bukan tukang, dua orang itu juga santri."

"Terus?"

"Ya semakin terkesan. Santri kok mau bekerja seperti itu."

"Terus?"

"Mama tanya ke teman-teman nama mereka? Yang satu bernama Qosim, santri ndalem yang bantu-bantu keluarga Kyai. yang satu bernama Basuki santri biasa," jelas istriku.

"Terus?"

"Ya itu kesan pertama mengenal papa sama Kang Qosim. Saat itu hanya terkesan saja sama orang yang rajin dan mau bekerja seperti itu. Belum ada rasa apa-apa."

"Tapi sudah terkesan kan? Buktinya sampai sekarang masih ingat," sambutku.

"Iya terkesan dengan rajinnya. Dua orang ini kok rajin sekali," jawabnya.

"Terus gimana kesannya sekarang?" tanyaku.

"Iya. Alhamdulillah Mama akhirnya punya suami santri yang rajin."


"Untung Mama tidak salah pilih,"


#Selamat Hari Santri 2022

Senin, 10 Oktober 2022

GANTI ROKOK

 



Kang Qosim Assodiqi  adalah teman seperjuanganku di pondok dalam urusan belakang, urusan dapur, koperasi, dan lain-lain.


Walaupun bukan urusanku, aku kadang suka mencampuri urusan orang lain. Salah satunya, ikut ngliwet di kantin pondok, ikut mencuci piring, ikut bikin teh. Keuntungannya mendapat makan gratis.


Dengan pelatihan bersama Kang Qosim ini, aku tidak kikuk untuk mencuci piring, ngliwet, bikin teh dengan cara teh dimasukkan ke plastik lalu plastiknya dicoblos-coblos dan dimasukkan ke dalam air mendidih, semacam teh celup pada masa sekarang dalam porsi besar.


Ing wolak-walike jaman, sekarang Kang Qosim sudah sukses. Selain mengurusi masjid, beliau menjadi juragan beras dan kontraktor bangunan.


"Menjadi kontraktor ternyata perlu bergaya sedikit biar tidak diremehkan orang," katanya mengawali pembicaraan.


Maka ke mana-mana, dia harus membawa mobil.


"kalau cuma naik sepeda motor, tidak dipercaya orang," tambahnya.


Dia menceritakan perjalanan hidupnya sambil menghisap dalam-dalam "Djarum 76"nya. Aku mendengarkan pengalamannya dengan antusias.


"Kalau begitu, masih ada yang harus diubah dari sampeyan Kang," kataku.

"Apa lagi?" tanyanya.

"Rokokmu harus ganti dengan Djie Sam Soe."

"Wah, tidak bisa. Ini soal selera dan kecocokan. Tak ada yang cocok di mulut kecuali Djarum 76 ini," ujarnya.


Kali ini aku baru terpikirkan untuk mengusulkan untuk mengganti wadahnya saja. Isinya tetap 76.


Mudah-mudahan dia membaca tulisan ini dan berpikir ulang.

SENIOR

 





Beliau adalah ahlinya ahli dalam bidang bangunan. Sebagianbangunan pondok pesantren Wahid Hasyim adalah karya beliau bersama anak buah setianya, Pak Syamsudin (alm) dan Pak Taukiran (alm). Aku adalah anak buah junior yang hanya membantu ala kadarnya.


Sebagai kepala tukang, beliau tak pernah menyuruh. Cenderung berdiskusi apa yang akan dikerjakan pada hari itu dan anak buahnya sudah memahami pekerjaannya yang harus dikerjakan.


Apabila ada kesalahan dalam pekerjaan beliau langsung memberi contoh yang benar.


Tak ada atasan dan bawahan. Semua dianggap rekan kerja. Tak ada senioritas dan tak ada ewuh pakewuh serta ketegangan dalam bekerja. Semua dilakukan dengan riang gembira. Joke-joke segar selalu muncul dari Pak Taukiran dan ditimpali oleh Pak Syamsudin membuat kami tertawa renyah sambil menyiapkan bata merah, mengayak pasir, membawa adonan semen dan saat ngopi di kala istirahat.


Setelah 21 tahun, kemarin kami bertemu. Beliau bercerita bahwa cucunya sudah dua belas.


Sehat-sehat Pak Harjani. Dan Al Fatihah untuk Pak Taukiran (alm) dan Pak Syamsudin (alm)

NGGAK BISA SARU LAGI




Pak Ahmad Mustaqim adalah salah satu ustadzku di Pondok Pesantren Wahid Hasyim. Selain mengajar di madrasah diniyah beliau juga menjabat sebagai kepala MTs Wahid Hasyim. Atas paksaan beliau pula, aku menjadi guru di MA Wahid Hasyim.


Beliau tinggal satu kamar denganku di Asrama Ali bin Abu Tholib paling pojok dekat sumur. Beliau orangnya sopan, baik hati, tidak sombong dan halus. Beliau selalu berbicara menggunakan Bahasa Jawa krama inggil. Hal ini membuatku kikuk, tidak bisa guyon, gojekan dan ngomong saru. Padahal kata beberapa sufi "Urip mung mampir guyon".


Untuk mencairkan suasana, kupancing dan kuledek beliau dengan bahasa ngoko tur saru setiap hari. Semenjak sekamar dengan beliau, kegiatan isengku bertambah yaitu menghitungkan jumlah pancalan beliau untuk menyalakan Suzuki Jet Coooled kesayangannya yang tidak pernah kurang dari 50 kali. 


Mungkin kesal dan tak tahan dengan kelakuanku, akhirnya beliau tidak lagi berbahasa Jawa krama inggil dan berubah menjadi Bahasa Jawa Ngoko.


"Jadi semakin asyik untuk guyon dan ngguyoni ustadzku yang satu ini," batinku.


Setelah 21 tahun tidak bertemu, kemarin aku bertemu beliau beserta keluarganya. Kami berbincang akrab karena sudah lama sekali tak bertemu. Lha kok beliau kembali menggunakan Bahasa Jawa krama inggil lagi.


"Aku jadi tak bisa ngomong saru lagi."

KOK MASIH HAFAL NAMAKU



Dua puluh satu tahun setelah aku meninggalkan pondok pesantren Wahid Hasyim, baru kali ini aku bersama istriku dan anak laki-lakiku sowan kembali ke pondok. Tujuan pertama sowan ke Simbah Nyai Hadiyah Abdul Hadi, kemudian sowan ke Pak Kyai Jalal Suyuthi dan Ibu Nyai Nelly. 


Mendapat informasi bahwa Simbah Nyai Hadiyah Abdul Hadi masih tindak, aku berziarah ke maqbaroh Simbah Kyai Abdul Hadi terlebih dahulu. 


Selesai ziarah, kulihat Pak Kyai Jalal Suyuthi (putra K.H. Abdul Hadi) yang sekarang menggantikan menjadi pengasuh pondok, memakai kaos warna abu-abu, sarung kotak-kotak, dan sandal selop sedang melihat-lihat bangunan baru yang masih dalam proses pembangunan. Aku segera menemui beliau.

"Assalamu 'alaikum," sapaku

"Weh, Pak Basuki. Keprime kabare?" dengan logat Banyumasan kental seakan menyesuaikan dengan logatku yang ngapak-ngapak karena asalku dari Purbalingga.


Dalam hati aku tercengang dengan sapaan beliau. Dua puluh satu tahun tak pernah bertemu, tak kusangka beliau masih mengenal namaku dan asal daerahku.

Aku segera menyalami beliau dan mencium tangannya namun tak berhasil karena beliau segera menarik tangannya.


#


Kyai Jalal mengajakku untuk masuk ke ndalem. Kami ngobrol ngalor-ngidul sebelum Bu Nyai Abdul Hadi kondur.


"Nah itu Simbah sudah kondur," kata Pak Kyai Jalal.

"Kersanipun. Kalau beliau harus istirahat, mboten nopo-nopo," kataku.

"Nggak apa-apa. Beliau senang sekali kalau ada santri yang nengokin."


Pak Kyai Jalal meninggalkan kami setelah Simbah Nyai Hadiyah Abdul Hadi datang menemui kami. Beliau masih seperti dulu. Murah senyum dan menentramkan. Kami mengenang dan mengulang cerita pada tahun 90-an ketika kami masih mondok dan ketika Simbah Kyai Abdul Hadi masih sugeng.


Sehat-sehat selalu Simbah Nyai Hadiyah Abdul Hadi, Pak Kyai Jalal Suyuthi, Ibu Nyai Nelly Jalal Suyuthi, Pak Kyai Sonhaji, Mba Aminah Ulinuha, Pak Saiful Anam, Mba Hindun, Mba Fatimah, Gus Jazim, Gus Nur Wahid dan keluarga beserta keluarga besar Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta.